tag:blogger.com,1999:blog-29025360524001952812024-03-19T17:46:48.673+09:00PaulinesiaFrom Pauline to Indonesia and more...Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.comBlogger81125tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-77803075139804197252021-01-27T14:03:00.001+09:002021-01-27T14:16:55.534+09:00Bukan Main...<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-XQNNQMUPPJA/YBDzrtOFfiI/AAAAAAAAC6A/CUy8musIYl4g78E4gVXFAnq02KHkwHWMgCLcBGAsYHQ/s1205/Opini%2B27%2BJanuari%2B2021.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" data-original-height="755" data-original-width="1205" src="https://1.bp.blogspot.com/-XQNNQMUPPJA/YBDzrtOFfiI/AAAAAAAAC6A/CUy8musIYl4g78E4gVXFAnq02KHkwHWMgCLcBGAsYHQ/s320/Opini%2B27%2BJanuari%2B2021.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;">Beberapa media nasional di sekitar minggu kedua Januari
2021 memuat pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa penanganan COVID-19 di
Indonesia cukup baik dibandingkan dengan negara-negara lain. Jujur, berita ini
melegakan di tengah hiruk-pikuk pandemi coronavirus ini. Kurang lebih 2 minggu
kemudian, kelegaan itu agak terganggu dengan tajuk berita di salah satu media
cetak nasional terbesar di Indonesia: <b>“Asosiasi RS Swasta: Pemerintah Belum
Bayar Uang Perawatan Pasien Covid-19 Puluhan Miliar Rupiah”</b>. Spontan,
muncul di pikiran saya salah satu meme iklan rokok, “Bukan main…”<o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;">Ada lagi kisah lain yang dimuat di media cetak nasional.
Beberapa waktu lalu, ketika mengomentari 2 pejabat di salah satu daerah
istimewa di negara ini yang positif terjangkit virus corona, sang Sekretaris
Daerah menghimbau masyarakat untuk tidak usah makan bareng-bareng (dalam rangka
meminimalkan melepas masker). Akan tetapi, di suatu wilayah yang berbeda, dalam
rangka merayakan ulang tahun salah satu tokoh penting di negara ini, ada beberapa
orang yang di dalamnya termasuk kepala daerah wilayah tersebut, melepas masker
dan meniup lilin bersama-sama. Menurut pemberitaan, mereka mengaku tetap
menjaga protokol. Lagi-lagi, “Bukan main…”<o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;">Saat ini saya sedang menjadi anak kampus lagi di Negeri
Ginseng, negara yang hari kemerdekaannya hanya berbeda 2 hari dari negara
tercinta – 15 Agustus 1945. Negara yang kira-kira seluas Provinsi Papua Barat
ini miskin sumber daya alam. Mereka tidak memiliki minyak bumi, kebutuhan kayu
sebagian besar dari impor, dan bahkan pernah menjadi salah satu negara
termiskin di dunia setelah era perang saudara di tahun 1950-an. Tapi bagaimana
mereka bangkit dari keterpurukannya sehingga menjadi Korea Selatan yang kita
lihat sekarang ini, itu bukan sulap dan bukan sihir. Bukan main…<o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;">Sektor pendidikan adalah aspek yang ingin saya soroti
dalam opini kali ini. Jika melakukan penelusuran daring, kita akan menemukan
informasi bahwa Korea Selatan adalah salah satu negara paling berpendidikan di
dunia. Waktu yang dialokasikan murid-murid di Korea Selatan untuk belajar lebih
banyak jika dibandingkan kebanyakan negara-negara anggota <i>Organisation for
Economic Co-operation and Develoment</i> (OECD). Bahkan ada pernyataan bahwa
sistem pendidikan di Korea Selatan itu <i>“stressful, authoritarian, brutally
competitive, and meritocratic”</i> atau dengan kata lain “penuh tekanan, penuh
tuntutan, persaingan yang tinggi, dan pencapaian karena kualitas bukan karena pangkat/keturunan/agama.”
Salah satu teman Korea saya pernah mengatakan, kalau lampu tetangga masih hidup
artinya mereka masih belajar dan kita pantang untuk tidur mendahului mereka.
Bukan main…<o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;">Bagaimana dengan Indonesia? Sejak tahun 2000, OECD
melakukan penilaian kemampuan siswa berusia 15 tahun secara international
melalui <i>Programme for International Student Assessment</i> (PISA) setiap 3
tahun sekali, yang mencakup bidang studi Membaca; Matematika; dan Ilmu
Pengetahuan. Indonesia mulai berpartisipasi dalam program ini sejak tahun 2001.
Sejak tahun 2001 sampai 2018, performa siswa di bidang Ilmu Pengetahuan dan
Matematika berfluktuasi, sedangkan performa di bidang studi Membaca cenderung membentuk
kurva distribusi Normal alias gambar lonceng. Satu hal yang pasti, ketiga
indikator dalam pengukuran skor PISA Indonesia tersebut mengalami penurunan
pada publikasi terbaru di tahun 2018. Padahal anggaran pendidikan di Indonesia
terus meningkat. Bukan main…<o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;">Hasil penelitian kolaborasi World Bank dan Pemerintah
Australia melalui artikel <i>“Who Learns What in Basic Education? Evidence from
Indonesia”</i> di tahun 2018 cukup menyentakkan. Ada sekitar 40-50 persen siswa
SD dan SMP yang tidak menguasai kemampuan dasar yang diatur dalam kurikulum
yang berlaku di Indonesia, yang bersifat esensial untuk pembelajaran tahap
selanjutnya. Sangat sedikit siswa di Indonesia mempelajari penghitungan bidang
datar dari sebuah segitiga di akhir kelas 5 ataupun aturan dasar operasi
Matematika (penjumlahan, pengurangan, dan perkalian) di akhir kelas 4. Temuan
lainnya adalah, banyak siswa SD dan SMP di Indonesia yang mengalami kesulitan
mengerjakan soal latihan Matematika dalam bentuk soal cerita. Cukup
mencengangkan ya? Bukan main…<o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;">Saya secara pribadi terpana juga ketika mengetahui
fakta lainnya bahwa, dengan mengacu ke skor PISA, pencapaian pendidikan kita
berada di bawah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand, serta hanya
lebih baik dibandingkan Filipina. Secara empiris, ini sesuai dengan cerita
seorang kenalan dari Malaysia yang mengatakan bahasa Inggris menjadi bahasa
kedua yang diajarkan di sekolah-sekolah. Lah kita? Bahasa Indonesia aja masih
tertatih-tatih. Bukan main…<o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;">Tujuan saya menyentil tentang isu pendidikan adalah
untuk pada akhirnya dikaitkan dengan penanganan COVID-19 di Indonesia,
khususnya di bumi raja-raja, Maluku tercinta. Sudah banyak yang Pemerintah dan
pihak terkait lakukan untuk mengampanyekan tindakan-tindakan praktis untuk
menahan laju penyebaran virus. Mulai dari <b>3M (Memakai Masker; Menjaga Jarak;
dan Mencuci Tangan)</b>, sampai pun saat ini ada lagi tambahan <b>2M lainnya:
Mengurangi mobilitas dan Menghindari kerumunan</b>. Namun hal ini nampaknya tidak
linier dengan kesadaran masyarakat. Ada yang berpendapat, masyarakat sudah <i>cape</i>.
Bahkan ada kabar-kabur yang mengatakan, <i>“Kalau corona ini benar ada, pasti sudah
banyak orang di pasar (tempat keramaian) yang meninggal karenanya!”</i> Bukan
main…<o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;">Sejenak kembali ke Korea Selatan, negara ini diakui
sebagai salah satu negara dengan penanganan COVID-19 terbaik di dunia. Saya lalu
menduga, rendahnya ketaatan masyarakat terhadap aturan dan himbauan Pemerintah,
secara khusus terkait pencegahan penyebaran virus COVID-19, turut dipicu oleh
rendahnya kualitas pendidikan masyarakat. Mungkin akan ada yang berkomentar: “<b>Tapi
kan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), baik pada level Indonesia maupun
Provinsi Maluku, terus meningkat sejak tahun 2010 – 2019?</b>” Untuk diketahui
bersama, IPM sebagai salah satu ukuran kemampuan manusia dibentuk oleh 3 aspek:
<b>umur panjang</b> (diukur dengan angka harapan hidup saat lahir); <b>pendidikan</b>
(diukur dengan angka harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah); serta <b>penguasaan
sumber daya yang dibutuhkan untuk kehidupan yang layak</b> (diukur dengan
pengeluaran per kapita).<o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;">Saya sebutkan di atas, bahwa Pemerintah dan pihak
terkait sudah banyak melakukan kampanye tindakan-tindakan preventif dalam
memutus mata rantai coronavirus. Namun, Pemerintah juga perlu berbesar hati
untuk menerima masukan bahwa masih banyak <b><i>blind spots</i></b> (titik
lemah) yang harus dibenahi. Seingat saya, Pemerintah Kota Ambon pernah
mengeluarkan peraturan tentang denda bagi masyarakat yang tidak mengenakan
masker. Apakah peraturan itu ditegakkan secara kontinyu? Aparat keamanan pun turut
berjaga-jaga di jalan sambil memantau penggunaan masker di jalan-jalan, tetapi
apakah konsisten? Secara saya pernah berkendara dan melihat seorang aparat
keamanan tidak melakukan tindakan apa-apa kepada anggota masyarakat yang
berjalan di dekatnya tanpa menggunakan masker. Bukan main…<o:p></o:p></p><p>
</p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;">JIKA di satu sisi, masyarakat tidak sepenuhnya taat
aturan atau bahkan jangan-jangan tidak mau diatur(?), dan di lain sisi
Pemerintah sebagai pihak yang berwenang, tidak tegas dan tidak konsisten dalam
penerapan aturan, maka kekacauan sosial dan ekonomi hanyalah masalah waktu. <b><i>Kalo
su bagitu, sapa mo help?<o:p></o:p></i></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><b style="text-indent: 1cm;"><i><br /></i></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><b style="text-indent: 1cm;"><i>~ Harian Ambon Ekspres edisi Rabu, 27 Januari 2021</i></b></p><p><br /></p>Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-44977757229231847022020-12-29T17:40:00.009+09:002021-01-02T14:25:20.034+09:00Melewati Tahun (=Lembah Kekelaman) Kedua di Korea SelatanMenggunakan hitung-hitungan kalender normal, lama saya menjadi penduduk Korea belum genap 2 tahun. Akan tetapi berdasarkan kalender akademik, saya sudah menyelesaikan 2 tahun menjadi mahasiswa di Korea Selatan. So, inilah rangkuman kisah menjalani tahun kedua di Korea Selatan.<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /><br /></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-GezZwrjeb0U/X-riaJcCNdI/AAAAAAAAC30/vSvFU2N1UxwSANZmPDsYCyf_D42Gi8cnQCLcBGAsYHQ/s552/phd.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="233" data-original-width="552" height="169" src="https://1.bp.blogspot.com/-GezZwrjeb0U/X-riaJcCNdI/AAAAAAAAC30/vSvFU2N1UxwSANZmPDsYCyf_D42Gi8cnQCLcBGAsYHQ/w400-h169/phd.jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">https://jokogunawan.com/blog/2018/10/07/education/420/</span></td></tr></tbody></table><br /><div>Spring 2020 atau semester ketiga, saya selesaikan secara online dari Ambon, Indonesia. Ini benar-benar luar biasa dan menjadi pengalaman tak terlupakan. Menjadi mahasiswa di LN tapi kuliah dari rumah. Kurang enak apa coba? Sebelum Fall 2020 dimulai, alias semester keempat, saya kembali ke Korea dan mengawali aktifitas rutin dengan masa karantina 14 hari yang saya jalani di luar asrama.</div><div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-AkMp2LWSTRw/X-rjHg75VZI/AAAAAAAAC4A/olfo27zQb9IOuh0l5xZt99_K5tPwIKpYwCLcBGAsYHQ/s2048/20201109_152606.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1536" data-original-width="2048" height="300" src="https://1.bp.blogspot.com/-AkMp2LWSTRw/X-rjHg75VZI/AAAAAAAAC4A/olfo27zQb9IOuh0l5xZt99_K5tPwIKpYwCLcBGAsYHQ/w400-h300/20201109_152606.jpg" width="400" /></a></div><br /><div>Tinggal di asrama di era new normal ini ada plus-minusnya. Plus-nya, sekamar hanya boleh ditempati oleh satu orang. Minus-nya, uang asrama mengalami kenaikan sekitar 40 persen di saat uang saku tidak mengalami pertumbuhan positif. Ditambah fakta bahwa pada tahun 2019, menurut the Economist and Intelligence Unit, Seoul menempati urutan ke-7 kota dengan biaya hidup termahal di dunia, lengkaplah sudah. Itu sebelum COVID-19 menjajah loh ya. Apalagi setelahnya? Hahaha.. Nasib.</div><div><br /></div><div>Anyway, thank God, beta masih survive sampai detik ini. Perkuliahan fall 2020 menurut rencana akan berlangsung online di 4 minggu pertama dan setelahnya secara hybrid. Namun dalam kenyataannya berlangsung online sepanjang semester sesuai kesepakatan dengan Professor. Enak juga. Setelah bangun tidur, ke kamar mandi, trus naruh makan pagi di samping laptop, mulai deh kuliah. Di sela-sela break, bisa manasin waffle, tidur bentar, atau apalah sebelum nongkie lagi di depan laptop.</div><div><br /></div><div>Dikarenakan tinggal di asrama, kami wajib melaporkan suhu badan dan ada-tidaknya gejala sakit, sekali dalam sehari melalui link yang tersedia di web asrama. Setiap perkembangan terkait coronavirus pun selalu diumumkan. Ketika Sensus Penduduk 2020 Korea Selatan diselenggarakan, kantor asrama cukup proaktif mensosialisasikan.</div><div><br /></div><div>Awalnya, saya keluar 2 kali seminggu untuk berbelanja kebutuhan pokok dan melihat dunia. Tapi lama-kelamaan, sekali seminggu doang keluarnya. Minimnya aktifitas luar ruangan membuat saya mengurangi porsi makan saya. Alhasil, beras 4 kg itu cukup untuk 4 bulan plus beberapa porsi nasi instan. Tapi berkurangnya porsi nasi itu mengalami cancel in-cancel out dengan cemilan. Hahaha.. Sama aja ya? Saya mulai jatuh cinta dengan bakpau isi kacang merah-nya Korea, kue-kue beku-nya Korea, pizza Bulgogi-nya, dsj.</div><div><br /></div><div>Walaupun sebagaimana negara lainnya, Korea Selatan masih terus bergelut dengan peningkatan kasus terinfeksi COVID-19, saya harus akui, rasanya lebih tenang hidup di Korea dibandingkan Indonesia. Saya sampaikan itu dalam evaluasi online dengan Direktur Utama LPDP dan jajaran. Secara di Korea Selatan itu peraturan ditegakkan dan dipatuhi (sebagian besar) masyarakat. Dalam 4 bulan, baru 2 kali saya bertemu orang yang berjalan di jalan kecil dengan tidak menggunakan masker. Bagaimana dengan Indonesia? Tapi ya, sebagai WNI, apa boleh buat. Ketika waktunya harus kembali, mau tidak mau harus segera beradaptasi.</div><div><br /></div><div>Satu hal yang paling menarik, mendebarkan, dan menegangkan di fall 2020 adalah bahwa di semester ini saya harus menyelesaikan ujian komprehensif saya. Ini yang bikin sepanjang semester, makan tak nyaman, tidur tak nyenyak. Ehmm, ini agak hiperbola. Hahaha... Tapi, iya juga sih. Kalo ga ada yang dikerjakan sih bisa lebih fokus ya. Menuju ke ujian komprehensif alias ujian kandidasi itu, makin asoy..</div><div><br /></div><div>Dalam persiapan menghadapi ujian kompre, saya harus mempelajari materi dari 8 Professor yang akan diujikan selama 5 jam secara tertulis dan tutup buku. Di saat usia sudah tidak lagi muda, dan neuron-neuron di otak ga se-cetar masa S1 dan S2, ini tantangan (BERAT!). Modal <i><b>study hard, pray harder</b></i> menjadi andalan saya. Hahaha.. Bener-bener butuh kekuatan ekstra dari Sang Pemberi Hidup.</div><div><br /></div><div>Ketiba tiba hari-H, saya sudah mempersiapkan bekal buat pengganjal perut di kala break antar sesi. Ada pisang, biskuit, dan minuman. Namun yang terjadi, semua itu tidak tersentuh sedikitpun. Puji Tuhan-nya, dengan pertimbangan kadang dalam ruangan ga terlalu hangat sekalipun ada pemanas, saya sudah memperlengkapi diri dengan memakai thermal underwear, sweater, syal, dan jaket tebal. Dan memang kejadian. Sekalipun ada pemanas, kami perlu tetap menggunakan jaket tebal sampai selesai ujian. Bayangkan kalo ujian sambil kedinginan. Ga lucu poool!</div><div><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-o03wXCKVDjc/X-v3uLJiv6I/AAAAAAAAC4M/U5_hlJtiN28Vcy4Nwo3LPPCXFsL053GHQCLcBGAsYHQ/s2048/20201212_130319.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1536" data-original-width="2048" src="https://1.bp.blogspot.com/-o03wXCKVDjc/X-v3uLJiv6I/AAAAAAAAC4M/U5_hlJtiN28Vcy4Nwo3LPPCXFsL053GHQCLcBGAsYHQ/s320/20201212_130319.jpg" width="320" /></a></div><br /><div>Sebelumnya saya pikir, tes IELTS sudah merupakan tes paling menegangkan sedunia. Ternyata, dari pengalaman saya (yang tentunya berbeda antar individu), tes IELTS ga ada apa-apanya. Ketika ujian kompre kemarin itu, sampai-sampai ketika terasa perih di tangan bagian kanan, ternyata saking mengalami gesekan terus-menerus dengan kertas saat menulis, itu udah merah banget dan udah mau lecet. Akhirnya kudu mengatur posisi tangan saat menulis supaya ga lagi tergesek dengan kertas. Sesuatu kan? Mo mikirin jawaban kek, posisi tangan kek.. Aigooo...</div><div><br /></div><div>Ketika ujian yang langsung diawasi oleh salah satu Professor itu selesai, rasanya beban berat terlepas. Saya masih sanggup keluar belanja di depan kampus sebelum kembali ke asrama. Setibanya di asrama, baru berasa kayak ga ada tulang. Lemes, letih, lunglai... Tapi ga bisa langsung tidur juga. Masih ada satu paper yang kudu diselesaikan. Hahaha..</div><div><br /></div><div>Menilik gambar kaos bertuliskan PhD Student vs. PhD Survivor di atas, kurang lebihnya bisa menyimpulkan tahapan perjalanan menuju selesainya studi pada suatu jenjang doktoral, sekalipun tidak ada satu konsensus yang jelas terkait hal itu. Pada umumnya ketika memulai studi S3, kita secara otomatis menyandang status sebagai Ph.D Student. Tahapan berikutnya adalah menggantikan kata "Student" dengan "Candidate". Di sini ini yang bervariasi antar universitas. Namun, pada umumnya, setelah menyelesaikan comprehensive exam, dimana hanya tersisa tahapan penulisan disertasi, seseorang bisa disebut sebagai Ph.D Candidate.</div></div><div><br /></div><div>Awalnya, saya menganggap perbedaan itu penting. Tapi makin ke sini, makin berasa, yang penting mah, selesai tepat waktu atuh! Sedemikian hingga setuju banget untuk lebih menggunakan istilah Ph.D Survivor (=selesai tepat waktu, sesuai yang ditargetkan).</div><div><br /></div><div>Ketika dinyatakan lulus ujian kompre, saya hanya bisa bersyukur. Untuk sampai ke titik ini, mo dibilang klise kek apa kek, ini semata-mata anugerah Tuhan. Saya akui kalo saya termasuk siswa yang cemerlang sampai dengan bangku SMA. Tapi tidak semasa menyandang status mahasiswa S1 dan S2. Saya masuk <a href="https://stis.ac.id/" target="_blank">Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS)</a> hanya karena itu sekolah kedinasan dan ada jaminan menjadi PNS setelah lulus. Alhasil, belajar hanya untuk lulus. S2 saya di ITS pun karena ada beasiswa dari kantor, dan shock banget setelah nyampe di ITS dan tahu jurusannya Statistik. To some extent, survivor juga sih ya. Hahaha... Sedemikian hingga saya tidak heran, ketika salah satu senior saya mengatakan, <i>"Pauline mau S3 ke Korea? Waah, padahal dulu biasa aja ya?"</i>. She knew me well; however, people change.</div><div><br /></div><div>Dengan pertolongan Tuhan, kiranya saya dimampukan untuk menyelesaikan satu lagi etape (dengan berbagai sub-etape-nya!) untuk menghilangkan apapun embel-embel yang ada di belakang tulisan Ph.D dan menjadi seorang Ph.D. Ini akan menjadi etape yang semakin tajam tikungan dan tanjakannya, tapi saya pandang sebagai kesempatan mengaktualisasikan permasalahan yang ada di daerah asal saya menjadi satu kontribusi yang berarti dalam cara kita memandang dan membangun Indonesia dengan lebih baik. May God help me!</div><div><br /></div><div>Sebagai puteri asli Maluku, kalau bukan saya yang mengangkat permasalahan yang ada di daerah saya, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Secara untuk dapat beasiswa, ada batasan umurnya ee.. Hahaha..</div><div><br /></div><div>Stay safe, stay healthy, and stay sane, everyone. Annyeonghaseyo and God bless us!</div>Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-39065049465576739982020-10-16T23:06:00.025+09:002021-03-02T12:45:32.594+09:00Get connected with God, and see...<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://www.pinterest.com/pin/523543525404590763/" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="960" src="https://1.bp.blogspot.com/-v9lsWpE3gR8/X4mn9pZB3YI/AAAAAAAAC2c/9JwEptvRJIwEAjTWNA1XNSkHDdWYJow5wCLcBGAsYHQ/s320/755264472ba7e651aa1aa441df3c95ba.jpg" width="320" /></a></div><div><p><br /></p><p></p><p><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">I came to a point as I reflected
on God's kindness and mercy in my life when God put this idea in my mind: <b>"<i>Why
don't you documenting your journey with God in an article? It will bless people
who stop by on your blog!</i>"</b> So here are some remarkable
moments of my spiritual journey with God.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">1990's</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">I started to know that God is
real when I was in junior high school. I remember that my mother was in another
city in the western part of Indonesia and still didn't get a ticket back home.
My father summoned us, his children, and said,<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">"<i>Pray for Mama. Mama
still doesn't get a ticket to go back to Ambon. So, tonight Mama and Stevi (one
of my big brothers) will stay up late at the ticket booth for trying to buy a
ticket in the early morning the next day.</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">I prayed as my father asked for
doing that. The next day, my father told us that my mother had already obtained
a ticket. When I heard the news, I was stunned in the real and true sense. God
answered my prayer! That means God is real, right? That experience was the
beginning of my journey to know Him.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">1997</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">In preparation for the high
school national final exam, one night, while sitting on a bed with a lot of
textbooks, I said, "<i>God, I will be graduating soon altogether with my
brother. But God, my parents don't have enough money to send us to the
university. So I asked for a scholarship so that our parents can focus on my
brother's tuition fees.</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">God answered my prayer by allowing
me to enroll at the Institute of Statistics (<a href="https://stis.ac.id/" target="_blank">STIS
- Sekolah Tinggi Ilmu Statistik</a>), a government-funded institution that the
alumni will automatically be appointed as a civil servant at Statistics
Indonesia (<a href="www.bps.go.id" target="_blank">BPS
- Badan Pusat Statistik</a>).<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">2000</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">I will soon complete my 3-year
diploma at STIS and in preparation for graduation. For being accepted to the
4-year program, a GPA selection was implemented. So for me, it's such an
impossible thing. So I prayed, "<i>Lord Jesus, what if because there is me
in this cohort and that You love me, so can You just make everyone be
transferred straight to the next level without any other selection?</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">It happened as I prayed. Our
class is the first batch in the history of STIS, where all 3-year program
graduates proceed directly to the 4-year program without any GPA selection.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">2005</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">One afternoon, approximately two
weeks before my father passed away, I was sitting on the porch of my relative's
house in Masohi, Central Maluku (my workplace, which is a different city from
my hometown). Suddenly, it seemed like a flash of an incident appeared in my
mind. I saw my dad lying stiff in a coffin, wearing a black "<i>baniang</i>"
(Maluku Protestant Church Assembly outfit for the elders). I was wearing a dark
blue blazer and conveyed thanks in front of the congregation in the church. Seeing
that vision made me spontaneously shocked.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Two weeks later, my father died
due to a sea accident after bringing aid to a congregation on Seram Island.
