Perjalanan Panjang dan Penuh Cerita ke Geser, Seram Timur
“Geser itu
sesuatu...”, jawab saya ketika ditanya Camat Seram Timur, Ibu J. N. Rumalutur,
S.Sos, M.Si tentang kesan selama berada di Geser. Geser adalah ibukota
Kecamatan Seram Timur, salah satu kecamatan tertua di Kabupaten Seram Bagian
Timur, pemekaran dari Kabupaten Maluku Tengah pada tahun 2005. Saya melakukan
perjalanan ke Geser dalam rangka supervisi Kompilasi Data Transportasi
sekaligus dengan misi mencari dan menemukan pedagang pengumpul untuk komoditi hasil
produksi (pertanian, perikanan, dan kehutanan) dari masyarakat di Kecamatan
Seram Timur.
Untuk sampai
ke Geser, ada beberapa alternatif yang bisa dipilih. Alternatif pertama,
menggunakan kapal cepat Tulehu – Amahai, kemudian melanjutkan perjalanan darat
dengan mobil dari Masohi – Bula, dan dari Bula menumpangi kapal motor ke Geser.
Perjalanan dengan alternatif pertama ini hampir bisa dilakukan setiap hari.
Jika kita melakukan perjalanan dari Ambon pada suatu hari, kita akan tiba di
Geser keesokan siangnya. Alternatif kedua, menumpang kapal laut dari Ambon langsung
ke Geser. Sekilas alternatif kedua ini merupakan pilihan yang terbaik.
Sayangnya, kapal laut tersebut tidak beroperasi setiap hari. Memang ada lebih
dari 1 kapal, seperti KM. Sabuk Nusantara, KM. Manusela, KM. Pangrango, dan ferry
penyeberangan, tetapi biasanya perjalanan tersebut adanya sekali dalam
seminggu. Lagipula perjalanan Ambon – Geser dengan kapal laut bisa memakan
waktu sekitar 24 jam. Memang secara matematika, perjalanan dengan kapal laut
lebih cepat. Akan tetapi jadwal pelayaran kapal laut yang terdekat dengan
tanggal perjalanan saya membuat saya akan tiba di akhir pekan. Padahal saya
harus bertemu dan melaporkan perjalanan saya ke Kantor Camat Seram Timur pada
jam dan hari kerja. Selain itu, saya tidak bisa membayangkan berada selama 24
jam – sepanjang hari di dalam ferry atau kapal dengan segala dinamikanya.
Saya menumpang
kapal cepat dari Pelabuhan Tulehu di Pulau Ambon di suatu hari Rabu pada pukul
09.20 WIT (normalnya 09.00 WIT) dan tiba di Pelabuhan Amahai di Kabupaten
Maluku Tengah sekitar pukul 11.20 WIT. Dari Ambon saya sudah melakukan
komunikasi dengan teman di BPS Kabupaten Maluku Tengah untuk mereservasi tempat
pada perjalanan darat menuju Bula (ibukota Kabupaten Seram Bagian Timur). Aturannya
saya berangkat sekitar pukul 13.00 WIT. Akan tetapi karena satu dan lain hal,
saya baru bisa berangkat dari Masohi (ibukota Kabupaten Maluku Tengah) menuju
Bula sekitar pukul 19.00 WIT dengan menumpang mobil Avanza yang terdiri dari pengemudi
dan 4 penumpang. Kami sempat singgah untuk beristirahat, khususnya ngopi bagi pengemudi
sekitar pukul 21.00 WIT sebelum mulai memasuki wilayah Taman Nasional Manusela
atau yang sering disebut sebagai wilayah SS, mengingat perjalanan sepanjang
areal Taman Nasional Manusela tersebut merupakan perjalanan mengelilingi gunung,
jadinya seperti huruf S.
