Pesan untuk Pemimpin Baru


Kota Ambon baru saja memiliki pemimpin baru untuk periode tahun 2017-2022. Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan selamat memulai tanggung jawab melayani Kota Ambon bagi Bapak Richard Louhenapessy dan Bapak Syarif Hadler. Dengan keyakinan tidak ada pemimpin yang tidak berasal dari Tuhan, saya percaya Bapak berdua adalah orang-orang pilihan untuk membawa Kota Ambon menjadi lebih baik dari yang ada saat ini. Dan bahwa Bapak berdua terus membutuhkan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, maka saya sebagai salah satu warga kota menggunakan tulisan ini sebagai salah satu media menyampaikan aspirasi.

Transparansi Program Pembangunan
                Di era transparansi ini, Pemerintah Kota Ambon perlu menerapkan prinsip transparansi dengan mulai melakukan optimalisasi website resmi Pemerintah Kota Ambon – www.ambon.go.id. Program unggulan, kendala, dan progress implementasi program dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bisa ditampilkan di website. Agar website ini lebih komunikatif bisa juga menampilkan kritik saran warga kota yang diterima dan telah ditindaklanjuti. Termasuk memunculkan rubrik testimoni warga kota terhadap kinerja Pemerintah Kota Ambon sebagaimana yang ditampilkan oleh website Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) Kota Ambon – www.bp2t.ambon.go.id. Hal ini bisa menjadi booster bagi peningkatan kualitas kinerja aparat Pemerintah Kota Ambon.
                Transparansi program pembangunan ini pada waktunya juga bisa meningkatkan kualitas kemitraan antara Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat. Misalnya, jika link website Badan Lingkungan Hidup Kota Ambon – www.blh.ambon.go.id, mengoptimalkan isi web-nya dengan informasi titik-titik rawan bencana di Kota Ambon atau spot-spot yang harus dilindungi dan tidak boleh dijadikan lokasi membangun, hal ini akan membuat masyarakat lebih proaktif melakukan tindakan antisipasi. Bagi pihak swasta, hal ini bisa menjadi masukan untuk implementasi Corporate Social Responsibility (CSR).

Satunya Kata dan Perbuatan
                Masih menggunakan contoh isu lingkungan hidup. Pada website Badan Lingkungan Hidup Kota Ambon, ada satu tayangan yang bunyinya: “Kami akan selalu mengedukasi masyarakat untuk peka, memelihara dan menjaga lingkungan.” Bagaimana dengan bangunan-bangunan di lokasi areal hutan mangrove di Teluk Ambon Bagian Dalam sehingga terjadi penurunan luasan mangrove sekitar 15 ha sejak tahun 1998? Ini adalah sekedar contoh. Katakanlah Pemerintah Kota memiliki argumen terkait contoh saya itu, maka argumen tersebut bisa dimuat pada website sehingga fungsi edukasi yang ditargetkan akan semakin nyata.

Etalase Bumi Raja-Raja
                Kita selalu mendengung-dengungkan Maluku sebagai bumi raja-raja. Tetapi apakah yang khas dari slogan tersebut yang langsung ditangkap oleh pandangan mata ketika seorang wisatawan datang ke Maluku? Kota Ambon sebagai ibukota sekaligus pintu masuk utama Provinsi Maluku perlu menangkap momen ini. Salah satu cara mungkin dengan revitalisasi kantor-kantor desa di seluruh Kota Ambon sehingga menampilkan keunikan suatu negeri adat, tidak sekedar gedung kantor yang tidak ada bedanya dengan gedung kantor pada umumnya.

Tempat Sampah
                Beberapa bulan yang lalu, warga Kota Ambon dibuat bertanya-tanya ketika ada wadah berbentuk buah manggis, durian, dan jeruk diletakkan di banyak tempat seantero Kota Ambon. Awalnya saya berpikir ketiga wadah tersebut adalah sejenis hiasan untuk mempercantik kota, mengingat manggis dan durian termasuk jenis buah yang pada musimnya turut membanjiri pusat perdagangan di Kota Ambon. Bahwa ternyata ketiga wadah tersebut adalah varian baru tempat sampah yang disediakan Pemerintah Kota di tempat-tempat umum, saya langsung memikirkan efektifitasnya. Jika ketiga wadah tersebut adalah jenis tempat sampah otomatis yang lebih user-friendly, mungkin akan signifikan dalam meningkatkan kesadaran warga masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. Akan tetapi ternyata kelebihan model tempat sampah seperti itu hanya pada penampakannya dan di kemudian hari mengalami nasib yang kurang lebih sama dengan para pendahulunya.
                Saya mengerti Pemerintah Kota Ambon terus bergelut dengan upaya membangun kesadaran sampah dari warganya. Namun perlu juga memahami kebiasaan masyarakat. Misalnya saya agak-agak emoh jika membuang sampah pada model tempat sampah umum yang diangkat tutupnya secara manual. Jika saya tidak ingin membuang sampah di situ, saya akan tetap menyimpan sampah saya sampai menemukan tempat sampah yang tidak harus dibuka tutupnya. Tetapi masalahnya belum semua masyarakat memiliki kesadaran yang sama. Ini harus menjadi pertimbangan Pemerintah Kota Ambon dalam penyediaan fasilitas umum agar setiap pengadaan yang dilakukan berguna secara maksimal dan terjaga kontinuitasnya.