People from that place put a white shirt and black trousers on my father's
body. As my father's corpse arrived at home, my family, according to our
pastor's request, changed my father's clothes to "<i>baniang</i>".
Furthermore, the person who was supposed to express gratitude in the church was
my mother's younger brother. However, he canceled it at the last moment. One of
my mother's younger cousins then told me that my mother asked me to replace
him. I immediately rejected it because I was the youngest child and a girl. I
still have three older brothers. But then I did it, wearing a dark blue blazer!<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">2006</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">God's answer to my prayer
asking for a scholarship turned out to be continued. God didn't only give me a
scholarship for my undergraduate but also the master's degree. I was given the
opportunity with colleagues and seniors from our representative offices
throughout Indonesia as the first batch of in-country scholarships at the
Sepuluh Nopember Institute of Technology (<a href="https://www.its.ac.id/" target="_blank">ITS</a>)
in Surabaya. On my birth date, which coincided with the test date at ITS, I
experienced a dialogue with God which later became one of the foundations for
the process of hearing and understanding God's voice. Of course, God didn't
speak from heaven. But His guidance through my conscience is so real.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">There are five women in that
first batch. After finishing administration matters, the five of us were hunting
for boarding houses, starting from inside the campus complex to the outside. We
have explored three alleys outside the campus complex and have never found one
that fits our standard. We then decided to rest for a while at a place opposite
the next path. While drinking, I saw a house that was quite magnificent with two
floors. Spontaneously there was a voice in my heart, <b>"<i>You'll
board there</i>."</b><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">My mind then responded, and
there was a silent dialogue. I said, "<i>Really, God? First, it's not
necessarily a boarding house. Second, even if it's a boarding house, are there
empty rooms? Third, even if there is an empty room, the rental rate must be
expensive.</i>" Yet, no more response. The house was then subjected
to our further check, which turned out to be a boarding house. But there were
only two empty rooms left, while we are five. As leaving the boarding house gate,
I said, "<i>God, it doesn't work.</i>" Again, no response.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">The next day I was called by a
friend who told me that one of our friends had already got a boarding house and
what if the four of us take the boarding house that had two rooms left
yesterday while looking around. I agreed. The next month the three friends of
mine found a new boarding house. When I communicated it with my mother, she
said that her heart was more inclined to stay in the current boarding house.
Simply speaking, I was boarding at that place for 24 months from April 2006 -
March 2008.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">2008</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">After been graduated, I went
back to my hometown in March 2008. Around the end of September, my mother and I
attended a church service. Not long after we had seated, a voice appeared in my
heart,<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">"<i>Even for a 2-year
matter, I have shown it to you. Moreover, for an everlasting affair, I
will also show it to you!</i>"</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Immediately, I remembered the
process I get my boarding house in 2006, which I had been living in for two
years. Without fully understanding what God meant by those words, I said,
"<i>Lord, my life is Yours. Just arrange it as whatever You want.</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">2013</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">I was on my way to a village in
a particular district on another island for work. It was the first time I will
visit that area, so the head of our representative office there assigned a man
to accompany me and be my guide. At a point, I went ahead of him. When we
arrived at a T-junction, there was a choice of a left or right turn. The right
side of the road seems broader and more comfortable, while the left has more
grass. So, I planned to take the right turn. Spontaneously, in the heart came
these words, <b>"<i>Take the left</i>"</b>, which I then follow.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">When we arrived at the
destination, the guide asked me, "<i>Have you ever come to this place?</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Of course, my answer was,
"<i>No! That's the reason I need a guide</i>". Then the guide
continued,<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">"<i>When we reached the
T-junction, how did you know that we should choose the left?</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Again, God's guidance was genuine
to me.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">2015</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">I remember very well it was in
early January, just after the New Year's celebrations, and I was washing the
dishes. I said this while washing,<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">"<i>God, this year is the
last year of the R & D management in the church (I am one of the
administrators), and the history of the congregation has not yet been
completed. Can You please allow me to go to the Netherlands for one month so
that I can get related information?</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">After that, I never thought
about that prayer anymore. In early February, at my desk in the office, taking
a short break from my work, I opened several news websites, and somehow I
arrived at one of the websites informing the short course to the Netherlands. I
then downloaded several short courses related to my field of work. That
afternoon I opened the files again and then decided that I would apply to a
short course that most related to me. I ended up with a short course in which
the duration was four weeks, a.k.a one month! I applied for the short course
that afternoon. Two days later, I received an email from the organizing
institution,<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">"<i>Thank you for your
interest in our short course program. But excuse us, your TOEFL is not as
requested.</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">I immediately replied to the
email as follows,<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">"<i>Thank you for the
response. I admitted that my TOEFL is not what was requested. But let me
explain. I live and work in Maluku, in the eastern part of Indonesia, which
only has one TOEFL test place, and that is only for an ITP TOEFL. I have to go
to another city in Indonesia to get another TOEFL or IELTS certificate. I'm not
asking for an exception. What I'm doing is giving an explanation why my TOEFL
is not as requested. Thank you.</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Two days passed without any
reply. Then I asked God, "<i>God, they haven't replied to my email yet. I
think they supposed to say something, even though it's still a rejection.</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Soon after that, there was a
voice in my heart, <b>"<i>Be patient. The board are discussing your
case.</i>"</b><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">I then said, "<i>Okay,
God!</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">In the next two days, I got an
email.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">"<b><i>Our board has
discussed your problem. For your case</i></b><i>, your TOEFL is accepted.
Please send the other related documents for the application.</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">I told my boss, "<i>I know
that this is such as the beginning of a long journey. However, to this point,
God is awesome!</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Shortly, I received the LoA
from the organizing university, and the next step was to apply for the funds to
The Netherlands Fellowship Programs (NFP). At the end of February 2015, I
completed all applications and informed that the result would come at the end
of May 2015.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Having thought that I was
halfway through the short course selection to the Netherlands, I started
planning a trip. Since it will be four weeks in the Netherlands, I plan to
visit Belgium on the first weekend, then Paris on the second, and Germany on
the third.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">At the end of March 2015, his
voice came again during a family thanksgiving service. If I can describe it, it
sounded like a disappointed one: <b>"<i>You promised Me that if you
were allowed to go to the Netherlands for a month, you wanted to find
information about the history of the congregation. Why are you planning
something else now?</i>"</b><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Instantly, I bowed down my head
and whispered, "<i>God, please forgive me. I cancel all those plans for
the weekend vacations. Yet, please make way for me to accomplish my previous
plan.</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">It didn't stop there. I was
still thinking and said, "<i>But God, do You make way for me to pass the
selection? Now is still the end of March, and the announcement won't be until
the end of May!</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">And it turned out that I was accepted
based on the announcement in early June 2015. Amazing! I have been given the
result by God since the end of March, although it came as a warning.<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">2017</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">I was in Hyderabad, India, when
I received an invitation letter for the final selection of a scholarship for my
Ph.D. The body of the email informed me that the final selection would be held
in September. I immediately panicked because I would still be in India until
the end of September. I spontaneously talked to God, "<i>If it was just
not to complete all the selection stages, why was I be brought to this point?</i>"
Instantly, a voice appeared in my mind, <b>"<i>Be patient. You even
haven't read the complete information yet.</i>"</b><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Sometime later, when I had the
opportunity to uncover all attachments, I found that my area's final selection
would be held on October 5-7, 2017, while I will have arrived home on October
1, 2017. What a perfect arrangement God made for me!<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">On the way back from India, the
plane I was traveling in was transiting in Bangkok. When I arrived at the
waiting room for my flight to Jakarta and was successfully connected to the
internet, I automatically wanted to open Facebook and Whatsapp. Suddenly a
voice in my heart said, <b>"<i>How can you read other things first
rather than the Bible?</i>"</b> I then responded by asking for God's
forgiveness and then reading the Bible. Even I took some moments to pray such
that I was among the last five passengers to board. I've done online check-in
and chose a window seat in a two-seat formation. A passenger near the aisle was
a foreigner who had to stand up first to make way for me to go to my seat.
About 30 minutes after the plane took off, I wanted to go to the toilet, but I
hesitated to consider that the man beside me needed to stand up earlier. So, I
prayed, "<i>God, would You please make this man stand up without I have to
ask him?</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Five minutes passed, and that
man was still seated peacefully. I then turned to the window of the airplane
and this time whispered, "<i>God, please... I need to go to the toilet,
a.s.a.p.</i>"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Just then, a voice appeared in
my mind, <b>"<i>Be patience.</i>"</b><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">It's not until the count of 10,
and the man stood up to take something from the compartment above. Soon, I went
to the toilet while smiling and saying, "<i>Thank You, Lord Jesus</i>!"<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">2019</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">On Friday night, March 22,
2019, I was at one of the lowest points of my life. I will have a presentation
to do the next Tuesday, but still blank about the material even though I've
been going back and forth with related articles. So depressed and suffered. I
then went out to the balcony and looked at the sky. With tears in my eyes, I
admitted, "<i>Lord, this is too difficult for me. I can't do that on my
own. But for You who created the sky and all the beauty that I am witnessing,
this must be an easy thing. Make me understand it, God. I believe You can!</i>"
After singing a song and praising God, I returned to my bedroom and read the
Bible according to my colleagues' sharing. It was from Job 37. As I read verses
5-6, I was confused and didn't understand its relation to my situation. Here
are the verses,<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">5 "</span><span style="background: white; color: black;">God's voice thunders in marvelous
ways;</span></b><b><span style="color: black; font-family: "Segoe UI",sans-serif;"><br />
</span></b><b><span style="background: white; color: black; font-family: "Courier New"; font-size: 5.0pt;"> </span><span style="background: white; color: black;">He does great things beyond our
understanding.</span></b><b><span style="color: black; font-family: "Segoe UI",sans-serif;"><br />
</span><span style="background: white; color: black;">6 He says to the
snow, 'Fall on the earth,'</span></b><b><span style="color: black; font-family: "Segoe UI",sans-serif;"><br />
</span></b><b><span style="background: white; color: black; font-family: "Courier New"; font-size: 5.0pt;"> </span><span style="background: white; color: black;">and to the rain shower, 'Be a mighty
downpour.'</span></b><b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">"</span></b><span style="color: black; font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Can you believe that the next
day, those verses were fulfilled?! It's around noon on Saturday, March 23,
2019, when my roommate said, "<i>Wow, there's snow.</i>" I
spontaneously got out of bed and said, "<i>No way! Snow is out of season.</i>"
But it was true. It was my first snow, at the end of March! A few moments
later, there was a sound of thunder in the sky, and also rain! I was silent and
amazed. Through all of that, it was as God wanted to say, <b>"<i>Here,
I am! Last night you were looking for Me, right?</i>"</b><o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="color: black; font-size: 13.5pt;">Later, I got my first A+ for the
course I've struggled with for my first presentation!<o:p></o:p></span></p>
<p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="font-size: 13.5pt;"><br /></span></p><p style="-webkit-text-stroke-width: 0px; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; orphans: 2; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-thickness: initial; widows: 2; word-spacing: 0px;"><span style="font-size: 13.5pt;">The conclusion of my sharing
is: God is real and works through our daily lives. We can talk to Him anytime
without worrying about the connection, protocol, etc. So, just start your
conversation with God now! It's such as open up the most precious treasure
chest. I did it!</span></p><p></p></div>Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-84417403029812744782020-09-09T12:36:00.010+09:002020-09-09T23:30:45.340+09:00Teruskanlah Kebaikan yang Kita Terima..<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-3w7NJ50FmRA/X1hKspWPOqI/AAAAAAAACz4/GEMbd7eFPdEjIkdmB6TdZa_f2QkvI86ZQCLcBGAsYHQ/s346/th%2B%25281%2529.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="195" data-original-width="346" src="https://1.bp.blogspot.com/-3w7NJ50FmRA/X1hKspWPOqI/AAAAAAAACz4/GEMbd7eFPdEjIkdmB6TdZa_f2QkvI86ZQCLcBGAsYHQ/s320/th%2B%25281%2529.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Kemarin saya membaca kisah Pak
Dedi Mulyadi, salah satu anggota DPR RI, yang diberitakan <a href="https://regional.kompas.com/read/2020/09/07/20135191/dedi-mulyadi-kaget-penjual-keripik-bawang-meninggal-di-depan-matanya" target="_blank">Kompas</a>, yang mana t<span style="background: white; color: #2a2a2a;">adinya beliau ingin
masuk tol namun jadinya memutar arah karena tiba-tiba merasa ingin masuk ke
jalur itu. Saat melewati jalan arteri itulah beliau melihat seorang pria paruh
baya sedang duduk di pagar tembok untuk istirahat dengan di depannya ada
tumpukan keripik bawang. Kata Pak Dedi, <i><b>"Saya sudah maju jauh, mundur lagi
karena melihat pria itu dan ingin membeli dagangannya,"</b></i></span>. Singkat
kata, beliau membeli semua keripik bawang yang dijual dan bahkan mengantar penjualnya
pulang ke rumah. Di sana, pak penjual itu jatuh meninggal di depan Pak
Dedi dan keluarganya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="background: white; color: #2a2a2a; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Saya jadi teringat pernah
mengalami hal yang kurang-lebihnya sama, semasa masih kuliah di ITS Surabaya. Pada suatu waktu,
ketika tidak ada jadwal kuliah, dengan menggunakan sepeda motor saya menuju ke
daerah Ubaya. Ketika melewati kompleks perumahan Galaxy yang mana setau saya
pada saat itu termasuk kawasan elit dengan rumah yang umumnya berpagar tinggi,
sekilas saya melihat seorang ibu duduk di depan salah satu gerbang rumah.
Kemudian kepikiran, <i>“Tuh Ibu ngapain ya duduk di situ?”</i> Rasanya aneh, karena ga
ada orang sepanjang jalan itu yang duduk nggelosor gitu depan rumah. Sepertinya
bukan pemilik rumah juga. Dalam kebingungan itulah muncul pemikiran, <i>“Kamu
balik deh, samperin Ibu itu.”</i> Saya spontan bengong. Balik? Duh, kudu muter lagi.
Secara itu satu arah jalannya. Tapi di hati kuat sekali kalo saya harus balik
ke Ibu itu. Dan saya turutin.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Setibanya saya di depan Ibu itu,
saya turun dari motor, menghampirinya dan terjadilah dialog.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Saya (S) : Ibu, ngapain di sini?<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Ibu itu (I) : Saya mau bertemu
suami saya yang bekerja di proyek konstruksi deket sini, Mbak.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;">S : Ibu sudah ketemu suami Ibu?<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;">I : Kata orang di proyek itu,
suami saya sudah pindah entah kemana.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light", sans-serif">S : Lalu kenapa Ibu duduk di sini?
Kenapa tidak pulang saja?</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;">I : Saya harus ketemu suami saya,
Mbak. Saya dari Malang. Anak saya masuk rumah sakit dan butuh biaya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Di situ, saya baru sadar bahwa
ekspresi beliau itu sedih dan sepertinya putus asa. Bayangkan, anak sakit,
jauh-jauh dari Malang dengan harapan ada solusi dengan bertemu suami, tetapi
suami entah dimana. Saya kemudian ingat, di kost itu saya punya sejumlah uang.
Ceritanya, ada pertemuan Kepala BPS Kabupaten/Kota di salah satu kota di Jawa
Tengah. Di zaman yang belum online itu, para Kepala BPS Kabupaten/Kota dari
Maluku minta bantuan saya membelikan tiket kereta dari Surabaya ke kota tempat
pelaksanaan kegiatan. Uang ganti pembayaran tiket yang mereka berikan, masih saya
simpan di lemari kamar kost. Segera saya bilang, <i>"Ibu tunggu bentar ya. Jangan
kemana-mana.<o:p></o:p></i></span><i>"</i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Saya segera memacu motor kembali
ke kost saya yang terletak di Keputih. Kira-kira 15 menit berkendara. Di atas
motor sepanjang perjalanan itu, saya menangis sejadi-jadinya. Saya ingat pada
suatu masa, (Alm) Mama saya pun pernah membutuhkan uang untuk pembayaran uang
masuk sekolah salah satu kakak saya. Pada waktu itu, saya menemani Mama ke
rumah kepala kantor (Alm) Papa saya, namanya Pak Butje Nanlohy, untuk meminjam uang. Lebih dari 1
jam, saya menemani Mama duduk dengan isteri kepala kantor-nya Papa (Tante Joice),
menunggu Pak Butje pulang kantor. Saya bisa membayangkan perasaan malu Mama
saat itu, karena harus meminjam uang. (Alm) Mama yang saya kenal itu pantang meminjam dan mengajarkan kami untuk sebisa mungkin jangan berhutang. Sampai beliau harus meminjam uang, itu artinya sudah tidak bisa sama sekali. Di satu sisi, saya sungguh amat sangat menghargai keramahan Tante Joice yang menerima
kami dengan penuh kasih. Tidak ada tampang masam ataupun kekasaran yang nampak,
padahal beliau tahu, Mama datang untuk meminjam uang.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Doa saya di atas motor
dengan pandangan yang agak buram karena berlinangan air mata, <i>“Tuhan, tolong
tahan Ibu itu di situ. Jangan biarkan beliau beranjak pergi kemana-mana. Saya mengerti benar perasaannya saat ini.” </i></span><span face=""Calibri Light", sans-serif">Sampai di kost, saya ambil semua
uang ganti pembayaran tiket yang ada, dan langsung kembali ke tempat Ibu
tersebut duduk. Syukur kepada Tuhan, Ibu itu masih di sana. Turun dari motor,
saya langsung berikan uang itu kepada Ibu tersebut yang tidak serta-merta mau
menerimanya. Beliau masih bertanya, <i>“Nanti Mbak sendiri bagaimana?”</i>. Trenyuh
banget rasanya. Saya bilang, <i>“Ibu ga usah mikirin saya. Ibu lebih perlu.”</i> Saya
lalu menganjurkan beliau agar segera kembali ke Malang supaya bisa mengurus
anaknya yang sakit sambil berdoa, semoga bisa segera menerima kabar dari suami
beliau.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light",sans-serif" style="mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-theme-font: major-latin; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light", sans-serif">Saya percaya, salah satu cara
Tuhan berbicara kepada kita adalah melalui hati nurani. Pak Dedi mengalaminya,
saya mengalaminya, dan saya percaya sesungguhnya setiap kita mengalaminya.