![]() |
Gapura pintu masuk areal Taman Nasional Manusela dari arah Seram Utara |
![]() |
Gapura pintu keluar areal Taman Nasional Manusela dari arah Seram Utara, awal kawasan SS dari arah Masohi |
Sekitar pukul
23.20 WIT kami singgah lagi di perempatan (tugu) di Kobi, di seberang
Penginapan Pangestu karena pengemudi kami merasa ngantuk dan meminta waktu
sekitar 15 menit untuk tidur. Setelah itu kami lalu melanjutkan perjalanan dan
tiba di Bula sekitar pukul 02.30 WIT hari berikutnya. Saya langsung diantar menuju
hotel yang telah di-booking sebelumnya oleh Novi Alfita, SST – Plt. Kepala
Seksi Statistik Distribusi BPS Kabupaten Seram Bagian Timur. Setiba di hotel, saya
langsung beristirahat, mengingat beberapa jam kemudian di pagi harinya, saya
harus melakukan perjalanan laut menuju Geser.
![]() |
Jatah sarapan di Hotel Mutiara, Bula |
![]() |
Lobby Hotel Mutiara |
Hari Kamis, pukul
07.00 WIT saat sedang menikmati sarapan nasi kuning, rekan yang akan
menemani saya ke Geser yakni Jouns Adhy Makatita – Koordinator Statistik
Kecamatan Seram Timur tiba di hotel. Kemudian Adi (nama panggilan dari Jouns Adhy Makatita) menuju pelabuhan untuk memastikan tempat di kapal sedang saya singgah
terlebih dahulu ke Kantor BPS Kabupaten Seram Bagian Timur untuk melapor ke Kepala
BPS Kabupaten Seram Bagian Timur – Ibu Ir. Penina A. Salawane, M.Si terkait supervisi
yang akan saya lakukan. Dari Kantor BPS Kabupaten Seram Bagian Timur, saya
diantar ke Pelabuhan Sesar yang berada agak di pinggiran Kota Bula. Di pelabuhan
saya bertemu dengan Adi yang sudah mendapat tempat di kapal. Saya cukup lega melihat keadaan di kapal
dimana tempat-tempat tidur yang tersedia berhadapan langsung dengan
jendela-jendela, sehingga udara di dalam kapal tidaklah pengap. Secara saya
masih trauma dengan perjalanan dengan kapal laut dari Namrole ke Ambon, dimana tempat
tidurnya ada dalam suatu ruangan tertutup sehingga saya kemudian memilih untuk duduk
di luar dan diterpa angin laut sepanjang perjalanan.
![]() |
KM. Shanddirimadani Lestari alias Bombana yang melayari Bula-Gorom PP |
Sekitar pukul
08.10 WIT kapal bertolak dari Pelabuhan Sesar di Bula menuju Pelabuhan Geser
dengan sebelumnya singgah di Pelabuhan Air Kasar di Kecamatan Tutuk Tolu sekitar
pukul 12.00 WIT. Ada yang unik di Pelabuhan Air Kasar, yakni pelabuhannya.
Sebelumnya konstruksi pelabuhannya menggunakan kayu, namun kemudian dibangunlah
pelabuhan permanen dari beton yang sedang dalam tahap pengerjaan. Lucunya, pelabuhan
lama yang dari kayu hanya menyisakan ujung dermaga tempat kapal merapat. Jadi penumpang
naik-turun ke dermaga menggunakan perahu.
Kami tiba di Pelabuhan Geser sekitar pukul 14.30 WIT dan disambut udara yang panas terik. Pulau Geser ini hanya seluas ± 3 km2, tidak memiliki banyak pohon dan hanya memiliki kendaraan bermotor sepeda motor. Kita tidak akan menemukan mobil atau kendaraan bermotor roda 4 di sini. Untuk mobilisasi barang-barang penumpang, digunakan gerobak. Eh, saya juga menemukan penjual sontong segar yang menjajakan dagangannya menggunakan gerobak juga ding.
![]() |
Pelabuhan Air Kasar, Kecamatan Tutuk Tolu |
Kami tiba di Pelabuhan Geser sekitar pukul 14.30 WIT dan disambut udara yang panas terik. Pulau Geser ini hanya seluas ± 3 km2, tidak memiliki banyak pohon dan hanya memiliki kendaraan bermotor sepeda motor. Kita tidak akan menemukan mobil atau kendaraan bermotor roda 4 di sini. Untuk mobilisasi barang-barang penumpang, digunakan gerobak. Eh, saya juga menemukan penjual sontong segar yang menjajakan dagangannya menggunakan gerobak juga ding.