Angkutan Dalam Kota (Angkot)
                Jika mengacu pada Keputusan Walikota Ambon Nomor 56 Tahun 2015 tertanggal 28 Januari 2015, ada 61 jalur trayek angkutan dalam kota (angkot) di Kota Ambon. Pertanyaannya adalah apakah Pemerintah Kota Ambon secara rutin melakukan pengawasan lapangan terhadap kesesuaian angkot trayek tertentu dengan rute yang ditempuhnya? Berdasarkan pengalaman pribadi, seringkali ada angkot trayek tertentu melayani penumpang tidak sesuai trayek. Dan sepertinya, dengan minimnya pengawasan, hal ini kemudian menjadi sesuatu yang lumrah padahal yang menjadi korban di sini adalah masyarakat. Saya menggunakan contoh angkot trayek Lembah Argo dan BTN Lateri Indah yang jarang sekali melayani penumpang sesuai trayek. Apakah hal ini dikarenakan ada kesepahaman antara sopir angkot trayek tersebut dengan para pengendara ojek yang mangkal di jalan masuk menuju kedua lokasi tersebut, saya tidak mengerti. Kemudian dari sisi tarif, angkot trayek Laha terkadang mengenakan tarif lebih mahal dari yang ditetapkan, khusus bagi penumpang yang naik dari Bandara Pattimura. Hal-hal tersebut dengan sendirinya meningkatkan pengeluaran transpor masyarakat di wilayah-wilayah tertentu. Bagi masyarakat yang tergolong miskin, kondisi seperti ini turut menjadi pemicu sulitnya mereka keluar dari lingkaran kemiskinan yang ada jika dikaitkan dengan data hasil survei yang menunjukkan pengeluaran untuk angkutan dalam kota tergolong dalam 3 jenis pengeluaran rumah tangga terbesar di Kota Ambon.

Pasar Tradisional yang Representatif
                Dari Walikota ke Walikota pasca-konflik sosial di Kota Ambon, Pasar Mardika dan Pasar Batu Merah tak kunjung menjadi pasar tradisional yang layak. Apakah begitu sulitnya melakukan revitalisasi pasar dengan kekuatan sendiri dari waktu ke waktu? Ataukah kita menunggu Pasar Mardika dan Pasar Batu Merah menjadi salah satu target program pemberdayaan pasar oleh Kementerian Perdagangan? Padahal pada suatu waktu dulu, kita pernah memiliki pasar tradisional yang begitu megah dan tertata baik.

Fungsi Rumah Potong Hewan
                Jika fungsi sebuah Rumah Potong Hewan (RPH) dilakukan sesuai peruntukannya, segalanya menjadi aman dan tenang. Akan tetapi jika sebuah RPH mengalami pengayaan fungsi sebagai rumah pemeliharaan hewan juga, ini menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan bagi masyarakat sekitar. Menilik posisi RPH Kota Ambon yang terletak di tengah kota, kita tentu tidak ingin memunculkan kawasan kumuh di tengah kota bukan?


                Hal yang saya sampaikan di sini adalah sebagian kecil dari apa yang menjadi ganjalan di hati warga Kota Ambon. Saya menyampaikannya dengan landasan pikir bahwa Pak Ris dan Pak Syarif adalah pemimpin yang bijaksana dan terbuka bagi masukan yang konstruktif. Semoga dengan belajar dari pengalaman periode sebelumnya, Bapak berdua bisa berlari dengan lebih cepat, tepat, dan berkualitas dalam menata dan melayani Kota Ambon dan segenap masyarakatnya.


Dimuat di Harian Ambon Ekspres edisi 22 Mei 2017

Komentar