Tinggal bagaimana kita mau meresponinya. Sampai saat ini pun, kalau saya
mengingat kembali kebaikan hati (Alm) Pak Butje, secara khusus Ibu Joice yang begitu
penuh kasih menerima (Alm) Mama saya, saya masih meneteskan air mata. Oh ya, di kemudian hari ketika Mama mau mengembalikan uang yang dipinjam, kata Pak Butje, "Tidak usah dikembalikan".</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light", sans-serif"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span face=""Calibri Light", sans-serif">Orang
sering bilang, <i>“What goes around, comes around”</i> (apa yang kita lakukan akan kembali
kepada kita). Hal itu juga berlaku sebaliknya. Dari pengalaman saya, <i>“What comes around,
goes around.”</i> Kiranya kebaikan yang kita terima tidak berhenti di kita, tapi
kita kembalikan lewat orang lain yang membutuhkan. <b><i>Tuhan memberkati..</i></b></span> 👼🙏</p>Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-44859189920210001632020-08-15T01:25:00.008+09:002020-08-17T20:01:02.452+09:00Cerita dari Ruang "Penjara" (=Karantina) Mandiri di Seoul<p style="text-align: justify;">Saat menulis ini, saya sudah berada kembali di Kota Seoul, Korea Selatan dan sedang menjalani masa karantina mandiri selama 14 hari. Saya berangkat dari Kota Ambon pada hari Kamis, 13 Agustus 2020 dengan menggunakan penerbangan Garuda Indonesia - GA647, pukul 16.20 waktu setempat. Selayaknya dokumen yang diumumkan pihak Garuda lewat situs mereka, saya sudah memegang hasil tes cepat Covid-19 dan Surat Izin Keluar dari Pemerintah Kota Ambon. Dan dikarenakan tujuan akhir saya adalah Korea Selatan, saya pun menyiapkan <i>Medical Certificate</i> berdasarkan format dari Kedutaan Besar Korea Selatan dan surat keterangan bebas TBC berdasarkan hasil rontgen yang saya lakukan di salah satu klinik di Kota Ambon.</p><p style="text-align: justify;">Saya tiba di Bandara Pattimura sekitar pukul 14.45 WIT dan sekitar satu jam kemudian barulah selesai melakukan proses check-in. Mengapa? Ada sedikit miskomunikasi dengan staf Garuda. Mereka menerjemahkan periode penerbitan <i>Medical Certificate</i> yang seyogyanya 48 jam sebelum keberangkatan sebagai hasil <i>rapid test</i>. Sedemikian hingga ketika mereka melihat hasil rapid test saya yang 6 hari sebelum, spontan dibilang kadaluarsa. Di situ saya sempet shock. Menggunakan bahasa Ambon sehari-hari, "<i>Spontan, beta muka seng darah ee</i>". Langsung terbayang semua penelusuran di web Kedutaan Besar Korea Selatan maupun di internet yang intens saya lakukan menjelang keberangkatan. Saya juga menjelaskan kepada mereka bahwa sejatinya Korea Selatan tidak membutuhkan hasil tes cepat Covid-19 karena dari info yang dibagikan teman yang sudah duluan masuk ke Korea, kita akan langsung di-swab.</p><p style="text-align: justify;">Singkat cerita, staf Garuda menyampaikan keputusan Manajer mereka bahwa saya diizinkan untuk melakukan check-in dan terbang sampai ke Bandara Incheon namun dengan catatan, jika saya ditolak masuk Korea, pihak Garuda tidak akan bertanggung jawab. Atas dasar informasi yang saya peroleh dari teman dan saya himpun dari media online, saya menerima syarat tersebut walau sempat ketar-ketir juga. Gile aja kalo beneran ditolak masuk Korea. <i>#sigh </i>😢</p><p style="text-align: justify;">Setelah semua negosiasi yang memakan waktu dan energi tersebut, saya melakukan check-in. Mungkin karena sungkan saya menunggu hampir 1 jam, oleh petugas di counter check-in, kelebihan bagasi saya sebanyak 1 kg tidak diperhitungkan. Tau gitu, saya bikin jadi 5 kg aja yak? Lumayan, menambah ransum buat karantina nanti. Hehe.. 😋</p><p style="text-align: justify;">Pukul 15.50 saya akhirnya mencapai kursi ruang tunggu di Pintu 4, dan menenangkan diri sebelum boarding pada pukul 16.00. Saat itu, penumpang Garuda tidak begitu banyak. Saya acungi jempol komitmen Garuda dalam menerapkan protokol jaga jarak.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-j8J2hUQLHkc/XzaaN9QdNfI/AAAAAAAACx0/JP6Gw1Y3D0gZaNHxttYoeLqGfE86r3fTACLcBGAsYHQ/s2048/20200813_182045_edit.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1536" data-original-width="2048" height="300" src="https://1.bp.blogspot.com/-j8J2hUQLHkc/XzaaN9QdNfI/AAAAAAAACx0/JP6Gw1Y3D0gZaNHxttYoeLqGfE86r3fTACLcBGAsYHQ/w400-h300/20200813_182045_edit.jpg" width="400" /></a></div><p style="text-align: justify;">Tiba di Bandara Soetta sekitar pukul 17.33 WIB, saya sempat bertemu beberapa menit dengan ponakan tertua yang menjadi perawat di salah satu RS swasta di Jakarta dan disanguni masker. Danke Kaka Ella yang bela-belain ke bandara dan kemudian buru-buru ke tempat kerja untuk dinas malam! 😍</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-zlMnlyAFXFc/Xzaa_5H9EaI/AAAAAAAACyA/iArPEEOJ5QEghOkJr39GEROdcThyv19WwCLcBGAsYHQ/s2048/20200813_210435.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1536" data-original-width="2048" height="300" src="https://1.bp.blogspot.com/-zlMnlyAFXFc/Xzaa_5H9EaI/AAAAAAAACyA/iArPEEOJ5QEghOkJr39GEROdcThyv19WwCLcBGAsYHQ/w400-h300/20200813_210435.jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Duo Pauline<br /></td></tr></tbody></table><p style="text-align: justify;">Seselesainya bertemu dengan ponakan terkasih, saya mampir ke ATM untuk sekedar melakukan pengecekan saldo sebelum beberapa waktu ke depan kartu ATM-nya di-karantina di dompet. Hehe... Daaan, akhirnya melangkahkan kaki dengan agak berat menuju pintu keberangkatan internasional. Sejujurnya, salah satu keengganan di hati itu karena exit permit dari Kemlu di paspor biru saya itu expire per 7 Maret 2020. Saya udah ngcek sih ke Kantor Imigrasi Ambon, apakah tidak masalah jika saya berangkat setelah 7 Maret tersebut, yang dijawab salah satu staf Imigrasi Ambon, itu bukan masalah. Namanya paspor biru tetap lolos, kata beliau. Saya juga nanya ke teman-teman yang menggunakan paspor biru dengan kasus serupa termasuk teman kantor yang punya akses ke pegawai Kemlu, katanya ga ada masalah sepanjang masa berlakunya lebih dari 6 bulan. Puji Tuhan, beneran ga masalah. Apalagi setelah saya menunjukkan kartu registrasi saya di Korea Selatan (ARC - Alien Registration Card), aman sudah. 😎</p><p style="text-align: justify;">Perjalanan menuju Bandara Internasional Incheon di Korea Selatan itu menjadi salah satu penerbangan luar negeri saya yang amat menyenangkan. Menggunakan pesawat jenis Airbus A330 - 300 dengan formasi kursi 2-4-2, baris dimana saya duduk itu hanya saya seorang diri. Dengan seijin pramugari, saya yang tadinya duduk di dekat jendela, pindah ke bagian tengah. Sesegera pesawat <i>take off</i> dan lampu tanda mengenakan sabuk pengaman dimatikan, saya pun mengambil posisi istirahat, menggunakan 3 selimut sebagai bantal dan satu selimut saya gunakan. Kapan lagi coba! 😍</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-DrLW0xUAVfk/Xzaf1P2kOYI/AAAAAAAACyM/le5ZOwDXNvofV7CQ_PAjbtarUXSJqufsQCLcBGAsYHQ/s2048/20200814_022007_edit.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1536" data-original-width="2048" height="300" src="https://1.bp.blogspot.com/-DrLW0xUAVfk/Xzaf1P2kOYI/AAAAAAAACyM/le5ZOwDXNvofV7CQ_PAjbtarUXSJqufsQCLcBGAsYHQ/w400-h300/20200814_022007_edit.jpg" width="400" /></a></div><p style="text-align: justify;">Keuntungan lain dari pindah tempat duduk ke bagian tengah adalah dikasih makanan 2 kali, karena pramugari lewat di sisi kiri dan kanan. Hahaha.. Nampak kan kacangnya ada 2 bungkus. Jadi waktu dikasih yang kedua kali, saya bilang, "Udah, Mbak. Tapi kalo boleh double, saya mau". Eh, boleh sama pramugarinya. Demikian juga ketika dibagikan makan pagi. Saya sudah pindah ke kursi semula dekat jendela sekalian cuci mata, eh di bagian tengah mau ditaruh lagi sama pramugari yang lain. Tapi kali ini, ga sanggup doping (dobol piring) alias extra porsi. 😁</p><p style="text-align: justify;">Sekitar setengah jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Incheon, terdengarlah pengumuman oleh pramugari terkait kebijakan masuk ke Korea yang salah satunya berbunyi, "Jika Anda tidak memiliki nomor telepon yang bisa dihubungi, kemungkinan Anda akan ditolak masuk ke Korea". Masalahnya, karena satu dan lain hal, nomor Korea ane diblokir bo! Trus, dari pengalaman sebelumnya, nomor Indonesia ga bisa langsung roaming. Nah, di sini agak-agak horror. Hahaha.. Tapi, puji Tuhan, saya percaya setiap langkah kita diatur oleh-Nya. Sedemikian hingga saya merasa tenang. Apa yang akan terjadi, terjadilah. Ga dikasih masuk, ya pulang dong ya. Hahaha... 😄💨</p><p style="text-align: justify;">Salah satu hal yang bikin betah masuk ke Korea adalah begitu kita melangkahkan kaki turun dari pesawat, kita sudah langsung terhubung dengan dunia maya. Sedemikian hingga dalam perjalanan menuju ruang pemeriksaan kedatangan, lumayan bikin rileks dengan menghubungi sanak-keluarga, handai-taulan, tetangga, dsb. Hghg..</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-PyKR7AljADM/XzakzRMIEaI/AAAAAAAACyY/VvzN9W3xk3gZkt5nf89j0ST6A-I4M0V7ACLcBGAsYHQ/s2048/20200814_090300.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1536" data-original-width="2048" height="300" src="https://1.bp.blogspot.com/-PyKR7AljADM/XzakzRMIEaI/AAAAAAAACyY/VvzN9W3xk3gZkt5nf89j0ST6A-I4M0V7ACLcBGAsYHQ/w400-h300/20200814_090300.jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Selfie dulu sama Garuda. Bakal lama lagi baru ketemu..</td></tr></tbody></table><p style="text-align: justify;">Titik pemeriksaan pertama adalah, pengecekan apakah dokumen yang dibagikan saat masih dalam pesawat sudah diisi? Jika sudah, kita diarahkan ke meja-meja pemeriksaan suhu. Dari situ, kita diarahkan ke bagian yang dipenuhi oleh Oppa-oppa ganteng yang bertugas memandu kita mengunduh dan memasang aplikasi <b><i>Self-quarantine Safety Protection</i></b>, dalam berbagai bahasa. Cakeup deh! Di bagian ini kita perlu mengisi alamat karantina dan nomor kontak. Selanjutnya ke bagian yang akan memverifikasi isian kita di aplikasi tersebut maupun di lembaran kertas. Di sini, mereka akan menelpon nomor kontak kita atau dalam kasus saya, nomor kontak teman saya di Korea, secara seperti saya sebutkan sebelumnya, nomor Korea saya bermasalah. Saya mengisi sih nomor Indonesia saya, tapi mereka memilih menghubungi nomor Korea. Ketika teman saya menjawab dan mengkonfirmasi tentang saya, amanlah saya.</p><p style="text-align: justify;">Berikutnya, kami menuju ke bagian di mana kami diminta mengisi lagi beberapa informasi yang rasa-rasanya mirip dengan sebelumnya tapi entah kenapa kudu dilakukan lagi. Dari situ kita diarahkan ke meja tempat pengecekan <i>Medical Certificate</i> yang seyogyanya 48 jam dilakukan sebelum keberangkatan. Ini yang disalahpahami di Bandara Pattimura - Ambon sebagai hasil <i>rapid test</i> dalam kurun 2 hari sebelum keberangkatan. Jika semuanya beres, baru kita menuju counter Imigrasi. Di sini pun belum selesai debaran di hati.</p><p style="text-align: justify;">Jadi, paspor biru saya itu akan expire per 2 September 2020. Saya mendapat informasi dari pihak KBRI Seoul, untuk pengurusan perpanjangan paspor biru itu relatif lebih lama karena harus dikirim ke Kementerian Luar Negeri di Jakarta. Itu bisa memakan waktu sampai 2 bulan dan selama itu ga bisa kemana-mana. Atas dasar pertimbangan itulah, salah satu misi ketika saya pulang di Desember 2019 adalah untuk mengurus perpanjangan paspor biru. Paspor biru saya yang baru tertanggal 6 Januari 2020. Namuuuun, baru di bulan Mei 2020 itu saya baru ngerti kalo setiap perubahan data warga negara asing termasuk perubahan paspor harus dilaporkan ke Imigrasi Korea. Jika lewat 30 hari dari tanggal penerbitan paspor yang baru, berpotensi didenda maksimal KRW 1.000.000 alias sekitar Rp 12.000.000. Shock? Jelas!</p><p style="text-align: justify;">Saya mencoba masuk ke sistem Imigrasi Korea dari Ambon, ga bisa-bisa. Minta tolong 2 orang teman di Indonesia dan Seoul, juga ga bisa. Sampai pun dibantu staf KBRI, podho wae. Saya sempat bilang ke Mas dari KBRI, "Apa karena posisi saya tercatat lagi di luar Korea ya, Mas?" Beliau mengaku tak paham juga. Jadi, ketika maju ke pemeriksaan Imigrasi di Bandara Incheon, saya berdoa tak putus-putusnya. Puji Tuhan, aman!! Ga jadi merugi 12 juta-an.. Terima kasih, Tuhan! 😇</p><p style="text-align: justify;">Beres di Imigrasi, resmilah saya masuk ke Korea. Kemudian menujulah saya ke tempat pengambilan bagasi. Puji Tuhan, di sinipun aman. Secara kedatangan pertama saya dulu diwarnai persinggahan ke checking point karena satu dan lain hal. Hghg.. Dari sini, saya keluar dan sudah ditunggu oleh sederet petugas yang mengenakan alat pelindung diri (APD) standard berwarna putih. Mereka menanyakan tujuan dan lalu akan ada petugas polisi yang mengantar kami ke tempat penjualan tiket bus sesuai tujuan. Bus tujuan tempat karantina saya lumayan lama datangnya. Tapi waktu lama itu tergantikan dengan jaringan internet yang lancar jaya.</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-zs1nvQFn2vI/Xzasi_lhylI/AAAAAAAACyk/5HjsyJzk4jIzUyVxgaHQqRVXI73fueUyACLcBGAsYHQ/s2048/20200814_114035.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="2048" data-original-width="1536" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-zs1nvQFn2vI/Xzasi_lhylI/AAAAAAAACyk/5HjsyJzk4jIzUyVxgaHQqRVXI73fueUyACLcBGAsYHQ/w300-h400/20200814_114035.jpg" width="300" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Leave your worries behind, not your passport!</td></tr></tbody></table><p style="text-align: justify;">Bus (mirip dan seukuran bus Damri di Bandara Soetta) yang sopirnya pun menggunakan APD lengkap, akan berhenti di pusat kesehatan tingkat kecamatan. Oh ya, semua kami yang menumpang bus diberikan tempelan warna merah di baju kami. Sepertinya tanda untuk mereka yang baru tiba di Korea. Setibanya di pusat kesehatan masyarakat, sudah ada mobil lain yang menunggu untuk mengantar kami ke tujuan masing-masing, setelah menjalani PCR test alias swab. Jadi barang-barang kami langsung dipindahkan (oleh si empunya sendiri yak!), dan kemudian menuju belakang "Puskesmas" untuk layanan swab.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-iHrDDZlbgZ4/Xzat_TMmQ1I/AAAAAAAACyw/-DjU2dXcBt88i6iolLfuYMbAgBMpaz56QCLcBGAsYHQ/s2048/20200814_140511.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1536" data-original-width="2048" height="300" src="https://1.bp.blogspot.com/-iHrDDZlbgZ4/Xzat_TMmQ1I/AAAAAAAACyw/-DjU2dXcBt88i6iolLfuYMbAgBMpaz56QCLcBGAsYHQ/w400-h300/20200814_140511.jpg" width="400" /></a></div><p style="text-align: justify;">Ini penampakan depan dari pusat kesehatan masyarakat di kecamatan tempat saya tinggal (Seodaemun-gu),</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-zsUdzYlQqjk/XzavHzQ2-pI/AAAAAAAACy8/CCaRPlgd2qYfwYIIEFShcl1YM5LObc-mwCLcBGAsYHQ/s2048/20200814_140515.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1536" data-original-width="2048" height="300" src="https://1.bp.blogspot.com/-zsUdzYlQqjk/XzavHzQ2-pI/AAAAAAAACy8/CCaRPlgd2qYfwYIIEFShcl1YM5LObc-mwCLcBGAsYHQ/w400-h300/20200814_140515.jpg" width="400" /></a></div><p style="text-align: justify;">namun kami langsung ke bagian belakangnya.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-05Jnl6uDbJI/XzawU8iCheI/AAAAAAAACzI/Dkj0MN_EHFs0RWH2Xv_r7dO9Ef0GS4DHgCLcBGAsYHQ/s2048/20200814_140626_edit.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1536" data-original-width="2048" height="300" src="https://1.bp.blogspot.com/-05Jnl6uDbJI/XzawU8iCheI/AAAAAAAACzI/Dkj0MN_EHFs0RWH2Xv_r7dO9Ef0GS4DHgCLcBGAsYHQ/w400-h300/20200814_140626_edit.jpg" width="400" /></a></div><p style="text-align: justify;">Kami diminta mengisi beberapa dokumen di sini (kalo ga salah sih 2 dokumen) sebelum masuk ke ruangan putih yang sepertinya merupakan bangunan tambahan khusus untuk pelayanan terkait pemeriksaan tes Covid-19. Sementara saya mengisi formulir, seorang petugas meminta izin untuk mengecek suhu badan saya dengan memasukkan alat ke telinga saya. Luar biasa efisien ya.</p><p style="text-align: justify;">Di dalam ruangan berwarna putih itu, ada 2 petugas yang bertugas di balik dinding kaca. Dokumen yang sudah kami isi sebelumnya, dimasukkan ke satu kotak yang bisa mereka buka dari sisi tempat mereka duduk. Jadi kotak tersebut memiliki 2 pintu. Ini untuk membatasi kontak dengan pasien. Bahkan kami pun berbicara pada kedua sisi menggunakan microphone. Di sini kami ditanya pertanyaan tentang gejala penyakit ataupun obat penyakit tertentu yang sedang dikonsumsi, serta diberikan alat untuk swab. Dari situ, kami diarahkan ke bagian belakang ruangan tersebut.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-9qbV3iXaqsA/XzaxuJLAwKI/AAAAAAAACzU/Zuw0wePKM1oAfAztaUEJr9ZUUEyRiDSzACLcBGAsYHQ/s2048/20200814_143510_edit.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2048" data-original-width="1536" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-9qbV3iXaqsA/XzaxuJLAwKI/AAAAAAAACzU/Zuw0wePKM1oAfAztaUEJr9ZUUEyRiDSzACLcBGAsYHQ/w300-h400/20200814_143510_edit.jpg" width="300" /></a></div><p style="text-align: justify;">Kalau di Indonesia, belakang gedung Puskesmas biasanya identik dengan kekusaman kan ya. Itu tidak ditemui di sini. Oh ya, di bagian belakang itu ada 2 bilik untuk melakukan prosedur swab. Seperti ruangan sebelumnya, di sini ada dinding kaca yang memisahkan petugas dengan pasien, plus ada sarung tangan plastik di tengahnya. Petugas akan menerima alat PCR test yang kita bawa dengan tangan yang sudah menggunakan sarung tersebut. Benar-benar tidak ada celah terbuka. Petugas akan melakukan test dan memberikan hasilnya kepada kita untuk dimasukkan ke dalam kulkas yang tersedia di sisi pasien. Benar-benar steril dan efisien! Sedemikian hingga Korea Selatan mampu meminimalisir resiko karena mereka memproteksi petugas kesehatannya dengan optimal. Oh ya, di ruangan terbuka tempat menunggu itu tersedia 2 filter udara besar yang terus bekerja, pun kacamata-kacamata baca bagi mereka yang membutuhkannya dalam pengisian dokumen.</p><p style="text-align: justify;">Seselesainya melakukan test, kami kembali ke mobil untuk diantar ke tempat karantina masing-masing yang informasinya sudah dimiliki oleh pak sopir. Pak sopir di sini pun menggunakan alat pelindung diri dan ada sekat bening yang memisahkan beliau dengan penumpang.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-A3TlzJoClok/Xzaz0DWPRuI/AAAAAAAACzg/DDo0ZQKSr3EVjBbvBrr6pTVU0ji7J3AbACLcBGAsYHQ/s2048/20200814_151003.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2048" data-original-width="1536" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-A3TlzJoClok/Xzaz0DWPRuI/AAAAAAAACzg/DDo0ZQKSr3EVjBbvBrr6pTVU0ji7J3AbACLcBGAsYHQ/w300-h400/20200814_151003.jpg" width="300" /></a></div><p style="text-align: justify;">Dan akhirnya, di sinilah saya. Menjalani proses karantina selama 2 minggu dengan ketentuan 2 kali dalam sehari melaporkan suhu tubuh dan gejala yang ada lewat aplikasi yang sudah di-instal semenjak dari Bandara Incheon. Saya amat banyak terbantu oleh teman-teman Indonesia, baik yang sekampus maupun tidak. Mulai dari informasi dan pengurusan tempat karantina murah meriah jika dibandingkan fasilitas Pemerintah yang melampaui angka 20 juta rupiah. Juga di hari pertama karantina, ada teman yang bermurah hati mengantarkan air minum, sayuran, dan buah. Teman-teman yang sedari awal terus menginformasikan perkembangan di Seoul dan dokumen apa yang perlu disiapkan. Luar biasa cara Tuhan memberkati dan menyediakan keperluan saya, melalui mereka. Secara saya tidak boleh sekalipun meninggalkan tempat karantina, kecuali alasan mendesak dan dengan sepengetahuan dan sepersetujuan Pemerintah setempat. Kalo ga, bisa-bisa di-deportasi bo. Big NO for that!</p><p style="text-align: justify;">Oh ya, kami tidak dipungut biaya apapun dalam pemeriksaan swab maupun pengantaran ke alamat karantina masing-masing. Sepertinya itu bagian dari kenaikan tarif bus bandara yang sebelumnya 10.000 won menjadi 16.000 won.</p><p style="text-align: justify;">Harapan saya, tulisan ini sedikit banyak juga menjadi masukan bagi para pemangku kepentingan dalam upaya pencegahan dan pengendalian wabah covid-19. Lumayan murah-meriah kan, menghimpun informasi dari anak-anak negeri di seluruh penjuru dunia, ketimbang melakukan studi banding dan berpotensi pulang membawa virus?</p><p style="text-align: justify;">God bless Indonesia. God bless Maluku. 😍</p>Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-46197142728532615102020-08-03T10:13:00.002+09:002020-08-03T10:13:23.616+09:00What's Next?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-qVZqzrmQxGc/XydknJHRNOI/AAAAAAAACwQ/y-v0aIAL_FscZt5oSmA1RtvKmqmHfaRowCLcBGAsYHQ/s1807/04%2BOPINI%2BOK%25281%2529_Edit.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1131" data-original-width="1807" src="https://1.bp.blogspot.com/-qVZqzrmQxGc/XydknJHRNOI/AAAAAAAACwQ/y-v0aIAL_FscZt5oSmA1RtvKmqmHfaRowCLcBGAsYHQ/s640/04%2BOPINI%2BOK%25281%2529_Edit.jpg" width="640" /></a></div><div><br /></div><div><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) – Antonio Guterres dalam salah satu media online menyatakan
bahwa pendapatan perkapita dunia sedang mengalami penurunan tajam sejak 1870
dan bahwa sekitar 70 – 100 juta penduduk terancam jatuh dalam jurang kemiskinan
ekstrim. Diprediksi sampai dengan akhir 2020, sekitar 265 juta orang rentan
mengalami krisis pangan. Pernyataan lainnya dari Guterres, masih tentang efek
dari <i>coronavirus pandemic</i> adalah, kemungkinan dunia mengalami kemunduran
bertahun-tahun dan bahkan dasawarsa terkait pembangunan ekonominya.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">Negara tetangga kita dan juga salah
satu
mitra bisnis yang sangat strategis, Singapura, yang merupakan salah satu negara
yang pertama merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun 2020, mengumumkan
<span style="background: white; color: #2a2a2a;">ekonomi minus 41,2 persen pada
kuartal II tahun 2020</span><span style="color: #2a2a2a;">. Sedemikian hingga Singapura
</span>dinyatakan resmi mengalami resesi, hal mana s<span style="color: #2a2a2a;">edikit-banyaknya
akan berdampak juga pada ekonomi Indonesia. <span style="background: white;">Menteri
Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sendiri memperkirakan ekonomi Indonesia pada April-Juni
akan terkontraksi dalam kisaran -3,5 persen sampai dengan -5,1 persen.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Resesi menjadi
sesuatu yang sedang menanti negara kita di beberapa bulan yang akan datang.
Apakah kita di Maluku siap?<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Kemiskinan<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Statistik
kemiskinan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) per 15 Juli 2020
menunjukkan bahwa pada level nasional, persentase penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan meningkat dari 9,22 persen pada September 2019 menjadi 9,78
persen pada Maret 2020. Ironisnya, di Provinsi Maluku angka tersebut menurun
dari 17,64 persen pada periode September 2019 menjadi 17,44 persen pada Maret
2020. Namun, jangan lupa bahwa angka tersebut adalah keadaan yang notabene
masih <i>old normal</i>, sebelum Covid-19 mewabah di bumi pertiwi.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Potret
kemiskinan pasca Covid-19 melanda, baru akan tergambarkan melalui Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS pada September 2020 yang kemungkinan
angkanya baru dirilis pada Januari 2021. Lama ya? Itulah proses bisnis yang ada
saat ini. Stakeholder terkait data resmi kemiskinan selain BPS, juga adalah Pemerintah
Daerah melalui Dinas Sosial yang berwenang melakukan verifikasi dan validasi
data terpadu kesejahteraan sosial, minimal satu kali dalam setahun.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Mencermati
perkembangan terkini dimana semuanya serba online, pemangku kepentingan terkait
database penduduk miskin perlu meninjau kembali mekanisme penghitungan garis
kemiskinan yang menjadi dasar penentuan tingkat kemiskinan sebagaimana
diamanatkan oleh Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia nomor 5 tahun 2019
tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial yang kemudian diubah
dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia nomor 11 tahun 2019. Hal
tersebut mengingat pengeluaran rumah tangga untuk kelompok komunikasi,
khususnya pembelian paket data internet jauh lebih besar dibandingkan sebelum
Covid-19 melanda. Tentunya hal ini secara langsung mempengaruhi komposisi
pengeluaran rumah tangga.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Di lain
sisi, dengan himbauan Pemerintah untuk “<i>stay at home</i>” atau “<i>tado di
rumah sa</i>” yang bertujuan mengurangi kontak fisik dengan orang lain, saya
jadi bertanya-tanya, bagaimana cara stakeholder melakukan pemutakhiran data
terpadu penduduk miskin tersebut ya? Mengingat warga masyarakat kita belum
semuanya terbiasa memberikan data secara mandiri, baik dengan mengisi sendiri
kuesioner secara online ataupun offline, maupun wawancara lewat telepon. Tingkat
partisipasi saat pelaksanaan Sensus Penduduk Online (SPO) 2020 di Maluku saja
pun di bawah level 7 persen, padahal dengan tipe pertanyaan yang relatif
sederhana.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Menjadi
perhatian saya, sejauh mana pihak yang diamanatkan tanggung jawab verifikasi
dan validasi data, melakukan tugas tersebut dan menghasilkan basis data kemiskinan
yang valid? Komisi VIII DPR RI dalam rapat kerja bersama Menteri Sosial; Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; dan Kepala Bappenas di
awal bulan ini mengeluarkan pernyataan meminta Pemerintah menghukum Pemerintah
Daerah yang tak perbaharui data penduduk miskin. Ini mengindikasikan adanya
ketidakseriusan Pemerintah Daerah dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Padahal
kelompok penduduk inilah yang akan sangat terdampak jika resesi melanda. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Pendidikan</span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Pagi
ini ketika berkendara sambil mendengarkan siaran radio, ada satu pembahasan
tentang keluhan orang tua murid terkait kendala yang dihadapi siswa dalam
mengikuti pembelajaran online. Beberapa di antara kendala tersebut adalah:
ekstra pengeluaran untuk membeli paket data internet; ketersediaan gadget atau
perangkat elektronik; serta kemampuan anak untuk mengikuti pembelajaran lewat
laptop/telepon seluler. Ini tantangan yang butuh segera dicarikan solusinya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Misal
untuk Kota Ambon, dibandingkan icon sebagai <i>City of Music</i> atau <i>City
of Fish</i> atau <i>City of Peace</i> yang memang penting, namun saat ini jauh
lebih penting membangun system “<i>Cyber City</i>”. Saya menemukan informasi bahwa
pada tahun 2008, Kota Ambon sudah ditetapkan sebagai <i>Cyber City</i>. Ini adalah
langkah awal yang baik yang perlu ditindaklanjuti karena akan menjadi solusi
bagi banyak pihak, khususnya bagi sekelompok penduduk yang memiliki
keterbatasan. Menyediakan koneksi internet yang mudah dan dengan harga yang terjangkau,
seyogyanya menjadi prioritas Pemerintah Daerah saat ini.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Tantangan
berikutnya adalah terkait sarana-prasarana untuk melakukan aktifitas dari rumah
– AFH (<i>anything from home</i>), baik itu <i>study from home</i> (SFH)
ataupun <i>work from home</i> (WFH). Bahan baku untuk mencari solusi bagi
masalah ini adalah (lagi-lagi) DATA. Pemerintah Daerah perlu sungguh-sungguh
membangun dan menyiapkan basis data (kemiskinan) yang akurat dan terkini
sebagai dasar perencanaan yang efektif dan efisien. Kita membutuhkan pemetaan
kebutuhan setiap wilayah dan spesifikasinya, untuk selanjutnya ditindaklanjuti
dalam bentuk program pembangunan yang tepat sasaran.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Saya
usulkan agar Pemerintah Daerah membangun dan atau mengoptimalkan (jika sudah
ada) pusat kegiatan belajar masyarakat. Pemerintah Daerah, bisa juga dengan
menggandeng sektor swasta lewat skema <i>corporate social responsibility</i>
(CSR), diharapkan memperlengkapi wadah tersebut dengan komputer dan media
elektronik lainnya yang bisa menjadi solusi bagi penduduk yang membutuhkan.