Dari pelabuhan,
saya diantar ke Penginapan Cahaya Kasih di dekat areal pasar. Tarif
penginapannya cukup murah, untuk kamar dengan fasilitas AC dan TV semalamnya
Rp150.000,- dan untuk kamar dengan fasilitas kipas angin (dan TV) semalamnya
Rp130.000,- tentunya dengan kondisi yang standar. Setelah menaruh barang-barang
di kamar penginapan, saya dengan ditemani Adi kemudian kembali ke kompleks
pelabuhan untuk bertemu Pak Effendy Sabban, penanggung jawab data statistik
angkutan laut (Simoppel) dari Pelabuhan Geser.
Selesai dengan Pak Effendy, saya dan Adi menuju dermaga pelabuhan untuk melihat aktifitas bongkar-muat barang dari sebuah kapal perintis yang akan merapat. Sementara menyaksikan proses merapatnya kapal, kami dikejutkan oleh sapaan seorang bapak yang tiba di depan kami dengan mengendarai motor. Saya dengan antusias langsung menyapa beliau, yang adalah Bapak Zainuddin Rumakat – mantan Koordinator Statistik Kecamatan Seram Timur yang akrab kami sapa Oom Jai. Saya mengenal baik Oom Jai ini karena saya pernah bertugas di BPS Kabupaten Maluku Tengah, saat Kecamatan Seram Timur masih merupakan bagian dari Kabupaten Maluku Tengah. Saya dan Adi lalu bersama Oom Jai menuju ke rumahnya yang terletak di tepi pantai dan ngobrol-ngobrol dengan ditemani minuman dingin dan makanan kecil lainnya. Oom Jai kemudian juga menemani saya dan Adi berkeliling Geser, sebelum kemudian kembali ke rumah beliau dan melanjutkan obrolan di rumah panggungnya dengan pemandangan laut di waktu senja.
Selesai dengan Pak Effendy, saya dan Adi menuju dermaga pelabuhan untuk melihat aktifitas bongkar-muat barang dari sebuah kapal perintis yang akan merapat. Sementara menyaksikan proses merapatnya kapal, kami dikejutkan oleh sapaan seorang bapak yang tiba di depan kami dengan mengendarai motor. Saya dengan antusias langsung menyapa beliau, yang adalah Bapak Zainuddin Rumakat – mantan Koordinator Statistik Kecamatan Seram Timur yang akrab kami sapa Oom Jai. Saya mengenal baik Oom Jai ini karena saya pernah bertugas di BPS Kabupaten Maluku Tengah, saat Kecamatan Seram Timur masih merupakan bagian dari Kabupaten Maluku Tengah. Saya dan Adi lalu bersama Oom Jai menuju ke rumahnya yang terletak di tepi pantai dan ngobrol-ngobrol dengan ditemani minuman dingin dan makanan kecil lainnya. Oom Jai kemudian juga menemani saya dan Adi berkeliling Geser, sebelum kemudian kembali ke rumah beliau dan melanjutkan obrolan di rumah panggungnya dengan pemandangan laut di waktu senja.
![]() |
Pak Zainudin Rumakat (Oom Jai) di depan rumahnya |
![]() |
Lingkungan Geser yang bersih |
![]() |
Bangunan cold storage yang belum berfungsi |
![]() |
Bagian dalam cold storage yang dijadikan lapangan badminton |
![]() |
Pemandangan di belakang rumah Oom Jai |
Keesokan harinya,
di hari Jumat, saya bangun pagi-pagi benar dan langsung siap-siap untuk
beraktifitas di hari itu. Selain karena ada banyak hal yang harus saya kerjakan,
namun juga dikarenakan listrik di Pulau Geser ini hanya hidup selama 12 jam,
dari pukul 18.00 sampai pukul 06.00 keesokan paginya. Sekitar pukul 06.30 WIT
saya mulai mengeliligi salah satu bagian Geser dan mengambil gambar yang belum sempat
saya lakukan sehari sebelumnya. Dalam perjalanan tersebut saya kemudian bertemu
dengan Adi yang ternyata sedang berkeliling mencari saya. Dengan pinjaman motor
dari salah satu mitra kami di Geser, Adi mengantar saya melanjutkan aktifitas
mengambil gambar sambil sesekali memberikan informasi terkait apa yang akan
kami kerjakan.
