Pengalih Isu

Maastricht, 11 Oktober 2015

Saat ini waktu menunjukkan pukul 23.27 waktu Belanda dan saya mencoba melakukan aktifitas selain dari membaca sekian banyak artikel untuk menyusun materi presentasi kelompok. Kepala saya jadi agak berkunang-kunang alias bakuti dalam bahasa Ambon setelah hampir 3 hari ini hanya membaca materi terkait disability benefit beneficiaries.

Suhu di Maastricht sebagaimana kota lainnya di Belanda sangat dingin bagi ukuran saya yang terbiasa bermandikan panasnya cahaya matahari di Kota Ambon Manise dan sekitarnya. Mungkin bagi orang lain, saya kelihatan aneh. Karena ketika mereka cukup hanya menggunakan jaket atau sweater, saya memerlukan juga syal membelit leher, sarung tangan, dan bahkan kupluk. Ehhmmm, dari sisi pandangan saya, mereka juga kelihatan aneh ding. Kok ya bisa tahan dalam udara dan angin sedingin ini hanya dengan jaket atau sweater. Bahkan ada yang berenang pada jam 8 malam. Waktu saya berkomunikasi dengan kenalan orang Belanda di malam hari dan dia mengatakan akan berenang, saya sempat berpikir bahwa dia mungkin lagi out of mind. Yaaah, memang perlu banyak-banyak mengerti bahwa kondisi kita berbeda. Kalo saya disuruh renang jam segitu dalam udara dan angin yang ajib-ajib begini, dengan segala kerendahan hati saya akan berkata, "(Biiiiiiiiig) No, thanks."

Beberapa hari ini sebenarnya cuaca cukup cerah dan matahari bersinar dengan limpahnya. Akan tetapi suhunya ga banyak berubah dengan adanya sinar matahari itu. Saya jadi mengerti, inilah yang dimaksudkan oleh banyak artikel yang saya baca tentang Belanda, pada bulan-bulan ini sinar mentarinya agak-agak PHP (pemberi harapan palsu).

Oh ya, saya tiba di Belanda kira-kira 2 minggu yang lalu dan dari tanggal tersebut di atas, kurang lebih masih 2 minggu lagi saya berada di sini. Saya datang dalam rangka mengikuti short course Public Economics di Maastricht Graduate School of Governance (MGSoG), beasiswa dari Netherlands Fellowship Programmes. Thanks God banget kan. Mungkin bisa datang ke Belanda dengan biaya sendiri untuk berlibur, namun ada kebanggaan tersendiri jika datang dengan tujuan mulia untuk belajar. Mulia? Ya iyalah. Hahahaha.... Saking terbebannya dengan tugas mulia itu, keinginan untuk jalan-jalan benar-benar terminimalisir dengan sukses.

Maastricht Graduate School of Governance sebagai bagian integral (dan tak terpisahkan juga kali yaa) dari Maastricht University alias Universiteit Maastricht (UM), merupakan (salah satu) pelopor penerapan metode Problem Based Learning di Eropa. Saya cukup terkaget-kaget dan terpana dan terpesona dan takjub dengan metode tersebut. Untuk mata kuliah (kursus-red) yang saya ikuti, dalam seminggu hanya ada aktifitas belajar pada hari Senin-Kamis. Senin dan Rabu adalah kuliah umum (lecture) sedangkan Selasa dan Kamis adalah saatnya tutorial dalam kelompok yang terdiri dari kurang lebih 15 orang. Materi yang diperoleh pada kuliah umum, kemudian didiskusikan di dalam tutorial. Semua orang diharapkan (harus?) berperan aktif di dalam tutorial. Kebayang kan. Puas deh bergaul sama itu buku dan referensi-referensi terkait. Akumulasi pergaulan saya dengan mereka itu adalah kepala yang berkunang-kunang yang saya alami saat ini.

Tentang culture shock alias gegar budaya, jangan ditanya lagi. Terkait suhu, udah dijelasin sebelumnya. Tentang makanan, oh God, kentang dan wortel-nya manis banget. Ehhm, mungkin ga banget. Agak lebay dikit saya, karena ga suka makan yang manis-manis. Secara saya kan udah manissss... (Nah, kalo ini banyak lebay-nya!)
Untungnya saya sudah membawa stok yang lumayan dari tanah air (cieeeee, tanah air). Malam pertama di Maastricht, saya makan sebagian makan siang yang saya sisihkan dari Utrecht, plus Indomie Goreng Jumbo (promosi!). Untungnya lagi saat tiba di Maastricht, saya dijemput dan diantar belanja juga oleh Short Course Administrator MGSoG (Thanks a lot, Mieke!). Jadi perbekalan macam apel, pisang, roti, kentang, wortel, dkk udah ada melengkapi perbekalan saya.

Hmm, segini dulu kali yaa... Secara tadinya saya mikir kalo sejenak mengalihkan isu dari membaca artikel, kepala saya akan berkurang peningnya. Ternyata kurang signifikan efeknya. So, sepertinya saya harus mengalihkan isu dari mandangin laptop ke mandangin TV. Hahahaha.... Maklum yaaa, namanya juga lagi gagal fokus!



Komentar