Sedemikian hingga diharapkan akan memperkecil kesenjangan antara mereka yang
mampu dengan yang kurang/tidak mampu, khususnya dalam pelayanan pendidikan.
Resesi ataupun tidak, peningkatan sumber daya manusia merupakan harga mati,
bukan?<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Ketenagakerjaan<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Secara
empiris kita dapat mengibaratkan pencari kerja dengan lapangan pekerjaan yang tersedia
sebagai pertumbuhan penduduk versus ketersediaan bahan makanan menurut teori Thomas
Robert Malthus. Dengan kata lain, fenomena yang ada saat ini adalah jumlah pencari
kerja bertambah secara eksponensial (mengikuti deret ukur) di saat lowongan
pekerjaan bertambah secara aritmatik (mengikuti deret hitung). Itu bahkan sudah
terpola sebelum kita berada di era penyebaran virus corona ini. Pengangguran
terbuka Provinsi Maluku di Agustus 2019 mencapai 7,08 persen, meningkat dari
angka pada Februari 2019 yang sebesar 6,91 persen.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Dengan
kita memasuki masa <i>new normal</i>, ada banyak perubahan pada segala bidang
kehidupan. Kualifikasi yang dibutuhkan dari seorang pencari kerja, otomatis pun
berubah. Dengan segala kelemahan dan kekurangannya, Pemerintah Pusat telah
menyiasati kondisi ini dengan diluncurkannya program Kartu Prakerja. Daripada
membahas kelemahan maupun keterbatasannya, sebaiknya rekan-rekan pencari kerja
memanfaatkan fasilitas ini sembari menutupi celah yang ada dengan berinovasi
dan berkreasi. Tuntutan pekerjaan semakin kompleks dan berat. Pencari kerja
perlu ekstra kerja keras memperlengkapi dirinya dengan aneka kemampuan untuk
bisa bersaing dan <i>survive</i>.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Pada
akhirnya, menurut hemat saya, komunikasi yang terbuka dan intens antara semua
elemen pemerintahan dan masyarakat akan menjadi modal utama kita dalam
beraktifitas di era “berdamai dengan corona” ini. Pemerintah Daerah perlu
membuka ruang seluas-luasnya untuk mendengarkan aspirasi masyarakat, termasuk
mendengarkan masukan dari semua pihak demi mencari sederat solusi sesuai level
urgensi dan manfaatnya. Saya pikir, sebagian besar jalan keluar bagi tantangan
yang ada, sejatinya dapat ditemui di dalam daerah kita sendiri karena kita
memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan wilayah lain. Belajar dari pengalaman
orang lain itu baik, namun pastikan kita terlebih dahulu mengenali kelebihan
dan kekurangan kita sendiri.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Alokasi
anggaran untuk membangun sistem pemerintahan dan pelayanan masyarakat berbasis
teknologi informasi (TI) seyogyanya pun semakin meningkat. Sederhananya begini.
Ketika data kependudukan kita sudah akurat, mutakhir, serta didukung oleh TI
yang memadai, dan kemudian ada pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat
seperti pada waktu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), maka petugas yang
dilengkapi dengan alat scanner, tinggal memindai (atau menginput data) nomor
induk kependudukan (NIK) si pelanggar. Datanya akan langsung terhubung ke
sistem basis data Pemerintah Daerah dan pelanggaran tersebut akan menjadi
catatan ketika yang bersangkutan melakukan pengurusan di institusi pelayanan
publik. Sedemikian hingga masyarakat akan terkondisi untuk belajar dewasa dan
taat pada peraturan.</span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><span style="background: white; color: #2a2a2a; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><o:p> </o:p></span><span style="background-color: white; color: #2a2a2a; text-indent: 1cm;">Perjalanan
menuju tercapainya penyelenggaraan pemerintahan yang tangguh melindungi
warganya tentu masih panjang. Membangun ketahanan agar siap menghadapi segala
bentuk badai itu tidak mudah. Mari mulai sekarang, mari mulai dari diri kita
sendiri. </span><i style="color: #2a2a2a; text-indent: 1cm;">Samua ni par katong pung bae kio!</i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><i style="color: #2a2a2a; text-indent: 1cm;"><br /></i></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;"><i style="color: #2a2a2a; text-indent: 1cm;">- Dimuat di harian Ambon Ekspres edisi Kamis, 31 Juli 2020</i></p></div>Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-48857709886335113952020-08-01T01:38:00.006+09:002020-08-01T11:36:22.450+09:00Kisah Drama (Tertunda) ke Banda Neira<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div>Jumat, 31 Juli 2020, saya baru saja mengalami suatu kejadian yang luar biasa. Menuntut ketepatan dan kecepatan pengambilan keputusan di detik-detik yang menegangkan. Huff.. 😓</div><div><br /></div><div>Ceritanya, di setiap liburan semester, saya menargetkan ada yang dicicil terkait penulisan tugas akhir saya nanti. Di libur musim dingin yang lalu, saya mulai inventarisir data dari stakeholder terkait dan di libur musim panas ini saya berencana untuk turun lapangan melakukan eye-catching di kabupaten dengan persentase kemiskinan tertinggi di Maluku, yakni Maluku Barat Daya. Akan tetapi dengan pertimbangan kondisi jarak dan waktu tempuh, rasanya terlalu beresiko. Jatuhlah pilihan saya ke Kecamatan Banda.</div><div><br /></div><div>Kecamatan Banda terletak di Kabupaten Maluku Tengah dan merupakan kecamatan kepulauan karena terdiri dari banyak pulau. Keadaan geografis sebagai wilayah kepulauan ini yang menarik perhatian saya karena sedikit banyak sesuai dengan konteks Maluku yang adalah provinsi kepulauan. Maka mulailah saya mengatur rencana perjalanan ke Banda yang dapat ditempuh dalam waktu sekitar 7-10 jam perjalanan laut atau kurang dari 1 jam dengan menggunakan pesawat.</div><div><br /></div><div>Setelah selesai melakukan rapid test, saya meminta surat keterangan dari instansi tempat saya bekerja sebagai pengantar ke Camat Banda. Berbekal surat itu, saya kemudian mengajukan permohonan penerbitan Surat Keterangan Keluar Ambon dengan tujuan tugas ke Kecamatan Banda dalam rangka pengumpulan data. Selanjutnya, booking-lah saya tiket pesawat Ambon-Banda untuk Senin, 27 Juli 2020. Oh ya, pesawat Susi Air sebagai satu-satunya pesawat saat ini yang melayani Ambon-Banda PP hanya beroperasi di hari Senin. Puji Tuhan, semua seat-nya untuk tanggal 27 Juli 2020 penuh. Hahaha... 😋</div><div><br /></div><div>Masih dengan semangat 45 ke Banda, saya kemudian berburu informasi kapal laut. Dapatlah informasi bahwa di hari ini - Jumat, 31 Juli 2020, ada kapal PERINTIS yang akan ke Banda dan berangkatnya SEKITAR pukul 2 atau 3 siang. Ini menjadi pilihan yang baik sekali karena saya bisa kembali lagi ke Ambon pada Senin, 3 Agustus 2020, sedemikian hingga tidak terlalu lama di Banda. Btw, mengapa saya menggunakan uppercase alias huruf besar semua di kata PERINTIS? Dikarenakan itu akan jadi pengalaman pertama seumur hidup menggunakan kapal perintis yang kelasnya jauuuuh di bawah kapal Pelni. Lalu tentang SEKITAR? Ini agak-agak mengesalkan, terkait informasi pelayaran di Maluku yang nota bene terdiri dari sekitar 90 persen lautan itu, amat sangat penuh KETIDAKPASTIAN, saudara-saudara!</div><div><br /></div><div>Sebelum jam 2 saya sudah tiba di Pelabuhan Yos Soedarso, Ambon hanya untuk menemukan informasi dari calon penumpang lainnya bahwa KATANYA kapal akan berangkat jam 7 malam dan bahwa jam 5 baru penumpang diperbolehkan naik ke kapal. Agak-agak gondok sih. Hanya saja hidup ini harus berdamai dengan kenyataan ya sodarah-sodarah. Kecuali dakyu sudah punya kapal sendiri sedemikian hingga bisa memilih yak! So, nongkronglah saya dengan kakak sepupu saya dan juga isterinya yang akan ikut ke Banda.</div><div><br /></div><div>Oh ya, saya tidak sendirian ke Banda. Dikarenakan saya butuh bantuan untuk melakukan pemanasan pengumpulan data, saya rencananya akan dibantu oleh kedua kakak saya tersebut, sekalian mereka relax dikit-lah dari rutinitas kehidupan ini.</div><div><br /></div><div>Setelah 3 jam menanti, pintu ruang tunggu pun dibuka dan antrian calon penumpang mulai memanjang. Kami memutuskan untuk belakangan aja masuknya, sekalian nunggu kakak ipar saya yang lain membawakan bekal makanan buat di kapal. Ketika akhirnya kami mengantri dan tiba giliran untuk diperiksa dokumennya oleh petugas, di situ baru ketahuan bahwa untuk masuk ke Banda, perlu ada surat izin masuk dari pihak gugus tugas sana - hal mana tidak saya ketahui sebelumnya dan tidak terinformasikan secara luas dan jelas. Untuk sesaat pandangan saya berkunang-kunang. 😲</div><div><br /></div><div>Jadi begini ceritanya, pembaca yang budiman. Dalam waktu yang tidak begitu lama, saya perlu kembali ke negara dimana saat ini saya menjadi penduduknya untuk sementara waktu. Sedemikian hingga setiap waktu yang ada perlu dimanfaatkan se-efisien mungkin. Jadi, kalo harus menunda lagi ke Banda, sambil mengurus surat masuk ke Banda, keknya ga keburu deh. Mana kapal ga selalu ada, pesawat pun seminggu sekali. Btw, puji Tuhan, dalam waktu beberapa menit setelah itu, saya mendapatkan nomor telepon Camat Banda.</div><div><br /></div><div>Bermodal nekat, saya lalu menghubungi Camat Banda yang belum pernah saya kenal atau temui sebelumnya. Puji Tuhan, beliau menerima telepon saya, mau mendengarkan penjelasan saya dan memberikan izin bagi saya dan 2 orang pengikut masuk ke Banda, baru kemudian mengurus surat setibanya di Banda. Bahkan beliau bersedia memberikan penjelasan lewat telepon ke pihak petugas Pelabuhan bahwa saya dan 2 pengikut bisa masuk ke Banda Neira. <b>Terima kasih Pak Camat Banda! <i>You're the best!!! </i></b>😎😍</div><div><br /></div><div>Di meja pemeriksaan terakhir, yakni kesehatan pelabuhan, saat mereka meminta hardcopy dari hasil pemeriksaan rapid test, punya-nya kakak sepupu saya itu tertukar dari pihak Rumah Sakit dan ketika kami informasikan, belum bisa diperoleh sampaipun waktu kami akan berangkat. Puji Tuhan, kami pernah dikirimin softcopy-nya. Oleh pihak kesehatan pelabuhan, mereka meminta saya mengirimkan file tersebut namun di satu sisi, saat itu telepon seluler saya mengalami masalah koneksi ketika menggunakan paket data. Salah satu petugas berinisiatif menghidupkan hotspot wifi dari perangkatnya. Dan...</div><div><br /></div><div>Ketika terkoneksi dengan internet, sederet pesan masuk dan sekilas saya melihat pesan dari contact person Susi Air Banda bahwa penerbangan Banda-Ambon di hari Senin, 3 Agustus 2020 di-cancel. Untuk kedua kalinya dalam jam yang sama, saya terhenyak. Lah, kalo saya ke Banda dan susah kembali ke Ambon, padahal sudah ada sederet rencana menanti saya di beberapa hari ke depan, trus gimana? Bagaimana kalau saya harus tertahan berhari-hari ke depan, sedangkan saya pun harus mengurus persiapan kembali ke Korea? Setelah perjuangan mendapatkan izin naik kapal yang amat sangat tidak mudah dan tidak terpikirkan sebelumnya, kemudian saya harus batal berangkat? Bagaimana nasib eye-catching saya? 😕</div><div><br /></div><div>Di saat bengong itu, petugas memberitahukan yang kapal akan segera berangkat. <b>SEMPURNA!</b> Saya lalu minta waktu 1 menit yang kemudian digunakan untuk berdoa. Saya bilang, <b>"Tuhan, ini rumit sekali buat saya. Saya bingung, sama sekali tidak bisa berpikir. Saya membutuhkan informasi awal dari lapangan untuk didiskusikan dengan Professor, tapi saya tidak punya banyak waktu untuk dihabiskan berhari-hari di sana."</b> Asli, itu salah satu momen yang amat sulit bagi saya ketika harus membuat keputusan. Dan akhirnya, saya memutuskan tidak jadi ke Banda.</div><div><br /></div><div>Semua perjuangan memperoleh dokumen dan otorisasi untuk bisa ke Banda ternyata hanya sampai di dermaga pelabuhan. Terlalu mahal harganya kalau saya memaksakan tetap jalan. Akhirnya kedua kakak saya tersebut tetap jalan sambil kami akan terus berkomunikasi dan melihat apa yang bisa mereka kerjakan untuk membantu saya dari sana.</div><div><br /></div><div>Kita tidak pernah tahu bagaimana hidup ini akan berjalan ya? Kita bisa merencanakan, tapi maksud Yang Kuasa-lah yang terlaksana. Padahal di satu sisi, sudah senang aja bisa ke Banda lagi, kampung kelahiran kakek saya. Banda yang pada zaman kolonialisme barat, menjadi salah satu sentra produksi pala dan cengkeh, dengan palung lautnya yang adalah salah satu yang terdalam di dunia (sekitar 8.000-an meter), adalah rumah kedua saya. Beberapa tulisan saya tentang Banda di blog ini adalah bukti, betapa Banda menempati satu tempat khusus dalam sejarah keluarga dan hati saya. Bisa dicek di <a href="https://www.paulinegaspersz.com/2014/11/perjalanan-ketiga-ke-banda-neira.html" target="_blank">Perjalanan Ketiga ke (Banda) Neira</a> ataupun <a href="https://www.paulinegaspersz.com/2014/11/perjalanan-ke-desa-lonthoir-di-pulau.html" target="_blank">Perjalanan ke Desa Lonthoir di Pulau Banda Besar</a>.</div><div><br /></div><div><br /></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-n00uhuUlGTM/XyQ_dkc_pJI/AAAAAAAACv4/-hfBA9vRYEQvbaTkc0R-XWkqHogFbU4QwCLcBGAsYHQ/s2048/IMG_0202%2Bedit.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1365" data-original-width="2048" height="266" src="https://1.bp.blogspot.com/-n00uhuUlGTM/XyQ_dkc_pJI/AAAAAAAACv4/-hfBA9vRYEQvbaTkc0R-XWkqHogFbU4QwCLcBGAsYHQ/w400-h266/IMG_0202%2Bedit.jpg" title="Istana Mini" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Istana Mini<br /></td></tr></tbody></table><div><br /></div><div>Ketika berkunjung ke Banda, kita dapat menyaksikan rumah pengasingan bapak-bapak pendiri Republik ini, yakni rumah pembuangan Bung Hatta, Sutan Sjahrir, dr. Tjipto Mangunkusumo, dan lain-lain. Banda dan Boven Digoel di Papua bahkan digadang-gadang sebagai rahim Indonesia. Di kedua wilayah inilah, ide tentang Pancasila mulai dibicarakan. Banda juga memiliki Istana Mini yang merupakan miniatur dari Istana Negara di Jakarta dan dibangun jauh sebelum Istana Negara dibangun.</div><div><br /></div><div>Salah satu pulau di Kepulauan Banda, yakni Pulau Rhun, pada zaman kolonialisme Belanda, dikuasai oleh Inggris di saat seluruh pulau lainnya dalam penguasaan Belanda. Demi untuk memiliki monopoli perdagangan pala dan cengkah dari Kepulauan Banda, Belanda menawarkan kepada Inggris untuk melakukan barter. Inggris menyerahkan Pulau Rhun di Banda, dan Belanda menyerahkan New York di Amerika yang saat itu dikuasainya, kepada Inggris. Begitu berharganya Banda dalam kancah perdagangan internasional masa itu. Pada tahun 1990-an, (Almh) Puteri Diana bersama kedua anaknya pun pernah mengunjungi Banda.</div><div><br /></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-WAlbxgt8qpA/XyRIz69X8nI/AAAAAAAACwE/rTViLSpbH70Bp5CUlvEx2pbJCJRRBBPWgCLcBGAsYHQ/s1920/nutmeg-harvested-banda-neira-mid.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1272" data-original-width="1920" height="265" src="https://1.bp.blogspot.com/-WAlbxgt8qpA/XyRIz69X8nI/AAAAAAAACwE/rTViLSpbH70Bp5CUlvEx2pbJCJRRBBPWgCLcBGAsYHQ/w400-h265/nutmeg-harvested-banda-neira-mid.jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Pala (<a href="https://www.aquaexpeditions.com/">https://www.aquaexpeditions.com/</a>)</td></tr></tbody></table><div><br /></div><div>Sungguh, ada begitu banyak alasan untuk datang berkunjung ke Banda. Dan apakah akan ada hal menarik tentang potret kemiskinan di wilayah yang pernah menjadi primadona perdagangan dunia ini yang bisa saya sajikan melalui penelitian saya? We'll see... 😎</div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-80398255416794131552020-03-16T23:36:00.000+09:002020-03-16T23:36:04.618+09:00Menyambut Corona<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-4GwYXw5CTSs/Xm-OfFqDQVI/AAAAAAAACuQ/sxc1vzq2Lz40Tp9leiwuZiRs6P9WDEIZACLcBGAsYHQ/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="803" data-original-width="999" height="257" src="https://1.bp.blogspot.com/-4GwYXw5CTSs/Xm-OfFqDQVI/AAAAAAAACuQ/sxc1vzq2Lz40Tp9leiwuZiRs6P9WDEIZACLcBGAsYHQ/s320/Untitled.png" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN">Judul artikel ini tentunya
mengundang aneka reaksi ketika pertama kali dibaca. Siapa itu yang ingin mengalami
kesusahan dalam hidup?! Namun sayangnya, masalah adalah partner setia kita
dalam berbagai konteks dan bentuk selama raga ini masih bernyawa. Saya pikir
ini juga yang melatarbelakangi Pemerintah membentuk Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) di level pusat dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) pada level provinsi dan kabupaten/kota dengan salah satu tugas
untuk memberikan <span style="background: white; color: black;">pedoman dan
pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, penanganan keadaan darurat bencana, rehabilitasi, dan rekonstruksi
secara adil dan setara.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Ketika virus
corona atau yang oleh badan kesehatan dunia (WHO) diberikan nama resmi Covid-19
pertama kali merebak di daratan Tiongkok pada Desember 2019 dan yang kemudian menjangkiti
negara-negara lain, sedikit banyaknya kita merasa bahwa itu masalah mereka di
negara 4 musim – mengingat iklim di negara-negara yang dilanda wabah corona kala
itu adalah musim dingin. Mungkin tidak sedikit pun terbersit pemikiran bahwa
suatu saat, ”tamu tak diundang” tersebut akhirnya datang juga. Dan saat mimpi
buruk itu menjadi kenyataan, kita seakan tersentak dari tidur.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bukan tidak
mungkin, kita yang hidup di Maluku masih juga berpikir, “Oooh, virus itu sudah
ada di Indonesia, tapi sepertinya sulit menginfeksi penduduk Maluku, mengingat
kita sedang mengalami musim panas”. Tentang hal tersebut, menurut pendapat
beberapa ahli, Covid-19 belum bisa dipastikan akan berkurang di musim panas.
Wajar sih ya, secara ini jenis virus yang baru berkembang beberapa bulan
terakhir ini dan belum dipahami karakteristiknya secara detil.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Mari
mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan seandainya pada suatu waktu, kita di wilayah
bumi raja-raja ini terkondisi untuk mau tidak mau, menerima kedatangan virus
corona. Apa tindakan preventif yang sudah kita siapkan? Sosialisasi. Ini baik
dan memang sudah dilakukan oleh Pemerintah lewat baliho-baliho, siaran radio,
maupun juga pengumuman yang disampaikan melalui pengeras suara di beberapa
titik lampu merah di Kota Ambon. Saya ingat benar, salah satu butir sosialisasi
tersebut adalah terkait mencuci tangan dengan air bersih. Spontan muncul
pertanyaan di benak saya, apakah semua warga Maluku sudah memiliki akses
memadai untuk air bersih?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Data jumlah
rumah tangga di Kota Ambon tahun 2015 (hasil proyeksi BPS RI) adalah 91.117
rumah tangga dengan 85.347 rumah tangga di antaranya berdiam di daerah
perkotaan. Di satu sisi, data jumlah pelanggan air bersih dari PDAM Kota Ambon tahun
2019 sebagaimana dimuat di dalam publikasi Kota Ambon Dalam Angka 2020 adalah
sebanyak 12.331 pelanggan. Jika pelanggan di sini diidentikkan dengan rumah
tangga dan bahwa jumlah rumah tangga tahun 2015 diasumsikan tidak mengalami
perubahan sampai tahun 2020, maka dapat dikatakan baru sekitar 14,45 persen rumah
tangga di wilayah perkotaan di Kota Ambon yang memiliki akses ke fasilitas air
bersih.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;">Tentu ada juga masyarakat yang secara
swadaya memenuhi keperluan akan air bersih dengan berbagai alternatif lain
seperti sumur bor ataupun membeli air bersih dari mobil tangki, namun yang perlu
mendapat perhatian adalah kelompok masyarakat yang masih bergumul dengan
ketersediaan air bersih sehari-harinya. Sedemikian hingga himbauan Pemerintah
agar masyarakat mencuci tangan dengan air bersih secara berkala, patut disertai
dengan data yang valid tentang wilayah-wilayah di kabupaten/kota masing-masing
yang membutuhkan supply air bersih serta skenario bagaimana menyiasatinya.
Senada dengan tantangan bagi Pemerintah Daerah dalam memenuhi kebutuhan penduduk
akan air bersih adalah ketersediaan masker dan cairan pembersih tangan (hand
sanitizer).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;">Salah satu fenomena yang terjadi di
berbagai belahan dunia ketika wilayah mereka dinyatakan memiliki kasus corona
adalah <i>panic buying</i> alias tindakan membeli barang dalam jumlah banyak
yang dipicu oleh ketakutan akan kemungkinan kelangkaan stok ataupun kenaikan
harga dari suatu komoditi tertentu. Negara-negara maju pun mengalami ini. Saya kemudian
membayangkan, jika suatu saat nanti diberitakan ada satu pasien terindikasi
terinfeksi Covid-19 di Maluku, bukan tidak mungkin hal ini pun akan terjadi.