Kami kemudian tiba di pelabuhan dan menyaksikan aktifitas beberapa orang yang sedang memancing. Di situ barulah saya saksikan mitos yang sering saya dengar bahwa ikan-ikan di Geser yang masih bodoh (baca: mudah dipancing). Hal tersebut nampak dari banyaknya ikan yang ada di bawah dermaga dan di sekitar pelabuhan dan juga yang sudah tertangkap. Luar biasa.... Saya sempat meminjam umpan dan tasik dari seseorang yang ada, namun sampai 3 kali, saya gagal memperoleh seekor ikan pun. Mungkin ikannya memang bodoh, tapi sayanya juga belum mahir memancing. Hehehe...
![]() |
Salah satu tempat nongkrong di Geser... |
![]() |
Salah satu sudut di Pulau Geser |
![]() |
Salah satu ruas jalan di Geser |
![]() |
Anak-anak - masa depan Geser |
![]() |
Kompleks rumah dinas Camat Seram Timur |
![]() |
Puskesmas Geser |
![]() |
Lapangan bola di Geser. Konon di sini Presiden RI I, Ir. Soekarno pernah berpidato |
Kami kemudian tiba di pelabuhan dan menyaksikan aktifitas beberapa orang yang sedang memancing. Di situ barulah saya saksikan mitos yang sering saya dengar bahwa ikan-ikan di Geser yang masih bodoh (baca: mudah dipancing). Hal tersebut nampak dari banyaknya ikan yang ada di bawah dermaga dan di sekitar pelabuhan dan juga yang sudah tertangkap. Luar biasa.... Saya sempat meminjam umpan dan tasik dari seseorang yang ada, namun sampai 3 kali, saya gagal memperoleh seekor ikan pun. Mungkin ikannya memang bodoh, tapi sayanya juga belum mahir memancing. Hehehe...
![]() |
Pelabuhan Geser |
![]() |
Ikannya bahkan masih menggelepar-gelepar |
![]() |
Inilah sensasinya jalan-jalan sambil kerja.... |
Sekitar pukul 07.40 WIT dari pelabuhan, saya diantar Adi ke Kantor Camat untuk melaporkan perjalanan saya karena sehari sebelumnya saya tiba di saat jam kantor sudah berakhir. Di sana saya ditemani salah seorang Kepala Seksi sambil menunggu kedatangan Ibu Camat Seram Timur. Tak lama kemudian datanglah Sekretaris Camat, Pak M. Alifda Khouw yang kemudian dengan beliau saya melanjutkan perbincangan sambil (masih) menunggu Ibu Camat. Ketika Ibu Camat kemudian tiba, saya lalu melaporkan tujuan kedatangan saya dan melakukan pembicaraan selama beberapa waktu dengan beliau sebelum kemudian meninggalkan Kantor Camat.
Keluar dari
pagar Kantor Camat, saya disuguhi pemandangan begitu banyak mangga yang dijual
di kiri-kanan jalan. Ada 2 macam mangga yang dijual, yakni mangga hisap
(dimakannya dengan cara dihisap setelah dikuliti dengan tidak perlu menggunakan
pisau) dan mangga air. Keduanya berasal dari Pulau Seram Laut di seberang Pulau
Geser. Karena bagi saya mangga hisap itu biasa dan sebaliknya saya belum pernah
makan mangga air, saya pun lalu membeli sekeranjang (kecil) mangga air untuk
dibawa pulang. Setibanya di Ambon, saya menyesal sudah berlelah-lelah membawa
mangga sekantong besar begitu, karena ternyata mangganya sama dengan mangga
yang ada di rumah saya. Huh, nasiiibbb.....
![]() |
Penjual mangga di depan Kantor Camat Seram Timur (kanan) dan Kantor Kas Bank Maluku Cabang Geser (kiri) |
Dari Kantor
Camat, dengan mangga sekantong plastik besar, saya dan Adi singgah untuk
sarapan pagi di warung makan dekat Kantor Pelabuhan. Di sana kami makan 2 porsi
nasi kuning ikan telur dan 2 gelas es teh seharga Rp.37.000,-. Setelah makan,
saya sempat bercakap-cakap dengan seorang ibu dari Ambon yang biasa membeli
ikan berboks-boks untuk kemudian dijual di Ambon.
Selesai ngobrol dengan ibu tersebut, saya dan Adi kembali bertemu dengan Pak Effendy Sabban di kantor pelabuhan untuk mengambil data yang harus saya bawa pulang ke Ambon. Saat di kantor pelabuhan itu saya minta bantuan Pak Effendy untuk menemani saya bertemu dengan nakhoda kapal pengumpul ikan yang sedang tambat di pelabuhan. Secara rasa-rasanya kalau saya dan Adi saja yang minta bertemu, mungkin tidak akan dilayani sebaik jika kami ditemani petugas pelabuhan. Sekali merengkuh dayung, dua-tiga pulau terlampaui dong.... ^_^
Selesai ngobrol dengan ibu tersebut, saya dan Adi kembali bertemu dengan Pak Effendy Sabban di kantor pelabuhan untuk mengambil data yang harus saya bawa pulang ke Ambon. Saat di kantor pelabuhan itu saya minta bantuan Pak Effendy untuk menemani saya bertemu dengan nakhoda kapal pengumpul ikan yang sedang tambat di pelabuhan. Secara rasa-rasanya kalau saya dan Adi saja yang minta bertemu, mungkin tidak akan dilayani sebaik jika kami ditemani petugas pelabuhan. Sekali merengkuh dayung, dua-tiga pulau terlampaui dong.... ^_^
Berdasarkan informasi dari nakhoda kapal, kami direkomendasikan untuk bertemu dengan penanggung jawab yang ada di keramba yang berlabuh tak jauh dari pelabuhan. Dengan menggunakan perahu milik salah satu mitra, kami menuju ke keramba tersebut dan menggali informasi terkait operasional jual-beli ikan perusahaan tersebut. Dipikir-pikir luar biasa juga Koordinator Statistik Kecamatan Seram Timur kami itu. Kami bisa keliling pulau dengan motor dan bahkan memakai perahu untuk pelaksanaan pekerjaan. Luar biasa komunikasi yang ia bangun dengan para mitra. Oh iya, mitra BPS adalah masyarakat atau aparat Pemerintah yang biasanya membantu pekerjaan sensus/survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik, mengingat jumlah pegawai yang terbatas dan jumlah pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga.
![]() |
Bintang laut |
![]() |
KSK Seram Timur, Jouns Adhy Makatita bersama salah satu Mitra BPS di Geser |
![]() |
Keramba pengumpul ikan kerapu dan lobster |
![]() |
Pulau Geser nampak dari laut |
![]() |
Berlatar belakang Pelabuhan Geser |
Dalam
perjalanan kembali dari keramba, nampaklah kapal motor yang akan membawa kami
ke Bula akan tiba di pelabuhan. Perjalanan kembali akan segera dimulai. Sekitar
pukul 12.00 WIT kapal motor bertolak meninggalkan Geser dan tiba di Bula
sekitar pukul 18.00 WIT, lebih cepat dibandingkan perjalanan berangkat sehari sebelumnya.
Tiba di Bula, saya diperhadapkan pada masalah baru. Perjalanan saya kembali ke Masohi kemungkinan besar tertunda karena pada beberapa titik dalam perjalanan tersebut sedang dilakukan penutupan jalan dalam rangka demonstrasi untuk pemekaran Kabupaten Seram Utara dari Kabupaten Maluku Tengah. Mobil yang sebelumnya akan mengantar saya malam itu ke Masohi batal berangkat. Saya lalu diantar menuju hotel sambil Adi dan rekan lainnya mencari informasi. Adi kemudian mengabari saya bahwa ada satu mobil yang akan berangkat malam itu sekitar pukul 20.00 WIT. Belakangan kemudian mobil tersebut juga menunda waktu keberangkatannya dikarenakan aparat kepolisian masih melakukan pembersihan sebelum mengizinkan lalu-lalang kendaraan. Akhirnya kami berangkat menuju Masohi pada pukul 07.23 WIT keesokan harinya.