Bagi penduduk dengan kelompok pendapatan menengah ke atas, ini bukan perkara yang
sulit. Tapi bagaimana dengan mereka yang hanya bisa mengusahakan makan untuk
hari ini dan besok lihat bagaimana nanti? Bahwa virus corona menjadi satu lagi
faktor yang berpotensi menarik semakin banyak penduduk ke bawah garis
kemiskinan, membutuhkan pembahasan tersendiri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;">Masyarakat Maluku sudah melewati banyak
fase “penderitaan” sepanjang 2 dekade terakhir ini. Sebut saja konflik sosial,
banjir, dan yang masih hangat adalah ribuan kali gempa pada caturwulan terakhir
tahun 2019 yang lalu. Sangat mungkin, perilaku tanggap bencana (dengan aneka
level kualitasnya) sudah mendarah daging dalam diri masyarakat bumi seribu
pulau ini. Akan tetapi virus corona adalah suatu bab baru. Standar prosedur yang
diterapkan tentu berbeda karena objek yang dihadapi bukanlah sesuatu secara fisik
nyata terlihat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;">Menurut hemat saya, Pemerintah perlu
memetakan stok barang makanan khususnya yang tahan lama, yang biasanya menjadi
sasaran aksi “panic buying”. Jumlah stok dari level distributor sampai dengan
pengecer harus tersedia dan dipantau terus-menerus. Jika mulai terdeteksi
geliat peningkatan jumlah pembelian dibandingkan biasanya, Pemerintah perlu
segera mengambil langkah proaktif. Saya paham bahwa mungkin kita masih jauh
dari mekanisme yang diterapkan Pemerintah Korea Selatan ketika terjadi
kelangkaan masker, yaitu dengan memberlakukan penyesuaian angka terakhir tahun
lahir dengan hari tertentu untuk membeli masker yang jumlahnya pun dibatasi per
orang. Tapi mari menuju ke situ.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;">Seyogyanya hasil Sensus Penduduk 2020 yang
sedang dalam tahapan pelaksanaan pendataan secara online sampai dengan 31 Maret
2020 ini, akan berguna dalam implementasi penyelenggaraan pemerintahan yang
lebih sistematis seperti apa yang diterapkan di Korea Selatan. Namun bukan
berarti kita tidak bisa memulainya sekarang ini. Hal ini bukan semata-mata terkait
penanggulangan virus corona, namun pematangan suatu sistem pelayanan yang lebih
berkeadilan dan merata dalam situasi apapun. Saya mengambil Kota Ambon sebagai
contoh di sini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;">Pemerintah Kota Ambon perlu sejak sekarang
memetakan kepadatan penduduk per wilayah dalam kaitannya dengan lokasi pedagang
di sekitar wilayah tersebut, serta kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat (khususnya
untuk barang tahan lama). Perlu dipastikan, jumlah pedagang per wilayah akan
mampu melayani kebutuhan masyarakat sekitar dengan Pemerintah sebagai pihak
yang bertanggung jawab untuk memastikan ketersediaan stok barang yang
dilaporkan dan dipantau secara online.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;">Jika kita tak terhindarkan harus mengalami
situasi dimana masyarakat terpicu untuk memenuhi kebutuhannya (akan barang
tahan lama) dengan cara-cara yang tidak biasanya, hal ini bisa diredam dengan
membatasi ruang gerak pembeli maupun penjual. Misal, penduduk Kelurahan Rijali
tidak diperbolehkan membeli barang kebutuhan pokok di luar wilayah kelurahannya.
KTP setiap penduduk akan berfungsi sebagai kode akses dan hanya bisa digunakan sekali
dalam seminggu. Bagaimana memantaunya? Pemerintah Kota bisa mulai membangun aplikasi
sistemnya sejak sekarang dan kemudian dibantu oleh TNI/Polri untuk bersama-sama
dengan Polisi Pamong Praja menjadi wasitnya di sini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;">Saya sendiri ketika membaca lagi tulisan
ini, sesaat merasakan suatu keraguan, apakah kita benar-benar membutuhkan
sistem seperti ini? Kalau melihat ke sekeliling, rasanya semuanya masih
baik-baik saja. Akan tetapi sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pemerintahan serta terjaganya tatanan kehidupan bermasyarakat yang harmonis dalam
setiap situasi dan kondisi, Pemerintah perlu menyiapkan aneka skenario,
terutama untuk keadaan darurat yang membutuhkan penanganan cepat dan tepat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN" style="background: white; color: black;">Beberapa bulan lalu, kita tidak pernah
menyangka bahwa dunia akan masuk dalam suatu era wabah seperti ini, bukan?
Namun toh kita mengalaminya. Dan ketika hal yang tidak terduga ini terjadi, dia
bisa mengambil alih perhatian dan bahkan porsi pembiayaan yang sebelumnya
disediakan untuk proyek “normal” lainnya. Kita menyaksikan sendiri banyak event
dan laga di berbagai belahan dunia yang terpaksa ditunda atau dilaksanakan tidak
sesuai konsep awalnya, hanya karena penyebaran Covid-19 yang di luar dugaan dan
rencana. Jadi, mari siap payung sebelum hujan. Karena mencegah itu jauh lebih
baik dan lebih efektif dibandingkan mengobati.<o:p></o:p></span></div>
<br /><br />
<br />
<i>Dimuat di Harian Ambon Ekspres edisi 16 Maret 2020</i></div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-71875966784467705842020-02-05T22:17:00.001+09:002020-02-05T22:17:22.396+09:00Pastikan Anda Tercatat!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-18RV2XPUI0A/XjrAP5NTzuI/AAAAAAAACtQ/9MIQKnuyNdoTtGAyj6UB_bAnjFOA-_erQCLcBGAsYHQ/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="831" data-original-width="1489" height="178" src="https://1.bp.blogspot.com/-18RV2XPUI0A/XjrAP5NTzuI/AAAAAAAACtQ/9MIQKnuyNdoTtGAyj6UB_bAnjFOA-_erQCLcBGAsYHQ/s320/Untitled.png" width="320" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai
lembaga Pemerintah, yang sesuai amanat undang-undang dipercaya menangani urusan
perstatistikan nasional, akan menyelenggarakan Sensus Penduduk (SP) di tahun
2020. Ini adalah momen 10 tahun sekali dimana semua penduduk Indonesia dicatat.
Kami sungguh-sungguh, secara harfiah, akan mencatat setiap penduduk dari Sabang
sampai Merauke dan dari Miangas sampai ke Rote. Momentum ini amat sangat
penting karena jumlah penduduk merupakan data dasar yang dibutuhkan setiap
negara di dunia. Sedemikian hingga jika Anda merupakan penduduk Indonesia, jangan
sampai Anda terlewat cacah dalam SP 2020 – Mencatat Indonesia!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Bagi yang pernah berdomisili di
negara maju, dalam kasus saya adalah Korea Selatan, pastinya ada
perbandingan-perbandingan yang kita lakukan dengan kondisi di Indonesia. Salah
satu yang paling nyata adalah basis data yang sudah terintegrasi. Dalam setiap
pengurusan, seperti di bank ataupun fasilitas pelayanan publik, saya cukup
menyebutkan nomor kartu registrasi orang asing yang saya miliki (pernah juga
nomor telepon seluler), dan semua data tentang saya (sesuai keperluan dari
institusi yang mengakses) akan langsung terpampang di layar monitor. Apakah itu
informasi tanggal saya keluar-masuk Korea Selatan, riwayat tempat tinggal,
rekening Bank, universitas tempat studi, pelanggaran lalu-lintas, dan lain
sebagainya. SP 2020 adalah salah satu media menuju kualitas pelayanan publik seperti
itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Pelajar, mahasiswa, peneliti, atau
mereka yang berkecimpung dengan data, tentu pernah mengalami kebingungan akibat
perbedaan data jumlah penduduk. Seringkali ditemui bahwa data BPS berbeda
dengan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Inilah salah satu tujuan dari
pelaksanaan SP 2020, yakni menyelaraskan data penduduk di Indonesia sebagai
bagian tak terpisahkan dari percepatan Administrasi Kependudukan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Sampai di sini bisa saja ada yang
berpikir: “<i>Itu bukan urusan saya. Wong pekerjaan dan kehidupan saya ga ada
urusannya dengan jumlah penduduk kok!</i>”. Seperti sudah disebutkan, data
kependudukan adalah amat sangat penting. Bagaimana Pemerintah mengalokasikan
dana ke setiap wilayah ataupun merencanakan, memantau, serta mengevaluasi
program pembangunan, sangat terkait erat dengan data penduduk.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Mari memahami pentingnya data
kependudukan dengan menggunakan contoh berikut ini. Katakanlah kita adalah rumah
tangga dengan 2 orang anak yang tinggal di sebuah rumah dengan 3 kamar tidur.
Kamar tidur pertama digunakan oleh ayah dan ibu, sedangkan 2 kamar tidur
lainnya digunakan oleh masing-masing anak. Ketika ada seorang sanak keluarga
yang datang dan tinggal di rumah kita untuk melanjutkan pendidikan, tentunya
secara langsung akan menambah jumlah penduduk di dalam rumah kita.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Kondisi tersebut tentu membutuhkan
kajian, seperti apakah perlu memperluas rumah kita untuk menambah satu lagi kamar
tidur ataukah cukup dengan membeli ekstra tempat tidur dan diletakkan di salah
satu kamar tidur anak kita. Ini baru tentang kerepotan menambah satu anggota
rumah tangga. Bisa dibayangkan bukan, kerumitan mengurus ratusan juta penduduk
negara ini? Di sinilah pentingnya data kependudukan yang akurat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Rangkaian pelaksanaan SP 2020 diawali
dengan kegiatan SP Online dalam periode Februari – Maret 2020 yang secara resmi
akan dimulai pada tanggal 15 Februari 2020. Setiap penduduk yang terhubung
dengan jaringan internet bisa mendaftarkan diri secara mandiri. Bagaimana
dengan mereka yang tidak? Berdasarkan data hasil SP Online, tahapan selanjutnya
adalah pelaksanaan SP Wawancara di bulan Juli 2020. Pada tahapan ini,
berdasarkan data hasil pengisian SP Online, akan dilakukan pemeriksaan daftar
penduduk; verifikasi lapangan untuk isian yang belum lengkap di tahapan SP Online;
dan tentunya pencacahan lengkap bagi penduduk yang tidak bisa melakukan SP Online.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Sensus Penduduk 2020 akan dilakukan
terhadap semua warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA)
yang telah atau akan tinggal selama minimal 1 tahun di wilayah Republik
Indonesia termasuk <i>extraterritorial jurisdiction </i>Indonesia di luar
negeri. Dalam kasus saya yang per 15 Februari 2020 sudah hampir setahun
berdomisili di Korea Selatan dan masih akan menetap di sana untuk beberapa
waktu ke depan, tidak akan dicakup dalam pelaksanaan SP 2020. Namun para
pegawai Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berdiam di kompleks KBRI
yang notabene merupakan wilayah ekstra teritori Indonesia, akan turut dihitung
sebagai penduduk Indonesia.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Akan ada 21 pertanyaan yang perlu
diisi dan dijawab dalam SP 2020 yang mencakup data individu, pekerjaan,
pendidikan, dan perumahan. Untuk mudahnya, pada saat akan mengisi SP Online
ataupun menjawab pertanyaan petugas dalam wawancara langsung, sebaiknya sudah
menyiapkan Kartu Tanda Penduduk (KTP); Kartu Keluarga (KK); dan akta nikah/akta
cerai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Demi ketenangan hati sebagai
makhluk yang berakal budi dan juga sebagai warga negara yang berintegritas serta
memiliki komitmen terhadap kemajuan bangsa dan negara, berikanlah data apa
adanya. Misalkan Anda secara <i>asal-asalan</i> mengisi data pada saat SP Online
di periode Februari – Maret 2020, hal tersebut berpotensi membuat waktu yang
dibutuhkan petugas melakukan verifikasi lapangan di bulan Juli 2020 menjadi
lebih panjang. Anda tentu tidak ingin waktu Anda yang berharga tersita lebih
lama. Lagipula, dana yang Pemerintah kucurkan untuk pelaksanaan SP 2020 pun tidak
sedikit. Anda pun tentu tidak ingin pajak yang Anda bayarkan, digunakan untuk menghasilkan
sesuatu yang tidak optimal, bukan?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Pencatatan penduduk Indonesia ini
akan dilakukan di SELURUH wilayah Indonesia, termasuk mereka yang tinggal di
daerah terpencil.<span style="mso-tab-count: 1;"> </span> Sejauh apapun itu,
setiap penduduk Indonesia berarti. Bahwa sedemikian pentingnya komitmen negara
ini terhadap setiap warga-nya, sudah sepatutnya kita sambut dengan tangan
terbuka dan melakukan yang terbaik untuk mensukseskannya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Jadi, sekali lagi, pastikan kita
menjadi bagian dari proses mencatat Indonesia ini. Pastikan bahwa pada saat
data jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 diumumkan secara resmi oleh
Pemerintah, Anda termasuk di dalamnya. Untuk itu kunjungilah situs <a href="http://www.sensus.bps.go.id/">www.sensus.bps.go.id</a> sepanjang periode
15 Februari – 31 Maret 2020 ini dan berikanlah informasi secara mandiri. Jika
ada mekanisme yang perlu diperjelas, Anda bisa mengajukan pertanyaan lewat akun
media sosial BPS Provinsi Maluku baik melalui Facebook maupun Instagram
(@bpsprovinsimaluku). Anda pun bisa menghubungi nomor telepon 0911-361320 atau berkirim
surat elektronik ke <a href="mailto:maluku@bps.go.id">maluku@bps.go.id</a>.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 115%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Kurang lebihnya akan ada 54 negara
yang menghitung jumlah penduduknya di tahun 2020 ini. Di antaranya Amerika
Serikat, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Argentina,
Brazil, dan Arab Saudi. Bahwa kualitas (data) kita tidak kalah dengan sederet
negara maju yang turut melakukan penghitungan jumlah penduduknya di tahun ini, kitalah
yang menentukan. Bantulah kami mencatat Indonesia dan PASTIKAN ANDA TERCATAT!
Salam Indonesia Maju.<o:p></o:p></div>
</div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-73286144316361771982020-01-26T14:54:00.004+09:002020-10-08T19:37:52.831+09:00Melewati Tahun (=Lembah Kekelaman) Pertama di Korea Selatan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Beberapa teman LPDP dengan negara tujuan Korea Selatan pernah bertanya bagaimana perkuliahan di Korea? Gimana kehidupan di sana? Nah, ketepatan semester berjalan udah kelar dan libur musim dingin sudah dimulai, bisa-lah beta berbagi cerita.. Semester udah kelar??!! Yayyy... 😇😎😍<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-ZlkPT5mvWBc/Xi0qj68dOqI/AAAAAAAACro/Ake4_doxuSIl-ZDG1wmbRpUqAtB2m8gYwCLcBGAsYHQ/s1600/20190407_130214.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://1.bp.blogspot.com/-ZlkPT5mvWBc/Xi0qj68dOqI/AAAAAAAACro/Ake4_doxuSIl-ZDG1wmbRpUqAtB2m8gYwCLcBGAsYHQ/s320/20190407_130214.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Kalo ditanya pengalaman ketika pertama nyampe, duh trenyuh banget deh. Tiba di akhir musim dingin dan sejak dari landing yang nampak adalah rumput-rumput kering dan pohon-pohon tanpa daun. Sempat membatin, "Tuhan, kok keknya kurang meyakinkan ini negara?". Maklum, orang kampung baru pernah mengalami akhir musim dingin. Belon lagi sepanjang jalan bukan alfabet Latin, melainkan aneka simbol (aksara Korea) yang ditemui. Trus, dengan bus bandara itu nyampenya di pintu belakang kampus, agak jauh dari pintu utama yang mana tempat mangkal bus kampus untuk ke dormitory. Kudu geret koper kiri-kanan dengan perut yang sudah keroncongan sambil diterpa angin dingin. Tangan udah yang gemeteran aja. Syukur kepada Tuhan, Beliau mengirimkan seorang mahasiswi yang membantu nggeret 1 koper (yang kecil) dan pada saat akan menuruni sekitar 100-an anak tangga, tiba-tiba ada seorang bapak lewat dan yang bisa saya mintai tolong membawakan koper saya yang lebih besar.<br />
<br />
Jujur, 2 malam pertama di Seoul adalah masa-masa kritis. Saya baru ngeh yang sudah berada di negara orang, ga bisa sering-sering pulang, daaaaan sendiri. Rasanya saat itu saya mengalami <i>panic attack</i>. Udah pengen pulang ajah. Sempat membatin, masa bodoh sama sekolah lagi. Pokoke pulang!!! Puji Tuhan, saya diingatkan untuk berdoa dan melaluinya ada kekuatan untuk terus melangkah. Hari kedua di Seoul, saya sesuai jadwal, bertemu Ketua Jurusan yang saya ceritakan di <a href="http://www.paulinegaspersz.com/2019/04/mengatasi-ketakutan.html" target="_blank">Mengatasi Ketakutan</a>. Bener-bener dah! Semakin berasa tantangan menjadi mahasiswa lagi.<br />
<br />
Semester pertama terlewati dengan cukup meyakinkan. Mengunjungi tempat wisata di seputaran Seoul itu sebagian besar <i>by accident</i>. Misalnya, mengunjungi Gyeongbokgung Palace itu karena nemenin temen dari Jakarta, demikian juga ketika mengunjungi Namsan Tower. Trus, ke Nami Island itu karena ikutan nemenin temen yang blom pernah ke sana. Saya cukup tahu diri, sekolah lagi di kala usia tidak lagi muda itu butuh <i>extra effort</i>-lah ya. Bukan juga berarti saya tidak menikmati hidup. Sekali sebulan saya bertemu beberapa teman Indonesia untuk berbagi suka dan duka. Dan yang paling saya tunggu-tunggu adalah jadwal tidur siang di hari Minggu sepulang gereja. Rasanya nikmat banget! Secara di hari biasa, sekalipun ngantuk, tempat tidur itu hanya berguna kala malam. Misal ngantuk saya tak tertahankan lagi di siang hari, saya akan pause beberapa menit dan meletakkan kepala di atas meja belajar dan setelah itu kembali ke laptop.<br />
<br />
Di artikel saya tentang Mengatasi Ketakutan, saya menyebutkan tentang resep pertama saya, yakni <b><i>"Study hard, pray harder!"</i></b>. Itu amat sangat signifikan menguatkan saya melewati 2 semester pertama di Korea. Bener-bener hanya karena kemurahan-Nya saya bisa bertahan dan bahkan eksis. Saya mengalami sungguh, sekolah lagi itu bukan sekedar menambah ilmu tetapi mengajar saya semakin rendah hati, mengandalkan-Nya, serta bagaimana berbagi beban dengan orang di sekitar kita.<br />
<br />
Ada satu pengalaman saya di kelas Econometrics. Di pertemuan terakhir sebelum minggu ujian akhir, saya masuk kelas tanpa menyadari bahwa di hari itu akan ada quiz terakhir dengan bobot nilai terbesar. Beberapa menit sebelum kelas dimulai, barulah saya mengetahuinya dari seorang teman yang sudah kedua kalinya mengambil mata kuliah tersebut. Shock? Jelas! Secara biasanya Professor mengumumkan di cyber campus, tapi kali itu tidak. Ternyata seminggu sebelumnya beliau mengumumkan di kelas tetapi dengan menggunakan bahasa Korea. Saya kemudian memutuskan kembali ke dorm untuk mengambil materi bab-bab sebelumnya yang akan turut di-quiz-kan hari itu. Biasanya Professor akan membahas materi selama 1 jam dan sisa waktu digunakan untuk quiz. Jadi saya pun kembali ke dorm dengan tidak terburu-buru sambil berdoa dalam hati dan menyenandungkan lagu, <b>"Ku Berserah Kepada Allahku"</b> (secara memang ga ada pilihan lain) #sigh. Ketika kembali ke kelas ternyata quiz sudah dimulai. Menghadapi kertas soal dan lembaran jawaban, doa saya adalah, <b>"Tuhan, berikanlah saya ketenangan dan hikmat untuk mengerti bagaimana menjawab pertanyaan yang ada"</b>. Secara kalo saya harus mengulang mata kuliah tersebut lagi, itu berarti merubah semua schedule yang ada untuk selesai tepat waktu. Puji Tuhan, saya mendapatkan nilai akhir B+ untuk Econometrics. Sungguh, bagi saya itu mujizat. Bukan sekedar tidak perlu mengulang, namun bagaimana sikap saya yang tenang di hari itu, bukan Pauline yang dulu!<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-Dq5BUrSH9zo/Xi0qz8ROIII/AAAAAAAACrs/h-tMFk_31gsoX3qEIczP0UUFdLmNxZVQQCLcBGAsYHQ/s1600/20191114_121953.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="180" src="https://1.bp.blogspot.com/-Dq5BUrSH9zo/Xi0qz8ROIII/AAAAAAAACrs/h-tMFk_31gsoX3qEIczP0UUFdLmNxZVQQCLcBGAsYHQ/s320/20191114_121953.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Pengalaman lainnya, di saat berkutat dengan setumpuk tugas di akhir semester dan ada teman yang minta bantuan untuk pindahan, rasanya dilematis sekali. Saya paham yang teman tersebut tidak punya banyak pilihan untuk meminta tolong teman lain karena semua orang pasti sibuk dan lagi hectic-hectic-nya. Dalam kondisi seperti itu rasanya masih mending minjemin duit daripada membagi waktu kita yang sangat berharga itu! Namun, situasi teman tersebut tidak memungkinkan bagi saya untuk menolak membantunya. Trus, ketika kita sudah meluangkan waktu yang rasanya mahal banget, berjalan dalam udara dingin, hanya untuk menemukan teman kita itu tidak berada di tempat sesuai kesepakatannya. Di situ, saya benar-benar diajar untuk sabar dan tulus.<br />
<br />
Saya melewati tahun pertama di Korea dengan begitu banyak pelajaran, bukan hanya semata-mata yang saya dapatkan dari aktifitas akademik, namun juga dalam interaksi dengan teman dari berbagai negara. Korea adalah salah satu negara dengan tingkat bunuh diri yang tinggi. Teman Korea saya mengakui, mereka terkondisi untuk kompetitif sedari kecil dan diharapkan mencapai yang terbaik. Sedemikian hingga ketika tidak, beberapa di antara mereka akan menjadi depresi dan kemudian melakukan bunuh diri. Dalam pergaulan dengan beberapa teman Korea, ketika diperhadapkan dalam situasi yang tidak mudah, seringkali mereka mengatakan, <b><i>"I want to kill myself"</i></b>. Padahal kata-kata yang keluar dari mulut kita bisa menjadi doa yang kemudian menjadi kenyataan kan? Di sinilah penting untuk berbagi keceriaan yang ternyata bisa menjadi komoditi berharga bagi orang lain. Betapa konsep kaya-miskin itu relatif yak! 😎<br />
<br />
Hampir setahun di Korea juga secara signifikan berkontribusi terhadap semakin "terangnya" kulit saya. Hahaha.. Semua bermula dari ketika pertama kali tiba di akhir musim dingin, <i>literally speaking</i>, saya terkondisi untuk hampir setiap hari menggunakan aloe vera 98 persen sekujur tubuh saya untuk menjaga kelembaban kulit. Dan itu terus berlanjut, dua hari sekali saya menggunakannya. Selain itu, saya rasa, makanan yang sehat juga membantu menjaga kesehatan kulit. Biasanya saya masak lauk di hari Sabtu dan menyimpannya di kulkas. Ketika akan makan, saya masak nasi sampai setengah matang di microwave, kemudian menaruh irisan brokoli atau sawi pokcoy atau tomat, dan terakhir lauk yang di-stok di kulkas, lalu kembali memasaknya di microwave. Alhasil, nasi mateng, sayur layu (tanpa ditumis) dan lauk pun anget. Selain sehat, ini membantu menabung won ee!<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-GNFbpfvL52U/Xi0q9-zSlJI/AAAAAAAACr0/o5NfUNU0gFocawAwiVR0z3SuvRU3KLGZwCLcBGAsYHQ/s1600/20191118_212609.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://1.bp.blogspot.com/-GNFbpfvL52U/Xi0q9-zSlJI/AAAAAAAACr0/o5NfUNU0gFocawAwiVR0z3SuvRU3KLGZwCLcBGAsYHQ/s320/20191118_212609.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
So, <i>in a nutshell</i> alias ringkasan hasil tinggal selama tahun pertama di Seoul adalah:<br />
<ul style="text-align: left;">
<li>Berasa makin pinter setelah "dicecoki" 8 mata kuliah. Makin pinter ini kudu mempertimbangkan titik start awal ya. Hahaha... 😅</li>
<li>Punya makin banyak teman dari aneka negara.</li>
<li>Makin terpapar huruf Korea alias <i>Hangeul</i>. Setidaknya ada satu lagi bahasa asing yang kudu dipelajari.</li>
<li>Makin sehat, kulit pun makin bersinar. Thanks to Korean's aloe vera! 😁 #ngiklan</li>
<li>Punya tabungan selain rupiah. Jelas lah, secara kudu buka rekening sono yak! Plus, kalo bisa berhemat ria, pulang-pulang bisalah bayar uang muka BTN. Hghghg.. #harapan</li>
</ul>
<br />
So, bagi yang punya cita-cita sekolah ke luar negeri, berdoa dan bekerjalah agar bisa terwujud. Banyaaaak plus-nya. Minus juga ada, tapi bukankah hidup ini adalah tentang menaklukkan tantangan dan naik lebih tinggi?<br />