![]() |
Kumpulan ikan di bawah dermaga pelabuhan |
![]() |
Good bye Geser... See you again :) |
![]() |
Sunset di Bula |
![]() |
Makan malam di Warung Ndeso - Bula |
Tiba di Bula, saya diperhadapkan pada masalah baru. Perjalanan saya kembali ke Masohi kemungkinan besar tertunda karena pada beberapa titik dalam perjalanan tersebut sedang dilakukan penutupan jalan dalam rangka demonstrasi untuk pemekaran Kabupaten Seram Utara dari Kabupaten Maluku Tengah. Mobil yang sebelumnya akan mengantar saya malam itu ke Masohi batal berangkat. Saya lalu diantar menuju hotel sambil Adi dan rekan lainnya mencari informasi. Adi kemudian mengabari saya bahwa ada satu mobil yang akan berangkat malam itu sekitar pukul 20.00 WIT. Belakangan kemudian mobil tersebut juga menunda waktu keberangkatannya dikarenakan aparat kepolisian masih melakukan pembersihan sebelum mengizinkan lalu-lalang kendaraan. Akhirnya kami berangkat menuju Masohi pada pukul 07.23 WIT keesokan harinya.
Jujur,
sepanjang perjalanan Bula – Masohi itu, hati saya tidak tenang. Dikarenakan
saya berencana untuk kembali ke Ambon dengan menggunakan kapal cepat terakhir pada
pukul 14.00 WIT seperti yang sudah saya sampaikan ke pengemudi mobil, padahal
normalnya lama perjalanan Bula – Masohi adalah 7 jam. Mana pada beberapa titik
mobil harus melaju pelan, seperti di pusat demo sehari sebelumnya dan di titik-titik
dimana ada gergajian pohon dan reruntuhan tembok yang digunakan untuk menutup
jalan.
Thank God, pukul 13.40 WIT kami tiba dengan selamat di Pelabuhan Amahai. Saya pun terkejar untuk menumpang kapal cepat pukul 14.00 WIT tersebut dan pulang ke Ambon. Huffftt, perjalanan ke Geser itu memang sesuatu. Di luar hal-hal tidak terduga seperti adanya demo dari warga pun, jalan yang ditempuh pun sudah menguras energi dan pikiran. Tapi rasanya semua itu sebanding dengan apa yang ada di Geser. Ikan-ikannya yang sangat kooperatif (baca: belon cerdas), lautnya yang indah, mangganya yang melimpah, lingkungannya yang bersih, dan orang-orangnya yang ramah. Worth it-lah... :)
![]() |
Perjalanan membelah hutan di Pulau Seram |
![]() |
Reruntuhan tembok yang dibangun pendemo |
![]() |
Sisa-sisa pohon yang digunakan untuk memblokade jalan, lebih dari 10 titik sepanjang perjalanan Bula-Ambon |
Thank God, pukul 13.40 WIT kami tiba dengan selamat di Pelabuhan Amahai. Saya pun terkejar untuk menumpang kapal cepat pukul 14.00 WIT tersebut dan pulang ke Ambon. Huffftt, perjalanan ke Geser itu memang sesuatu. Di luar hal-hal tidak terduga seperti adanya demo dari warga pun, jalan yang ditempuh pun sudah menguras energi dan pikiran. Tapi rasanya semua itu sebanding dengan apa yang ada di Geser. Ikan-ikannya yang sangat kooperatif (baca: belon cerdas), lautnya yang indah, mangganya yang melimpah, lingkungannya yang bersih, dan orang-orangnya yang ramah. Worth it-lah... :)
![]() |
See you again, Seram Island... |
Perjalanan Panjang dan Penuh Cerita ke Geser, Seram Timur
Reviewed by Pauline Gaspersz
on
11.15
Rating: 5