<br />
Annyeonghaseyo... 😍</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-66334142541911191592019-08-15T12:30:00.000+09:002019-08-15T12:37:21.704+09:00Belajar dari Korea Selatan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-xyOpTuyq068/XVTRdzu9MGI/AAAAAAAACq4/YLENXGK5sIMWaLSA7s0n2uayOJEI6b16QCLcBGAs/s1600/4%2BOPINI%2BOK_2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1315" data-original-width="1600" height="262" src="https://1.bp.blogspot.com/-xyOpTuyq068/XVTRdzu9MGI/AAAAAAAACq4/YLENXGK5sIMWaLSA7s0n2uayOJEI6b16QCLcBGAs/s320/4%2BOPINI%2BOK_2.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kolom Opini Harian Ambon Ekspres edisi 15 Agustus 2019</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify;">
<span id="docs-internal-guid-04d2af44-7fff-31c2-f192-3ac21c056900"><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Ketika memutuskan akan melanjutkan studi ke Negeri Ginseng, banyak kerabat dan sahabat yang mempertanyakan alasan saya belajar ke sesama negara Asia di saat saya juga punya kesempatan untuk memilih Amerika Serikat sebagai negara tujuan studi saya. Tentu ada banyak alasan, tetapi salah satu yang relevan adalah isu kemiskinan. Di antara tahun 1950 - 1953, Korea mengalami perang saudara yang berujung pada terpisahnya Korea Utara dan Korea Selatan. Masa-masa selama dan sesudah perang itu adalah periode yang memprihatinkan bagi penduduk kedua negara. Kisah yang saya dengar dari beberapa orang Korea, itu masa-masa yang sulit, sedemikian hingga Korea Selatan pernah menjadi negara termiskin di Asia. Mengutip kata-kata Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam Seminar Hari Kependudukan Sedunia pada Juli 2014, “</span><span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "arial"; font-size: 11.5pt; font-style: italic; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Mereka habis-habisan perang saudara membuat negara itu menjadi miskin, bahkan lebih miskin dari Indonesia yang baru merdeka</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">”.</span></span></div>
<span id="docs-internal-guid-04d2af44-7fff-31c2-f192-3ac21c056900">
<div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Dalam proposal riset saya menyebutkan ingin datang dan belajar ke Korea, bagaimana caranya bangkit dari kemiskinan, mengingat saya lahir dan besar di provinsi yang beberapa tahun terakhir ini tak tergoyahkan dalam 5 (lima) besar provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia. Namun ironinya, dari sisi sumber daya alam provinsi saya jauh lebih kaya dibandingkan Korea Selatan yang bahkan menurut salah satu Professor saya, kayu pun diimpor dari luar negeri. Maluku, suatu negeri yang kaya akan rempah-rempah dan menjadi alasan hadirnya kolonialisme di bumi nusantara. Maluku yang pada suatu waktu menjadi tujuan pelayaran dari Cristopher Columbus namun kemudian ia “nyasar” dan menemukan benua Amerika. Maluku yang dikaruniakan lautan yang luas dengan aneka potensi di dalamnya.</span></div>
<div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Satu hal yang menarik dari cara penduduk Korea Selatan bangkit dari kemiskinan adalah mereka berbalik kepada Tuhan. Mereka sadar bahwa mereka tidak punya apa-apa untuk bangkit. Perang saudara tidak menyisakan apa-apa bagi mereka untuk bertahan hidup. Mereka tidak lagi memiliki pengharapan akan masa depan sedemikian hingga mereka hanya bisa bergantung pada Satu Pribadi dengan kekuatan dan kekuasaan supranatural yang diyakini sanggup melepaskan mereka dari krisis yang terjadi. Hal ini merupakan testimoni yang saya dengar dari beberapa warga senior Korea. Bagaimana dengan kita di Indonesia, khususnya Maluku? Luar biasanya, Pancasila yang kita yakini bersama sebagai perwujudan nilai-nilai luhur pun meletakkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama kita! Bahkan saya sungguh yakin, kehidupan beragama di Maluku amat sangat kuat. Sampai di sini, kita punya modal yang sama, dengan sesaat mengesampingkan perbedaan mencolok dari sisi kekayaan alam. Kemudian?</span></div>
<div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Mereka yang sudah pernah berkunjung ke Korea Selatan sebagian besar tentu akan mengakui kejujuran dan integritas diri orang Korea. Pengalaman salah satu teman dari Jakarta yang berkunjung ke Seoul dan baru sadar bahwa HP-nya tertinggal di salah satu toko setelah sekitar 2 jam, kembali ke toko tersebut dan melihat HP-nya masih pada posisi saat terakhir kali ia letakkan. Testimoni salah satu teman yang juga mahasiswi di sini, “</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; font-style: italic; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Pulang larut malam juga aman ee</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">”. Bagaimana dengan kita? Apakah kita berani mengklaim daerah kita sebagai daerah yang aman? Apakah kita, satu dengan yang lainnya, memiliki standar moral yang kurang lebih sama sebagai modal untuk membangun daerah kita ataukah malah kita saling mencurigai? Apakah kita melihat posisi atau jabatan yang dipercayakan sebagai wadah untuk mencurahkan sebesar-besarnya kemampuan dan integritas diri untuk sebesar-besarnya kemakmuran bersama ataukah kesejahteraan pribadi? Berapa banyak pejabat kita yang berakhir dengan urusan di kantor polisi dan bahkan penjara karena aneka kasus? Salah satu isu yang menjadi perhatian saya pribadi, berapa banyak kepala desa yang harus berurusan dengan hukum dikarenakan penyalahgunaan dana desa yang sejatinya merupakan respons positif dan kepercayaan Pemerintah Pusat bagi otonomisasi di daerah? Dan bahkan ada pemimpin yang menganggap luasnya laut kita sebagai salah satu penyebab tingginya kemiskinan di Maluku. Padahal dari laut itulah kita pun bisa menghidupi anak-cucu dan bahkan mengeksplorasi gas alam di Blok Masela sana.</span></div>
<div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Jurusan yang saya ambil dalam studi saya di Korea Selatan adalah Behavioral Socioeconomics yang mempelajari pengaruh faktor sosial dan kognitif terhadap fenomena ekonomi. Saya berencana untuk meneliti mental dan karakter orang Maluku dalam kaitannya dengan kemiskinan. Saya percaya ini akan menjadi salah satu jawaban bagi Provinsi Maluku terkait masalah kemiskinan. Kita tidak bisa hanya berkutat dengan faktor eksternal seperti minimnya alokasi dana dari Pemerintah Pusat sekalipun mungkin pada konteks tertentu ada benarnya, tetapi mari mulai mengeksplor diri sendiri. Saya tertarik dengan tulisan Pak Wardis Girsang dan Pak Marthin Nanere dalam artikel “</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; font-style: italic; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Profiles and Causes of Urban Poverty in Small Islands: A Case in Ambon City, Maluku Islands Indonesia</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">” yang mencatat malas sebagai salah satu faktor budaya (internal) yang menyebabkan seseorang miskin.</span></div>
<div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Kita tidak bisa memilih terlahir di keluarga seperti apa, sebagaimana kita tidak bisa memilih terlahir sebagai warga daerah atau negara mana. Kalau orang Korea 60 tahun-an yang lalu hanya duduk merenung, meratapi, dan menyesali kenapa mereka terlahir sebagai orang Korea, maka tentunya Korea Selatan tidak akan menjadi salah satu macan Asia seperti yang kita lihat sekarang ini. Kita pun tidak bisa sepenuhnya setuju dengan lirik dalam lagu “</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; font-style: italic; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Tau S’nang Sa</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">” yang menyuratkan kata-kata </span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; font-style: italic; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">biar miskin tapi tau s’nang sa</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">. Benar bahwa kemiskinan itu sifatnya multidimensional, akan tetapi bukankah tujuan hidup setiap kita adalah hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini? Untuk itulah kita berusaha sekuat tenaga agar bisa menyekolahkan anak-anak kita setinggi mungkin.</span></div>
<div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
<span style="font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Basudara di Maluku, kita bisa bangkit dan menjadi lebih baik dari keadaan kita saat ini. Jika dulu para pendahulu dan pahlawan kita seperti Pattimura, Anthony Rhebok, Said Perintah, Martha Christina Tiahahu dan yang lainnya, bangkit melawan musuh dari luar, saat ini mari kita bangkit melawan ego kita, kemalasan, masa bodoh, acuh tak acuh, saling curiga, dan hal-hal negatif lainnya yang hanya membuat kita terpuruk. Mulailah dengan mensyukuri apa yang kita miliki saat ini dan dengan meminta hikmat dan pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa, kita melakukan apa yang kita bisa semaksimal dan sebaik mungkin. Memang tidak mudah. Akan ada banyak resistensi, keraguan, dan mungkin juga cemooh. Tetap maju terus. Saya mencatat anjuran salah satu mantan Gubernur Maluku dalam acara pelantikan salah satu raja di Pulau Saparua tahun lalu agar masyarakat </span><span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "arial"; font-size: 11pt; font-style: italic; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">bertransformasi dari budaya bakalai ka budaya bakubae, talamburang ka budaya kalesang, makan puji ka budaya rendah hati, kewel ka budaya kerja, baku kuku ka budaya baku kele, sopi ka budaya kopi, parlente ka budaya jujur, galojo ka budaya baku bage, padede atau balagu ka budaya arika</span><span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">. Lambang Provinsi Maluku </span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">menggambarkan sikap ksatria dan gagah berani (tombak), kekayaan hasil hutan yang melimpah (hutan), serta persatuan dan kesatuan yang abadi (laut dan perahu). Lalu - mengutip kata-kata orang tatua dolo-dolo, “</span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: "arial"; font-size: 11pt; font-style: italic; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Kurang apa lai dalam dunia ni voor katong untuk maju dan sejajar dengan basudara di bagian lain Indonesia</span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">?” Tuhan memberkati Maluku!</span><br />
<br />
<br /></div>
<div>
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: "arial"; font-size: 11pt; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><br /></span></div>
</span></div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-72913029057756889522019-04-25T00:16:00.003+09:002021-03-03T16:30:37.799+09:00Mengatasi Ketakutan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-7W6MifIOYII/XMB9yUd-5tI/AAAAAAAACp4/v-Ah8U6Ar4QyWC0_ppNSKcwCollMKva0wCLcBGAs/s1600/20190415_155749.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://2.bp.blogspot.com/-7W6MifIOYII/XMB9yUd-5tI/AAAAAAAACp4/v-Ah8U6Ar4QyWC0_ppNSKcwCollMKva0wCLcBGAs/s320/20190415_155749.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa waktu terakhir ini, khususnya sejak berada di Seoul, Korea Selatan, saya merasakan sungguh suatu perubahan nyata. Saya mulai bisa mengatasi rasa takut! Terkesan biasa ya? Tetapi ketika di-elaborasi lebih dalam dan bila setiap pribadi mau mengakui bahwa ketakutan itu salah satu momok terbesar dalam hidup ini, hal tersebut menjadi ruaarr biasaa! 😍</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan meminjam istilah Statistik Harga-nya BPS, mari kita list aneka kualitas dari "komoditi" ketakutan ini:</div>
<div style="text-align: justify;">
<ol>
<li>Takut mati</li>
<li>Takut tidak menikah (lagi)</li>
<li>Takut tidak punya anak</li>
<li>Takut dipecat</li>
<li>Takut tidak lulus ujian</li>
<li>Takut kehilangan mata pencarian</li>
<li>Takut tidak memperoleh pekerjaan</li>
<li>Takut dimutasi ke tempat "kering"</li>
<li>Takut tidak dipromosi</li>
<li>Takut sampai pensiun tidak punya rumah</li>
<li>Takut dianggap bodoh atau tidak berarti oleh orang lain</li>
<li>Takut dijauhi teman-teman dan dianggap ga gaul</li>
<li>Takut dibilang sok suci kalo memilih jalur yang benar tapi tidak populer</li>
<li>Takut gagal untuk urusan apapun</li>
<li>Takut tidak dihormati lagi</li>
<li>Takut diselingkuhi pasangan</li>
<li>Takut ga <i>up to date</i></li>
<li>Takut naik Li*n (iya kah, Na? Hahaha)</li>
<li>.... <i>monggo silakan diisi sendiri</i> ....</li>
</ol>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika tiba di Ewha Womans University dan bertemu dengan Kepala Departemen Behavioral Socioeconomics, saya baru ngeh yang beberapa mata kuliah wajib (mungkin juga sebagian besar) materi dan reference books-nya dalam bahasa Inggris tetapi disampaikan dalam bahasa Korea, di saat vocab bahasa Korea saya mungkin tiada bedanya dengan bayi di Korea yang berumur 1 tahun. Saya sempat berargumen dengan Kepala Departemen dengan mengatakan saya tidak mengetahui informasi ini sebelumnya. Dan bahkan di dalam <i>Certificate of Admission</i> (CoA) yang saya terima, status saya adalah tidak perlu belajar bahasa Korea. Lagipula persyaratan pendaftaran sesuai panduan adalah english proficiency <b>ATAU</b> TOPIK (Test of Proficiency in Korean), bukan <b>dan atau</b>. Dengan kata lain, secara tersirat, saya mau mengatakan, "<i>Ini salah siapa, Prof?</i>" Tapi yang saya katakan adalah saya sudah di sini and <i><b>no turning back</b></i>!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Illiteracy</i> saya dalam bahasa Korea kerasa ketika perkuliahan dimulai. Bisa dibayangkan, gimana bingungnya saya mendengar bahasa yang dulunya saya kagumi ketika masih ngfans sama draKor, dari awal sampai akhir kelas. Kalo meminjam istilah teman dari UGM yang juga sementara menempuh studi di sini (permisi nyebutin ya, Tha), "<i>Kita berasa ga dianggap gitu! Kayak ga ada di kelas aja kan...</i>" Hahaha... Mana saya seorang diri di kelas yang masih buta aksara Korea. Lengkap sudah penderitaan.. 😎</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di sinilah kadang saya tergoda untuk merasa takut. <b>Apa saya bisa?</b> <b>Gimana kalo saya ngga lulus? Kan maluu...!</b> Langsung kebayang tuh sederetan surat perjanjian dan kontrak yang sudah saya tandatangani dengan LPDP sebagai penyandang dana beasiswa dan juga institusi tempat saya bekerja. Thank God, lagi-lagi Tuhan memakai teman dari UGM itu untuk menguatkan yang bahwa dia sudah sampai di tahap penyelesaian disertasi sekalipun ga mahir-mahir banget bahasa Korea-nya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di atas segalanya, saya harus mengatakan, Tuhan-lah alasan kenapa saya mulai bisa mengatasi rasa takut saya. Jika saya bandingkan saat pertama tiba di Korea dengan segala pesimisme yang menggempur batin, dan keadaan saya saat ini, rasanya kalo diuji dengan uji beda rata-rata, hasilnya akan signifikan! Dengan segala kerendahan hati saya mengakui, itu hanya karena kemurahan-Nya!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya jadi memandang tujuan saya ke Korea Selatan, bukan sekedar untuk sekolah, tapi pembentukan karakter yang semakin berserah dan TIDAK TAKUT! Salah satu teman kantor saya mengatakan, "<i>Sepertinya Tuhan mengijinkan Usi (sebutan kakak perempuan di Maluku) ke Korea supaya lebih dibentuk. Kalo tadi sekolahnya di Belanda atau english speaking countries lainnya, mungkin merasa lebih siap. Jadi merasa aman. Tapi ke Korea dengan kondisi yang di luar dugaan, jadinya makin berserah sama Tuhan kan..</i>"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi apa resepnya untuk mengatasi rasa takut??</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Study Hard, Pray Harder</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Every single day, apapun yang jadi jadwal hari itu, mau ujian kek, ada presentasi kek, yang mana rasanya waktu tuh selalu aja kuraaang, jadwal doa ga boleh dilewatkan dan juga merenungkan kebenaran firman-Nya. Saya punya pengalaman tak terlupakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada Jumat malam tanggal 22 Maret 2019, saya berada di titik terendah. Ada presentasi yang harus saya lakukan di hari Selasa berikutnya, tapi saya masih blank sekalipun udah bolak-balik itu artikel. Tertekan banget sampe berpikir ngapain juga sekolah jauh-jauh begini? Menderita. Pengen pulang saja ke Indonesia. Saya lalu keluar ke balkon dan memandang langit Seoul. Dengan berurai air mata saya akui, "<i>Tuhan, ini terlalu sulit buatku. Aku ga sanggup. Tapi bagi Engkau yang menciptakan langit dan segala keindahan yang sementara kusaksikan, ini pasti hal yang mudah. Buat aku mengerti Tuhan. Aku percaya Engkau sanggup!</i>" Kembali ke kamar, saya kemudian membaca Alkitab sesuai sharing dari salah satu rekan, di Ayub 37. Pada ayat 5-6, berbunyi,</div>
<div style="text-align: justify;">
"<i><b>Allah mengguntur dengan suara-Nya yang mengagumkan; Ia melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak tercapai oleh pengetahuan kita; karena kepada salju Ia berfirman: Jatuhlah ke bumi, dan kepada hujan lebat dan hujan deras: Jadilah deras!</b></i>"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Percayakah saudara-saudara, keesokan harinya terjadilah apa yang saya baca itu?! Sekitar jam 12 siang di hari Sabtu, 23 Maret 2019, teman sekamar berkata, "Wah, ada salju." Saya spontan bangkit dari tempat tidur dan bilang, "Ga mungkin! Ini sudah bukan musimnya." Tapi ternyata benar.. Itulah salju pertama saya. Beberapa saat setelah turun salju, hujan deras juga turun dan kemudian terdengarlah bunyi guntur di langit. Langsung saya terdiam dan terkesima. Melalui semua itu, Tuhan seakan-akan mau bilang, "<b>AKU ada!</b>" dan meresponi curhatan hati saya malam sebelumnya (ekspress juga ya Tuhan! Hghg). Sekedar informasi, saat itu di bagian lain Seoul, panas terik dan beberapa saat setelah turun salju, cuaca di seputaran kampus langsung panas terik. Salju itu seakan-akan spesial untuk meneguhkan saya. Kata teman dari Cina yang sudah 5 tahun di Seoul, "<i><b>Ini pertama kalinya saya menyaksikan salju di akhir Maret.</b></i>"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Do your best, God (absolutely) will do the rest!</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Kata-kata di atas terkesan basi ya? Yet, it still works. Di awal semester, ada satu mata kuliah yang setiap minggunya mengharuskan kami membaca seabrek-abrek artikel (puji Tuhan, in english) dan didiskusikan di kelas. Professor, teteup, ngomong pake bahasa Korea, sodarah-sodarah. Dari awal sampai akhir, for sure. Di pertemuan pertama, saya masih pasif, banyakan jadi pendengar setia. Di minggu kedua, saya meminta kesempatan di akhir sesi untuk menyampaikan review saya yang dikomentari, "<i>You are on the right track</i>" alias lumayan lah. Di pertemuan ketiga, hari itu hujan dan saya pribadi enggan banget ke kelas. Udah terbayang di depan mata, 3 jam mendengarkan "drama Korea (ilmiah)". Saya ingat, hari itu saya bilang, "<i>Tuhan, bahwa saya memaksa tetap masuk, ini bentuk dari saya mengerjakan bagian saya. Saya mau belajar taat dengan semua jadwal. Tuhan tolong sertai saya..</i>" Hari itu, di akhir diskusi, Professor-nya meminta saya memberikan review semua artikel tersebut yang telah dibahas dalam bahasa Korea. Ketika saya sampaikan, responsnya kali ini, "<i>Yes, that is the summary of all articles that we have discussed.</i>" Whaatt? Malah sepertinya yang saya sampaikan lebih lengkap karena setelah itu Professor-nya masih menyampaikan beberapa hal dengan menyebutkan satu-dua kata yang saya bahas sebelumnya. Saya hanya bisa membatin, "<i>Thanks, God</i>!"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Keep faith!</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin ada yang berpikir, baru awal.. Blom semester-semester depan, apalagi proses penulisan disertasi. Bakal meningkat intensitas takutnya, Pauline! Benar. Saya akui itu. Sampai saat inipun rasa takut itu tetap menghantui dan menjadi pergumulan saya setiap hari. Tapi saya juga akan tetap menguatkan hati dan percaya, Tuhan ada. Dan bahwa Ia melampaui semua ketakutan saya ataupun hal-hal yang membuat saya takut. Pagi ini ketika melihat pohon-pohon yang mulai menghijau dengan aneka gradasi warna daunnya, saya bilang, "Professor yang paling pintar, paling killer, atau paling galak sekalipun, ga sanggup bikin daun itu tumbuh dengan aneka warnanya." Tuhan yang berkuasa menjadikan semua itu sudah berjanji akan menyertai saya. Saya percaya pada-Nya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
So, apapun konteks kehidupan yang sedang kita jalani saat ini, belajarlah mengatasi rasa takut, apapun bentuknya. Dengan kekuatan kita sendiri, memang tidak mungkin. Karena kalo mungkin, angka bunuh diri di negara Korea ga setinggi sekarang ini dan juga ga ada yang namanya putus asa. Kita butuh kuasa di luar kita dan yang melampaui pemikiran kita. Saya jadi ingat ketika membawakan materi tentang <i>Divine's Intervention</i> dalam salah satu leadership training di India. Waktu itu saya menggunakan gadget sebagai ilustrasi. Jika kita mengalami masalah dengan gadget kita, tentu akan dibawa ke service center sesuai merk-nya. Galaxy Note akan dibawa ke service center-nya Samsung dan Iphone akan dibawa ke service center-nya Apple. Demikian juga kita. Sebagai hasil kreasi dari Tuhan semesta alam, ketika mengalami dan menghadapi masalah (ketakutan), datanglah ke Service Centre-Nya.. 😇</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Meminjam analogi <i>revenue neutral</i> dalam Environmental Economics ataupun hukum kekekalan energi, menurut saya ketakutan itu (besarannya?) fixed, secara itu juga bagian dari kemanusiaan kita. Namun porsi untuk Tuhan seyogyanya semakin dan semakin lebih besar dibandingkan untuk hal lainnya. Sepakat bukan? 😇😍😉</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-77403067507548109152019-02-28T14:57:00.001+09:002020-12-01T23:07:22.528+09:00Tahapan Awardee LPDP Menuju Korea Selatan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Tulisan ini dibuat atas masukan dari beberapa teman agar ke depannya, saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang ingin melanjutkan studi ke Korea Selatan, diharapkan mendapat tambahan informasi yang bisa membantu menerangi jalan yang harus ditempuh. Pengalaman yang saya bagikan di sini mohon diterima dalam konteks saya sebagai penerima beasiswa <a href="https://www.lpdp.kemenkeu.go.id/" target="_blank">LPDP</a> dan yang juga merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) alias PNS.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Secara umum, untuk melanjutkan sekolah dengan mengandalkan beasiswa, darimana pun sumber donor-nya, ada 2 tahapan utama yang harus dilalui tanpa memandang urutan. Pertama, menerima kepastian pembiayaan dari penyandang dana beasiswa. Dalam konteks saya berarti LPDP yaa.. Kedua, diterima oleh sekolah di luar negeri yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemberi dana beasiswa. Pertama bisa menjadi kedua, dan juga sebaliknya. Not in order.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam kasus saya, pada akhir Oktober 2017 saya menerima pengumuman hasil seleksi LPDP yang menyatakan saya ditetapkan sebagai calon awardee. Sesuai dengan kebijakan LPDP, saya harus mengikuti kegiatan Pengayaan Bahasa (PB) mengingat saya belum memiliki sertifikat IELTS sesuai yang umumnya menjadi persyaratan pendaftaran kampus di luar negeri. Saya mengikuti PB selama 4 bulan dari April-Juli 2018 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Kala itu, saya mengambil tes IELTS satu bulan sebelum jadwal yang ditetapkan pihak UPI dan memperoleh nilai overall 6.0. Berbekal nilai IELTS yang untuk pertama kalinya saya miliki itu, saya apply ke 3 (tiga) universitas di Korea Selatan. Oh ya, sedari awal, memang negara tujuan saya adalah Korea Selatan. Ke-3 kampus dimaksud adalah Seoul National University (SNU), Ewha Womans University, dan Korea University (KU). Sesungguhnya, universitas tujuan awal yang saya tetapkan ketika pertama kali apply beasiswa LPDP adalah Sogang University. Namun saya membatalkan niat apply ke situ dikarenakan bahasa Korea merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Walaupun nilai IELTS saya memenuhi persyaratan kampus tujuan dan saya dalam posisi menanti hasil seleksi, di awal November 2018 saya diundang lagi oleh LPDP untuk mengikuti perpanjangan PB di Universitas Negeri Yogyakarta. Walaupun hasil seleksi dari universitas akan mulai saya peroleh di akhir November 2018, saya memutuskan untuk tetap mengikuti perpanjangan PB tersebut dengan kesadaran bahwa saya masih membutuhkan banyak belajar bahasa Inggris sekaligus bersyukur masih diberikan kesempatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di akhir November sampai dengan awal Desember 2018 saya memperoleh keputusan hasil seleksi dari universitas. Saya tidak diterima di SNU dan KU, namun diterima di Ewha Womans University. Di sini pentingnya melamar ke lebih dari satu universitas, karena kita tidak tahu akan dibukakan jalan oleh-Nya di universitas yang mana. Di satu sisi, dikarenakan universitas tempat saya diterima berbeda dengan universitas awal yang saya tetapkan ketika melamar LPDP, saya harus melalui yang namanya perpindahan perguruan tinggi/jurusan. Inilah awal perjuangan baru..</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan informasi dari beberapa rekan, proses perpindahan perguruan tinggi/jurusan itu dalam tahun berjalan dibagi ke dalam beberapa periode waktu dan luar biasanya, untuk tahun 2018 proses tersebut telah ditutup per awal November 2018 sedangkan saya baru menerima LoA dari universitas pada 30 November 2018. Ada teman yang menyarankan untuk tetap saya kirimkan saja surat permohonan perpindahan perguruan tinggi tersebut, mengingat LPDP sementara dalam proses penilaian perpindahan (Thanks to Diyanah!). Pada tanggal 3 Desember 2018 saya mengirimkan surat permohonan perpindahan perguruan tinggi beserta dokumen terkait sesuai yang diatur oleh Buku Panduan Penerima Beasiswa LPDP. Keesokan harinya saya menerima respons dari LPDP bahwa mereka tidak bisa memproses perpindahan saya dikarenakan pengajuan di luar jadwal. Saya lalu mengajukan lagi surat berikutnya dengan judul permohonan peninjauan kembali perpindahan perguruan tinggi. Poin-poin dalam surat yang kedua antara lain:</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li style="text-align: justify;"><span style="font-family: "times new roman" , serif; text-indent: -37.8px;">Dasar pertimbangan penetapan jadwal perpindahan, mengingat periode pendaftaran setiap kampus berbeda dan demikian juga waktu pengumuman hasil seleksi masuk. </span><span style="font-family: "times new roman" , serif; text-indent: -37.8px;">Terkesan isi pengumuman tersebut tidak secara utuh mengakomodir dinamika yang dialami semua calon penerima beasiswa LPDP.</span></li>
<li style="text-align: justify;"><span style="font-family: "times new roman" , serif; text-indent: -37.8px;">Saya menerima LoA dari Ewha Womans University dengan kegembiraan yang luar biasa karena ternyata saya memenuhi kualifikasi yang ditetapkan sebuah universitas di luar negeri namun masalah yang kemudian menjegal saya adalah dari bangsa saya sendiri?</span></li>
<li style="text-align: justify;"><span style="font-family: "times new roman" , serif; text-indent: -37.8px;">Ketika kami meminta <i style="text-indent: -37.8px;">Letter of Sponsor (LoS)</i><span style="text-indent: -37.8px;"> di bulan-bulan menuju akhir tahun, seyogyanya ada semacam </span><i style="text-indent: -37.8px;">warning</i><span style="text-indent: -37.8px;"> yang mengingatkan terkait jadwal pengajuan permohonan perpindahan perguruan tinggi, program studi dan jenjang studi sehingga kami bisa menyesuaikannya dengan </span><i style="text-indent: -37.8px;">timetable</i><span style="text-indent: -37.8px;"> kami masing-masing.</span></span></li>
<li style="text-align: justify;"><span style="font-family: "times new roman" , serif; text-indent: -37.8px;"><span style="text-indent: -37.8px;">Menurut hemat saya, saya memenuhi persyaratan untuk melakukan perpindahan. Lalu hanya atas nama jadwal yang bukan merupakan suatu hal yang mendasar dibandingkan dengan usaha dan perjuangan untuk mendapatkan LoA, saya kemudian harus gagal melanjutkan pendidikan? Sungguh, saya mempertanyakan komitmen LPDP untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak bangsa, secara khusus kami dari timur Indonesia dengan segala keterbatasan yang ada, serta relevansinya dengan sederet jadwal pengajuan perpindahan</span></span></li>
</ol>
<span style="text-align: justify;">Sehari setelah mengirimkan permohonan pengajuan kembali perpindahan perguruan tinggi tersebut, saya ditelpon oleh LPDP yang mengabarkan mereka akan mengakomodir perpindahan yang saya ajukan. Singkat kata di tanggal 2 Januari 2019, saya menerima keputusan perpindahan tersebut. Puji Tuhan yaa..</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keputusan Direktur Utama LPDP tentang Persetujuan Perpindahan Perguruan Tinggi/Jurusan tersebut menjadi batu pijakan untuk mengurus Surat Perjanjian Tugas Belajar (SPTB) yang draftnya sudah disiapkan sejak akhir Desember 2018 namun belum bisa difinalkan sampai ada kabar tentang persetujuan perpindahan tersebut. Jadi pengurusan SPTB ke Pusdiklat instansi tempat saya bekerja paralel dengan pengajuan Surat Pernyataan Penerima Beasiswa (kontrak). SPTB yang sudah final kemudian dikirim ke Humas kantor pusat tempat saya bekerja untuk pengajuan permohonan penerbitan <span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "domine"; font-size: 16px;">Surat Persetujuan Perjalanan Dinas Luar Negeri (SP) dari Setneg yang dibutuhkan untuk pengurusan exit permit dari Kemlu untuk ditempel di paspor biru yang akan saya gunakan. Oh iya, perhatikan masa kadaluarsa paspor dinas ataupun biasa yang kita gunakan untuk mendaftar di universitas. Karena Certificate of Admission (CoA) yang dikeluarkan universitas akan mencantumkan nomor paspor tersebut. Pada kasus saya, paspor biru saya baru akan kadaluarsa di September 2020 namun diberikan pilihan mau langsung diperpanjang atau menunggu nanti di Korea saja. Saya memilih opsi kedua dikarenakan nomor paspor tersebut yang tertera di CoA dan yang nantinya diperiksa saat apply visa di Kedutaan Korea. Walaupun kalau ganti pun tak masalah juga, tinggal melampirkan paspor biru yang lama.</span><br />
<span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "domine"; font-size: 16px;"><br /></span>
<span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "domine"; font-size: 16px;">Khusus tentang SPTB, sebenarnya saya sudah curi start duluan. Sambil menunggu persetujuan perpindahan perguruan tinggi, saya sudah mengajukan permohonan penerbitan SPTB ke Pusdiklat tempat saya bekerja. Pertimbangan saya, kalau itu persetujuan perpindahan telat datang, dan setelah itu baru saya ngurus SPTB, ga bakalan keburu. Di satu sisi, saya juga siap-siap untuk kemungkinan permohonan perpindahan saya ditolak, maka dengan menahan malu saya akan mohon maaap lahir bathin ke Kapusdiklat dan juga Pimpinan saya. Puji Tuhan, saya ga harus mengeksekusi opsi kedua tersebut.. 😇😍</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "domine"; font-size: 16px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #444444; font-family: "domine";"><span style="background-color: white;">Sehari setelah saya mengajukan </span></span>Surat Pernyataan Penerima Beasiswa (kontrak), saya menerima file kontrak yang harus saya tandatangani di atas meterai 6000 rupiah, di-scan dan kirimkan file-nya ke LPDP sambil juga mengirimkan dokumen fisiknya. Sesegera LPDP menerima file kontrak saya, saya sudah bisa mengajukan penerbitan Letter of Guarantee (LoG) yang dibutuhkan bersama-sama dengan SPTB dari Pusdiklat untuk dikirim ke Setneg dan Kemlu. Untuk dokumen fisik Surat Pernyataan Penerima Beasiswa (kontrak), 7 hari kerja setelah diterima oleh LPDP, saya sudah bisa mengakses akun <a href="http://simonev.lpdp.kemenkeu.go.id/" target="_blank">Simonev LPDP</a> yang berguna untuk pengajuan pendanaan. Oh ya, pada kasus saya, ketika akun Simonev saya belum diaktifkan (masih menunggu 7 hari kerja), dan saya harus membayar tuition fee, pengajuannya boleh lewat CRM. Bagi yang Simonev-nya sudah aktif saat harus membayar tuition fee, boleh langsung menggunakan aplikasi Simonev.<br />
<br />
Tentang besaran tuition fee yang dicantumkan saat pengajuan permohonan penerbitan LoG, hati-hati ya. Untuk kasus saya, besaran tuition fee yang ditetapkan universitas per tahun adalah USD10,000 dengan lama studi 3 tahun. Jadinya nilai yang diisi saat pengajuan LoG adalah USD30,000 kalikan dengan kurs USD-KRW. Mengapa harus di-KRW-kan? Karena mata uang harus sesuai dengan negara tujuan. Masakan sekolah ke Korea Selatan tapi pengajuan mata uang dalam USD. Itu tidak patut dalam sistem LPDP (pada kasus saya).</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "domine"; font-size: 16px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
Perjuangan berikutnya adalah pembayaran tuition fee. <span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "domine"; font-size: 16px;">Di tanggal 22 Januari 2019 saya menerima perincian tuition fee dari universitas yang harus dilunasi selama periode 23-25 Januari 2019. Ketika hal itu saya teruskan ke LPDP, mereka meminta 10 hari untuk memprosesnya. Dalam komunikasi dengan LPDP mereka menyarankan saya untuk membayar sendiri terlebih dahulu baru kemudian di-reimburse. Saya tidak mau memilih opsi ini. Pengalaman saya ketika membayar admission fee dalam South Korean Won (KRW) di awal-awal mendaftar kampus besarannya dalam rupiah adalah 2 juta-an namun ketika diganti oleh LPDP nilai KRW agak turun sedemikian hingga ketika dikurskan ga nyampe 1,9 juta. Apalagi untuk uang tuition fee yang jauh lebih besar, selisihnya ketika nilai KRW turun, berasa coy... Argumen lainnya saya untuk LPDP adalah saya sudah menerima SP dari Setneg dan exit permit di Kemlu dalam proses. Bagaimana jika semuanya siap secara administrasi tetapi karena keterlambatan pembayaran, saya gagal sekolah? LPDP tidak menjawab pertanyaan saya tersebut, namun pada hari kedua terbayarkanlah tuition fee tersebut. Di kemudian hari karena selisih kurs, ada kekurangan tuition fee yang harus LPDP bayarkan. Hanya saja kali ini lebih dari 2 hari proses pembayarannya. *sigh</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "domine"; font-size: 16px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "domine"; font-size: 16px;">Selanjutnya saya mau bercerita tentang aplikasi student visa di Kedutaan Korea Selatan. Sambil menunggu penyelesaian pengurusan SP di Setneg dan Exit Permit di Kemlu, saya melakukan pemeriksaaan kesehatan khusus bebas TB selama 4 (empat) hari di RSUP dr. Sardjito yang termasuk dalam 12 rumah sakit yang ditetapkan oleh Kedutaan Besar Korea Selatan. Pada hari Jumat, 18 Januari 2019 saya menerima hasil tes bebas TB dan pada hari Kamis, 24 Januari 2019 saya memperoleh kabar yang paspor biru saya beserta exit permit sudah kelar. Maka pada Minggu, 27 Januari 2019 saya menuju Jakarta untuk mengambil paspor biru yang diperlukan untuk apply student visa di Kedutaan Korea. Persyaratan dokumen untuk aplikasi visa bisa dicek di web <a href="http://overseas.mofa.go.kr/id-id/brd/m_2711/view.do?seq=731525&srchFr=&amp;srchTo=&amp;srchWord=&amp;srchTp=&amp;multi_itm_seq=0&amp;itm_seq_1=0&amp;itm_seq_2=0&amp;company_cd=&amp;company_nm=&page=1" target="_blank">Kedutaan Besar Korea Selatan</a> untuk Indonesia. Saran saya, baca semua pengumuman yang ada di web tersebut, mana tahu ada perubahan yang dilakukan. Dua hari setelah apply visa, pada tanggal 30 Januari 2019 saya kembali ke Yogya melanjutkan mengikuti PB dan bahwa saya juga dijadwalkan untuk mengikuti official IELTS Test pada hari Sabtu, 2 Februari 2019.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "domine"; font-size: 16px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "domine"; font-size: 16px;">Pada hari Senin, 4 Februari 2019, melalui web Kedutaan Besar Korea Selatan, saya memperoleh informasi yang aplikasi visa saya disetujui. Saya lalu kembali dari Yogya ke Ambon pada Kamis, 7 Februari 2019 dengan transit di Jakarta selama 12 jam 15 menit untuk singgah di </span><span style="background-color: white; color: #444444; font-family: "domine"; font-size: 16px;">Kedutaan Besar Korea Selatan mengambil visa saya. Awalnya LPDP memberikan tiket dengan waktu transit lebih cepat, hal tersebut mengingat sesuai aturan LPDP, awardee tidak boleh transit lebih dari 12 jam. Akan tetapi argumen saya adalah karena saya harus singgah mengambil visa. Syukurlah, argumen saya diterima baik oleh LPDP. Jadi pulanglah saya ke Ambon, dengan nilai IELTS terbaru overall 7.0, student visa, dan siap berangkat ke Korea Selatan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya memesan tiket keberangkatan ke Seoul sekitar 12 hari sebelum tanggal keberangkatan. Saya memilih penerbangan dengan waktu transit tercepat untuk rute Ambon-Jakarta-Seoul yang menggunakan pesawat lanjutan Korean Air. Namun LPDP menyarankan saya untuk mengambil pilihan lain bersama Garuda Indonesia dengan waktu transit lebih lama, namun jatah bagasi 40 kg. Oh ya, untuk penerbangan Garuda Indonesia ke Korea, jatah bagasi 30 kg dan untuk student ditambah 10 kg. Ketepatan saya juga pemegang Silver Card Garuda Miles yang memiliki jatah tambahan bagasi 5 kg. Namun pada kenyataannya, bagasi saya hanya sekitar 40 kg.<br />
<br />
Selanjutnya, terkait pendanaan. Pasti kepikiran, gimana nih hidup di Korea. Sesaat setelah mengajukan aplikasi visa di Kedutaan Besar Korea Selatan, teman-teman sudah bisa mengajukan Settlement Allowance (SA) tahap 1. Dokumen yang dibutuhkan bisa dilihat di Buku Panduan Pencairan Beasiswa LPDP yang akan LPDP kirimkan setelah berproses dengan kontrak. Ketika sudah bisa mengakses Simonev, saya juga segera mengajukan reimbursement pembayaran admission fee. Penting untuk menyimpan semua arsip selama proses ya.. Oh ya, ketika mengambil visa di Kedutaan saat transit untuk pulang ke Ambon itu, saya sudah membawa uang untuk menukar Korean Won di Hana Bank yang berada di dalam kompleks Kedutaan. Ada sih bank Korea di Yogya, yakni Shinhan Bank. Akan tetapi mereka tidak melayani penukaran KRW. Sedangkan kalo nukernya di bank biasa atau bahkan saat tiba di Seoul, sangat mungkin nilai tukarnya jauh di bawah.<br />
<br />
Setiba di Incheon International Airport, saya langsung membeli T-Money yang fungsinya seperti OVO di Indonesia. T-Money ini bisa dibeli di gerai G-25, kayak Alfamart gitu. Terletak di kiri pintu keluar terminal kedatangan internasional. T-Money ini berguna sekali untuk naik subway, bus, dan bahkan bisa dipake belanja juga. Oh ya, saya bener2 solo traveler ni dari bandara ke kampus. Untungnya tinggal sebutin nama kampus di meja informasi yang berhadapan dengan pintu kedatangan internasional, petugasnya akan membantu menuliskan nomor bis. Selanjutnya dikomunikasikan saja dengan sopir bis yang sigap banget.<br />
<br />
Setiba di Korea, saya menunggu sampai membuka rekening bank Korea untuk mengajukan pencairan SA tahap 2, sayangnya rekening baru akan jadi lebih dari 2 minggu. Terpaksa deh saya ajukan SA tahap 2 dengan rekening BRI. Jangan lupa dibawa ya ATM BRI atau Bank yang teman-teman gunakan untuk pencairan dana dari LPDP semasa masih di Indonesia. Untuk pencairan SA Tahap 2 hanya dibutuhkan file LoA atau sejenisnya, scan/foto boarding pass keberangkatan, dan bukti cap imigrasi kedatangan di negara tujuan. Bedanya dengan pengajuan LA maupun uang buku tahun pertama adalah, dibutuhkan juga bukti lapor diri di KBRI setempat. Nah, ini masalah saya. KBRI di Korea Selatan sekarang ini menerima lapor diri melalui WA dengan menggunakan nomor HP Korea atau melalui portal Peduli WNI yang juga membutuhkan nomor HP Korea. Padahal menurut pihak universitas agak sulit bagi saya memperoleh nomor HP Korea jika belum memiliki Alien Registration Card (ARC). ARC baru bisa diperoleh setelah saya memiliki Student ID Card yang mana belum saya peroleh. Ketika hal itu saya sampaikan ke LPDP, jawabannya adalah gunakan dulu SA-nya. Saya lalu menginfo-kan ke mereka SA tahap 1 saya habis buat bayar uang asrama yang diminta dibayar langsung 4 bulan. Trus saya minta, "Makanya Bapak/Ibu, pencairan dana SA tahap 2 saya mohon dipercepat ya, biar saya ga sampai luntang-lantung di negara orang.." Hahaha... 😂<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi rekan-rekan yang akan melanjutkan studi ke luar negeri, khususnya untuk awardee LPDP dengan negara tujuan Korea Selatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Annyeonghaseyo...</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-puIU8En_6vo/XHd4rnCt-XI/AAAAAAAACo0/4wymc6l8IeoeIYkWFU1t1fBUPLHprgHBQCLcBGAs/s1600/20190225_152836.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1200" height="320" src="https://4.bp.blogspot.com/-puIU8En_6vo/XHd4rnCt-XI/AAAAAAAACo0/4wymc6l8IeoeIYkWFU1t1fBUPLHprgHBQCLcBGAs/s320/20190225_152836.jpg" width="240" /></a></div>
<br /></div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com11tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-40222232101023457262019-02-27T19:10:00.000+09:002019-02-28T12:44:49.499+09:00Menuju Korea Selatan...<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Sesaat saya bingung harus mulai dari mana untuk membagikan kisah perjalanan saya sampai akhirnya menginjakkan kaki di negara yang terkenal dengan K-Pop dan drama seri-nya yang bisa membuat para penggemarnya rela begadang semalam suntuk hanya untuk menuntaskan seri demi seri. Pada suatu waktu saya pernah menjadi bagian dari komunitas ini, namun kemudian menyadari betapa tidak efektifnya hal tersebut. Kesadaran itu datang jauh sebelum saya memutuskan untuk meneruskan studi di negeri asal merk elektronik Samsung dan LG.. Loh?? Kok bisa?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya adalah satu dari hampir seratus awardee Beasiswa Afirmasi Indonesia Timur LPDP. LPDP itu sendiri adalah singkatan dari <a href="https://www.lpdp.kemenkeu.go.id/" target="_blank">Lembaga Pengelola Dana Pendidikan</a>, yang berada di bawah pengelolaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Beasiswa Afirmasi Indonesia Timur ini yang selanjutnya disingkat dengan BIT adalah yang pertama kalinya diselenggarakan oleh LPDP pada tahun 2017 dengan memberikan kesempatan bagi putera-puteri Indonesia dari 5 provinsi (dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia?) di timur Indonesia, yakni Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat untuk meneruskan pendidikan master dan doktoral di negara tujuan Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dasar saya memilih Korea Selatan sangatlah sederhana. Amerika Serikat bagi saya kejauhan. Ga nahan bo, harus terbang sampai hampir 30-an jam. Dulu aja ketika mengikuti kursus ke Belanda dan terbang 12 jam dari Singapura ke Amsterdam, udah ga nahan. Mungkin gegara terbangnya dari Ambon kemudian transit Jakarta, lalu dari Jakarta transit lagi di Singapura yak? Singkat kata, ane ga mau yang lama-lama di udara. Kemudian, kenapa ga Jepang? Sederhana. Frekuensi gempa-nya yg ane ga nahan. Suatu waktu dulu saya pernah bertugas di daerah yang mengalami gempa di suatu subuh sedemikian hingga saya harus lari ke bukit, dan ketika udah ga sanggup harus menghentikan bus dengan kemungkinan ditabrak atau diangkut (syukurnya, diangkut!). Sebisa mungkin, ga mau lagi kayak begitu. So, there is one and the only one option left: Koreyaaah... Beberapa hari setelah menuntaskan aplikasi beasiswa LPDP, saya sekilas melihat drama Korea di TV dan rasanya tuh yang agak nyesek gitu dah. Napa juga ya ngapply ke Korea??? *sigh</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Universitas yang saya pilih ketika pertama kali apply beasiswa LPDP adalah Sogang University. Dari sederet universitas yang bisa menjadi pilihan di saat itu, nampaknya Sogang yang cukup menawan. Namun ternyata dalam perjalanan selanjutnya saya baru ngeh yang Sogang University mensyaratkan kemampuan berbahasa Korea sebagai salah satu prasyarat. Akhirnya dengan perasaan biasa saja, tereliminasi-lah Sogang University dari daftar perburuan selanjutnya. Ketika melakukan eksplorasi lebih lanjut, kok ya saya jatuh hati sama jurusan Behavioral Socioeconomics yang ditawarkan oleh Ewha Womans University dan seingat saya tidak saya temukan di universitas lain. Yang bikin saya suka itu adalah kata-kata di dalam overview jurusan tersebut:</div>
<div style="text-align: justify;">
<b><i>Behavioral Socioeconomics is rooted in the understanding that economic phenomena cannot be separated from social, cognitive, and behavioral factors. This field thus integrates economics, business administration, sociology, psychology, consumer studies, cognitive science, and life science to understand economic phenomena.</i></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aaahhh, sukaakk!! Selama ini saya bergelut dengan pertanyaan kenapa ada ketimpangan antar wilayah di Maluku dan juga antara Maluku dengan wilayah lainnya yang mana sejauh ini diupayakan terjawab secara kuantitatif. Tentu akan lebih memuaskan jika kita memperoleh jawaban yang lebih komprehensif dengan memadukan berbagai keilmuan sebagaimana disebutkan di atas?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Puji Tuhan, sesuai permintaan saya, Tuhan berkenan membukakan jalan bagi saya dengan diterimanya e-mail pada tanggal 30 November 2018 bahwa saya diterima di program Behavioral Socioeconomics, Ewha Womans University untuk perkuliahan spring 2019. Luar biasa sukacita saya ketika menerima kabar tersebut yang saya baca di sela-sela pertemuan dengan Ibu Rumtini dari LPDP. Kala itu saya sedang berada di Yogya untuk mengikuti perpanjangan program Pengayaan Bahasa (PB) dari LPDP.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebagaimana salah satu lagu pujian yang sering kami nyanyikan dalam ibadah, "Suka-duka dipakai-Nya untuk kebaikanku", kedatangan LoA itu hanyalah awal dari suatu perjalanan panjang yang cukup menguras energi dan perhatian dan waktu, dll. Dikarenakan universitas tempat saya diterima berbeda dengan universitas awal yang saya pilih ketika mendaftar, maka saya harus melalui mekanisme yang namanya perpindahan perguruan tinggi/program studi. Di tanggal 3 Desember 2018, diajukanlah permohonan tersebut oleh saya melalui sistem CRM LPDP dan yang direspons keesokan harinya dengan permohonan maaf bahwa pengajuan perpindahan saya tidak dapat diproses karena di luar jadwal yang telah ditetapkan. Singkat kata, setelah melalui "diskusi" yang lumayan seru, kurang lebih 1 bulan kemudian, yakni pada tanggal 2 Januari 2019 akhirnya saya menerima persetujuan perpindahan. Terima kasih Tuhan Yesus. Terima kasih LPDP. 🙏</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Surat persetujuan perpindahan tersebut menjadi tiket (kepastian) bagi saya untuk menuntaskan pengurusan surat perjanjian tugas belajar dengan Pusdiklat kami di Jakarta; salah satu dasar penerbitan Surat Pernyataan dari LPDP; Letter of Guarantee; dan akhirnya semua itu turut menyukseskan proses pengajuan Surat Persetujuan Perjalanan Dinas Luar Negeri (SP) dari Setneg dan exit permit ke Kemlu. Ngetik semua proses ini mah hanya membutuhkan beberapa menit. Tapi proses dan pergumulannya, hanya Tuhan dan saya yang paham... 😎<br />
<br />
Di tanggal 22 Januari 2019 saya menerima perincian tuition fee dari universitas yang harus dilunasi selama periode 23-25 Januari 2019. Ketika hal itu saya teruskan ke LPDP, mereka meminta 10 hari (kerja?) untuk memprosesnya. Langsung shock saya.. Tapi itu juga salah satu cara Tuhan untuk mengajari saya semakin berserah pada-Nya. Selama 2 hari berikutnya, saya memohon kemurahan Tuhan agar LPDP memenuhi tenggat waktu yang universitas tetapkan. Puji Tuhan, ketika saya minta pembayaran dalam 3 hari sesuai jadwal universitas dan oleh LPDP normalnya 10 hari, pada kenyataannya seturut kemurahan Tuhan, tuition fee itu terbayarkan di HARI KEDUA. <b>Tuhan Yesus luar biasa...</b> 😍<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-KeDYJxdGlKg/XHZfCE5B-OI/AAAAAAAACoo/dEplmn6maREF3ilhQ8Was_gqlcp7JGSgQCLcBGAs/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2019-02-27%2Bat%2B13.37.14.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="960" height="320" src="https://4.bp.blogspot.com/-KeDYJxdGlKg/XHZfCE5B-OI/AAAAAAAACoo/dEplmn6maREF3ilhQ8Was_gqlcp7JGSgQCLcBGAs/s320/WhatsApp%2BImage%2B2019-02-27%2Bat%2B13.37.14.jpeg" width="240" /></a></div>
<br />
Saat menulis ini saya sedang duduk manis sambil menikmati enbal di kursi belajar saya pada salah satu ruangan dormitory Ewha Womans University dan mengenang perjalanan untuk sekolah lagi yang dimulai di pertengahan tahun 2017 😍😎. Membutuhkan lebih dari 1 tahun untuk akhirnya masuk kampus dan berstatus mahasiswa <i>lagi</i>. Setiap proses bisa saya lewati karena kemurahan Tuhan saja.. Dan perjuangan ini sesungguhnya baru dimulai. Jujur, agak ketar-ketir juga. Bahkan dalam perjalanan menuju Seoul dengan penerbangan GA 878, saya masih mempertanyakan, <i>"Yakin loe, mau sekolah di Korea, Pauline? Jauh loh... Lama baru bisa pulang, tiket mahal, biaya hidup mahal, etc"</i>. Modal saya hanya ucapan syukur karena sudah diperkenankan Tuhan sekolah lagi sambil terus memohon kemurahan dan penyertaan-Nya untuk setiap langkah yang saya jalani selama berada di Korea dan bahkan sampai nanti dipanggil pulang kembali pada-Nya...<br />
<br />
<h2 style="text-align: center;">
<span style="color: blue;">Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman Tuhan semesta alam. 😇</span></h2>
</div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-6474754264461413832018-09-28T12:37:00.000+09:002018-09-28T16:31:14.653+09:00Perjuangan Memperoleh Legalisir dari Kedutaan Besar Korea Selatan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sebagaimana disebutkan dalam tulisan saya lainnya, saya sementara berproses dengan rencana melanjutkan studi ke Korea Selatan. Salah satu persyaratan yang diminta beberapa universitas di negeri ginseng tersebut adalah setelah diberikan <i>Letter of Acceptance</i> (LoA) harus menyampaikan dokumen ijazah yang sudah dilegalisir oleh Kedutaan Besar Korea Selatan. Hal ini dikarenakan Indonesia belum menjadi anggota dari <i>Hague Convention of 1961 </i>yang mana menghapuskan protokol legalisir dokumen dari luar negeri untuk digunakan di suatu negara.<br />
<br />
Berbekal pengalaman rekan awardee LPDP dan blogger lainnya, pada suatu hari Senin saya menuju Kedutaan Besar Korea Selatan dengan membawa semua ijazah dan transkrip asli dan juga copy-an yang sudah dilegalisir di kampus masing-masing. Ketika tiba giliran saya untuk dilayani, mbak yang bertugas di loket mengatakan bahwa dokumen saya belum bisa dilegalisir dikarenakan ada beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum dilegalisir oleh Kedutaan. Ketika mbak itu mengambil sepotong kertas untuk menuliskan tahapan dimaksud, saya sudah feeling bakal panjang dan ribet nih secara si mbak membutuhkan kertas untuk menulis. Selesai si mbak menuliskan bahwa saya harus melegalisir dulu ijazah dan transkrip saya di notaris, kemudian dibawa ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham atau Kumham) dan setelah itu ke Kementerian Luar Negeri (Kemlu), di situ untuk sesaat saya mengira ada pemadaman listrik. Secara sesaat saya merasakan gelap dan mata pun berkunang-kunang. Saya pun memilih untuk duduk sejenak dan kemudian menelpon teman dari Ambon juga yang beberapa waktu sebelumnya melakukan legalisir dokumen-dokumen serupa di Kedutaan Besar Korea Selatan.<br />
<br />
Berbekal info dari teman saya tersebut yang menginformasikan bahwa dia hanya melakukan legalisir notaris, saya memberanikan diri bertanya lagi ke mbak-mbak yang bertugas di loket legalisir dengan harapan tadi itu si mbak salah ngasih informasi. Jawabannya, "<i>Iya mbak, itu dulu. Peraturan baru yang baru berlaku 2 minggu ini mensyaratkan seperti yang tadi saya tuliskan</i>". Saya lalu kembali duduk dengan perasaan galau dan mulai merasa putus asa. Gimana ga putus asa, besok malamnya saya sudah harus kembali ke Ambon. Cuti saya hanya 2 hari untuk melakukan pengurusan legalisir ijazah dan transkrip ini. Jujur, saya sempat membatin, "<i>Tuhan, masa bodoh dengan semua ini. Besok saya mau pulang aja. Urusan legalisir-melegalisirkan ini liat gimana nanti sajalah. Mau sekolah ke Korea kok ya ribeeet bangeet!</i>" Tapi puji Tuhan, Tuhan itu sabar banget ya. Ga baper-an kayak saya. Beberapa saat kemudian, ada bisikan di hati, "<i>Coba melangkah saja dulu. Bikin sebisa kamu, toh masih ada waktu sebelum besok pulang.</i>" Setelah merenung beberapa waktu, ada benernya juga ya? Toh masih ada waktu ini.<br />
<br />
Perjuangan kemudian dimulai. Saya melakukan pencarian di google map, notaris yang berlokasi di sekitar kantor Kedutaan Besar Korea Selatan dan menghubungi lewat telepon satu per satu. Ada sekitar 5 notaris yang saya hubungi dengan tarif legalisir yang bervariasi. Ada yang 100ribu per dokumen, bahkan ada yang 250ribu per dokumen. Di situ makin pening saya. Puji Tuhan, akhirnya ketemu satu notaris di daerah Casablanca dengan tarif 50ribu per dokumen. Setelah dipastikan bahwa notarisnya ada di tempat, secara itu sudah hampir jam 12 siang, saya langsung meluncur dengan gojek yang mana pake acara salah jalan dan mutar-mutar dulu di dekat KoKas sampai akhirnya ketemu kantor notaris yang berlokasi persis di depan Jalan Menteng Pulo I. Notarisnya adalah seorang ibu-ibu berumur 62 tahun (sempet nanya) dengan 2 orang pegawai perempuan yang sepertinya masih baru. Selesai dari notaris, saya menuju ke Kantor Kemenkumham yang menurut mbak-mbak di Kedutaan Korea dan juga ibu notaris, berlokasi di Jl. HR. Rasuna Said.<br />
<br />
Tiba di kompleks perkantoran Kemenkumham sekitar pukul 13.20 WIB, saya diarahkan oleh pak satpam yang bertugas untuk menanyakan tentang proses legalisir di gedung Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU). Di lobby kantor Ditjen AHU, oleh resepsionisnya saya diinfokan bahwa pelayanan legalisir dokumen dilakukan di Gedung Ciks di daerah Cikini, tepatnya di Jl. Cikini Raya No. 84-86. Masih lanjut si resepsionis, "<i>Tapi pelayanannya sampai jam 2 siang aja ya, Bu.</i>" Gubraaak, lah itu aja udah 13.26 WIB. Segeralah saya memesan gojek yang baru datang 10 menit kemudian dikarenakan sempet salah jalan. Tuhan benar-benar menguji kesabaran saya! Pas tu bapak-bapak gojek datang, saya (yang rasanya udah pengen nangis saja) ngomong, "<i>Pak, saya perlu tiba sebelum jam 2 di tujuan. Bisakah Bapak ngebut tapi tetap hati-hati?</i>"<br />
<br />
Saya tiba di Gedung Ciks sebelum jam 2 dan langsung berlari-lari kecil menuju ruangan pelayanan legalisir. Puji Tuhan, masih keburu. Setelah dijelaskan oleh petugas, saya pun melakukan pendaftaran dan up load dokumen yang akan dilegalisir. Proses verifikasi dokumen di situs https://ahu.go.id/ membutuhkan waktu 3-24 jam. Dan karena jam kerja akan berakhir kurang dari 3 jam, saya lalu keluar meninggalkan Gedung Ciks tersebut. Awalnya sempet bingung, mau langsung pulang atau kemana dulu, tetapi di hati kok ya perasaannya nongkrong dulu seputaran daerah situ. Saya lalu menyeberang dan nongkrong di Dunkin Donuts sambil buka e-mail dan mengecek pesan-pesan masuk di HP. Ga nyampe sejam nongkrong, tiba-tiba ada e-mail masuk.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-tABj3VLcqjA/W62QQ78CPJI/AAAAAAAACoE/c229jpe0uT04ujzsDNwzjI24eylCiqbIwCLcBGAs/s1600/ahu.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="495" data-original-width="694" height="228" src="https://1.bp.blogspot.com/-tABj3VLcqjA/W62QQ78CPJI/AAAAAAAACoE/c229jpe0uT04ujzsDNwzjI24eylCiqbIwCLcBGAs/s320/ahu.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Kebayang dong, langsung panik saja saya. Kontan saya membereskan laptop dan barang-barang serta bergegas menuju ke Gedung Ciks. Ternyata itulah maksud Tuhan mengarahkan saya untuk jangan dulu pergi jauh-jauh dari seputaran Gedung Ciks itu. Sesampainya di sana yang mana sudah selesai jam kantor, saya langsung menemui satpam yang syukurnya masih berada di dalam ruangan pelayanan. Saya menunjukkan e-mail masuk tadi dan kemudian diarahkan untuk melakukan pendaftaran ulang dan up load dokumen lagi. Itu artinya proses durasi waktu 3-24 jam untuk verifikasi itu dimulai lagi dari awal dan waktu yang dibutuhkan sampai dengan selesai pengurusan di keesokan hari akan menjadi lebih lama. Hufft..<br />
<br />
Dikarenakan jam kerja sudah berakhir dan tidak ada lagi yang bisa saya lakukan selain menunggu verifikasi dan pengurusan selanjutnya di Kumham, saya lalu kembali lagi ke Dunkin untuk menenangkan diri sejenak sebelum menuju ke tempat janji bertemu dengan teman semasa kuliah di STIS. Ketika bertemu dengan sahabat lama saya itu dan ditanya gimana progress pengurusan, saya hanya bisa tersenyum tipis dan menjawab, "<i>Saya mengalir saja. Rasanya waktu ga cukup untuk semua pengurusan selesai sebelum saya besok malam kembali ke Ambon. Lihat gimana nanti sajalah. Bagaimanapun juga nantinya, Tuhan selalu baik dan pasti memberikan yang terbaik..</i>" Jawaban itu juga yang saya berikan ke keluarga saya ketika mereka menanyakan progress pengurusan. Malam itu saya sempat menghubungi salah satu rekan awardee LPDP dari Kemlu untuk menanyakan mekanisme di Kemlu. Katanya ga bisa sehari kelar di Kemlu dan sepertinya saya harus mewakilkan ke orang lain untuk pengurusan di Kemlu. Rekan tersebut juga menyarankan untuk di besok hari fokus saya di Kumham saja dulu. Jadilah malam itu saya menetapkan target di keesokan harinya, minimal pengurusan di Kumham selesai sebelum saya pulang ke Ambon.<br />
<br />
Di pagi hari berikutnya, jam 6 lewat saya sudah keluar rumah menuju Gedung Ciks di daerah Cikini. Sesampainya di sana sekitar jam setengah 9, saya mengecek progress verifikasi secara online yang bisa dipastikan belum selesai mengingat belum mencapai minimal 3 jam kerja. Salah satu satpam sempet ngomong, "<i>Wah, bisa-bisa besok baru jadi, Bu.</i>" Hghghg... Saya memutuskan untuk tetap stand by di situ sambil sesekali mengecek progress verifikasi secara online. Akhirnya yang dinanti tiba. Pada pukul 11.10 WIB dokumen selesai diverifikasi secara online. Saya kemudian melakukan pembayaran secara tunai di loket BNI yang berada di ruangan yang sama dan menunggu beberapa saat untuk pencetakan sticker. Oh ya, harga per sticker adalah 25ribu rupiah. Pengurusan di Kumham selesai sekitar pukul 12.00 WIB dan saya memutuskan untuk makan siang sebelum melanjutkan perjuangan ke Kemlu.<br />
<br />
Sekitar pukul 13.15 WIB saya tiba di Gedung Pelayanan Kekonsuleran di kompleks perkantoran Kemlu. Sesuai arahan teman awardee LPDP dari Kemlu, masuk dari pintu setelah Gedung Pancasila. Oh ya, sebelum menuju Kemlu saya sudah terlebih dahulu mengunduh aplikasi Legalisasi dari Google Play Store dan melakukan pendaftaran. Pada aplikasi tersebut, kita harus up load foto semua dokumen yang telah dilegalisir oleh notaris dan telah ditempeli sticker dari Kumham dan selanjutnya menunggu verifikasi dokumen dari pihak Kemlu. Sekitar pukul 14.30 saya baru sadar yang dokumen saya telah selesai diverifikasi dan saya harus melakukan pembayaran dengan tarif yang sama dengan di Kumham yakni 25ribu per dokumen. Pembayaran dilakukan di Bank Mandiri yang berada di gedung lain di Kompleks Kemlu tersebut. Setiba di kantor kas Bank Mandiri tersebut, sambil menunggu giliran, saya bertanya ke satpam, apakah bisa melakukan pembayaran dengan SMS banking yang dijawab dengan tidak bisa akan tetapi bisa dengan transfer lewat ATM dengan kartu debet Mandiri. Puji Tuhan, ada satu kartu debet Mandiri di dompet saya. Dengan bantuan pak satpam yang baik hati tersebut, saya lalu dituntun melakukan pembayaran biaya legalisasi dokumen di ATM. Seusai melakukan pembayaran, saya kembali bergegas ke gedung pelayanan kekonsuleran. Di sana saya menanyakan ke mbak-mbak resepsionis tentang tahapan selanjutnya. Saya memperoleh informasi bahwa dokumen baru bisa dilegalisir di besok hari dengan membawa serta 1 buah map berwarna kuning. Saya masih mencoba bertanya, apakah tidak bisa selesai hari itu juga dan dijawab dengan tidak bisa karena secara SOP proses legalisir membutuhkan 2 hari kerja.<br />
<br />
Lagi-lagi di hati kecil berbisik jangan dulu meninggalkan ruangan. Saya lalu duduk, sekalian ngaso sekalian menghubungi teman di BPS Pusat yang rencananya akan bertemu dengan saya sore itu. Sempat ada pemikiran, untuk sampai ke titik ini pun, puji Tuhan lah ya. Kan targetnya hari ini hanya selesai pengurusan di Kumham. Toh untuk pengurusan selanjutnya bisa diwakilkan. Tidak lama berselang, saya melihat seorang bapak (pegawai Kemlu) sedang berbicara dengan seorang mas-mas gitu di salah satu loket. Spontan saya tergerak untuk menuju ke bapak itu dan kemudian menunggu sampai beliau selesai berbicara dengan mas-mas itu. Setelah selesai melayani mas-mas itu, bapak tersebut bertanya dengan ramah, "<i>Ada yang bisa dibantu, Bu?</i>". Saya lalu menerangkan, "<i>Selamat siang Pak. Saya dari Ambon dan malam ini akan kembali ke Ambon. .........</i> (sebenarnya saya masih ingin melanjutkan dengan bagaimana mekanisme pengambilan dokumen yang diwakili, secara aplikasi legalisasi itu ada di HP saya...)"...... Belum saya selesai berbicara, bapak itu langsung menjawab, "<i>Baik, Bu. Akan segera kami urus. Nanti Ibu dengan teman saya ini yaa</i>", sambil menunjuk mbak-mbak yang ada di loket tersebut. Singkat kata, dalam waktu kurang dari 10 menit, dokumen saya yang seyogyanya besok baru diproses, hari itu juga selesai dilegalisir.<br />
<br />
Ketika saya memandang dokumen yang telah dilegalisir oleh notaris, ditempeli sticker dari Kumham dan Kemlu, di hati itu bersyukur sekali. Tinggal diwakili aja untuk pengurusan di Kedutaan Besar Korea Selatan. Namun ternyata Tuhan membukakan jalan lebih daripada yang saya bayangkan. Di hati kecil kembali ada suara, "<i>Coba buka website Kedutaan Besar Korea Selatan dan cek jam kerjanya.</i>" Di sana tertera jam bukanya sampai dengan 04.30 alias 16.30 WIB. Waah, langsung berpacu adrenalin saya. Gojek pun dipesan dan saya segera meluncur ke kawasan Gatot Subroto. Setibanya di kompleks Kedutaan Besar Korea Selatan, saya sempat bertanya ke satpam-nya, "<i>Masih buka kan, Pak?</i>", yang dijawab, "<i>Iya mba, tapi buruan ya..</i>"<br />
<br />
Setibanya di loket untuk melegalisir, mbak-mbak yang sama dengan yang melayani saya di hari kemarin bertanya, "<i>Ini ngurus sendiri, mbak? Ga pake agen? Cepat yaaa...</i>" Saya jelasin juga sebenarnya harus besok selesainya. Cuman karena saya bilang mau kembali ke Ambon, jadinya dipercepat di Kemlu-nya. Singkat kata, pada pukul 16.10 WIB, dokumen-dokumen saya selesai dilegalisir di Kedutaan Besar Korea Selatan dengan biaya sebesar 57.300 rupiah (semoga ga salah inget). Di hari kemarinnya saya sempet nanya dan katanya 57.300 itu per dokumen. Dan karena saya akan melegalisir sekitar 6 dokumen, saya udah ngeluarin beberapa lembar 100ribu-an namun dijelaskan lagi sama mbak-nya kalo semua dokumen itu dianggap sebagai satu set. Again, puji Tuhan! Saya akhirnya bisa pulang ke Ambon dengan tenang dan siap untuk berproses pada tahapan berikutnya.. :)</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com41tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-23865105539453926332018-07-15T22:23:00.001+09:002020-02-10T19:24:13.426+09:00Terkoneksi dengan-Nya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://2.bp.blogspot.com/-3MOkoimEdAU/W0tKkYLdIkI/AAAAAAAACns/JSdVv7waTDEIxqlUqIMplUhWMwtrQIEKgCLcBGAs/s1600/96b1d9845cc21608d5abca672b894ca8.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="960" height="300" src="https://2.bp.blogspot.com/-3MOkoimEdAU/W0tKkYLdIkI/AAAAAAAACns/JSdVv7waTDEIxqlUqIMplUhWMwtrQIEKgCLcBGAs/s400/96b1d9845cc21608d5abca672b894ca8.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">https://www.pinterest.com/pin/523543525404590763/</td></tr>
</tbody></table>
<div>
<br />
Dalam perenungan pribadi akan kebaikan dan kemurahan Tuhan dalam hidup saya di suatu sore, muncul pemikiran mengapa tidak didokumentasikan saja. Syukur-syukur menjadi inspirasi bagi yang ketepatan mampir ke lapak ini kan? Jadi inilah beberapa momen fenomenal dalam perjalanan spiritual saya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>Awal 1990-an</b></div>
<div>
Saya mulai mengenal bahwa Tuhan itu nyata ketika saya duduk di bangku sekolah menengah pertama. Saya ingat sekali waktu itu Mama sedang di Surabaya dan masih belum memperoleh tiket kapal untuk kembali ke Ambon. Papa memanggil kami anak-anak yang ada di Ambon dan berkata,</div>
<div>
<i>"Berdoa untuk Mama ya. Mama masih belum dapat tiket untuk pulang ke Ambon. Jadinya malam ini Mama dan Stevi (salah satu kakak saya) akan begadang di tempat penjualan tiket untuk besok pagi-pagi benar mulai ngantri."</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya beneran berdoa seperti yang Papa minta. Besoknya Papa bilang kalo Mama sudah berhasil mendapatkan tiket. Ketika mendengar kabar itu, saya terpana dalam arti yang sesungguh-sungguhnya dan sebenar-benarnya. Tuhan menjawab doa saya! Berarti Tuhan itu benar-benar nyata ya? Ini adalah awal dari perjalanan saya mengenal-Nya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>1997</b></div>
<div>
Dalam persiapan mengikuti ujian akhir nasional SMA, pada suatu malam sambil duduk di tempat tidur yang dipenuhi buku-buku pelajaran, saya bilang begini, <i>"Tuhan, tidak lama lagi saya akan lulus SMA bersamaan dengan kakak saya, Ino. Papa-Mama tidak punya banyak uang, Tuhan. Jadi saya minta kuliah gratis. Biar Papa-Mama bisa fokus ke biaya kuliah Ino."</i></div>
<div>
Dalam bayangan saya saat itu, kuliah gratis itu di STPDN. Ternyata Tuhan menjawab doa saya dengan memberikan saya kesempatan lulus di <a href="http://www.stis.ac.id/" target="_blank">Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS)</a>, yang juga ikatan dinas. Puji Tuhan, saya hanya dibiayai Papa-Mama dan kakak-kakak di 2 tahun pertama. Dua tahun selanjutnya saya dimampukan survive sendiri dengan uang ikatan dinas dan hasil mengajar privat.<br />
<br />
<b>2000</b><br />
Saya akan segera menyelesaikan pendidikan D-III pada STIS dan dalam persiapan diwisuda. Untuk bisa langsung ke program D-IV, belajar dari pengalaman angkatan-angkatan sebelumnya, akan ada seleksi IPK. Angkatan sebelumnya hanya meloloskan 25 orang untuk ke program D-IV. Sedangkan saya, boro-boro 25 besar. Lima puluh besar pun ngga masuk! Jadilah saya berdoa, "Tuhan Yesus, bagaimana jika karena ada beta di angkatan ini dan bahwa Tuhan Yesus mengasihi beta, Tuhan Yesus bikin semua langsung ke D-IV. Kan jadinya beta bisa langsung D-IV?"<br />
<br />
Terjadilah seperti yang saya doakan. Angkatan kami adalah angkatan pertama dalam sejarah STIS, yang semua lulusan D-III langsung melanjutkan ke program D-IV tanpa ada seleksi IPK.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>2005</b></div>
<div>
Suatu sore, kurang lebih 2 minggu sebelum almarhum Papa dipanggil pulang, saya sedang duduk di teras rumah orang tua piara di tempat tugas saya di Masohi, Maluku Tengah. Tiba-tiba seperti muncul kilasan sebuah kejadian di pemikiran saya. Saya melihat Papa saya terbujur kaku di peti, memakai baniang hitam (pakaian Majelis Gereja Protestan Maluku), saya memakai blazer biru tua dan saya sedang memberikan ucapan terima kasih di dalam gereja. Spontan saya kaget.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ketika Papa meninggal 2 minggu kemudian karena kecelakaan laut sepulang membawa bantuan kepada salah satu jemaat di Pulau Seram, terjadilah semua seperti yang saya lihat sebelumnya. Almarhum Papa dari lokasi kejadian menggunakan pakaian kemeja putih tetapi setibanya di rumah duka kemudian ditukar dengan baniang hitam. Adik Mama yang seyogyanya menyampaikan ucapan terima kasih di gereja, pada detik-detik terakhir menyatakan ketidaksanggupannya saat jenazah Papa dalam proses memasuki gedung gereja. Salah seorang adik sepupu Mama kemudian memberitahukan saya yang Mama meminta saya menggantikannya. Saya sempat menolak karena saya anak bungsu dan perempuan. Masih ada kakak-kakak lelaki saya. Tetapi kemudian saya melakukannya dengan memakai pakaian blazer biru tua!</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>2006</b></div>
<div>
Jawaban Tuhan atas doa saya minta kuliah gratis itu ternyata bersambung. Tuhan bukan hanya memberikan kesempatan kuliah sarjana gratis, tetapi juga sampai ke jenjang master. Saya diberikan kesempatan bersama rekan dan senior dari BPS se-Indonesia sebagai angkatan pertama beasiswa BPS dalam negeri untuk melanjutkan S2 di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Surabaya. Di tanggal kelahiran saya yang bertepatan dengan tanggal tes di ITS, saya mengalami dialog dengan Tuhan yang menjadi salah satu fondasi bagi proses mendengar dan memahami suara Tuhan. Tentunya Tuhan tidak berbicara dari langit begitu. Tetapi pimpinan-Nya melalui suara hati sungguh nyata.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ada 5 srikandi dalam angkatan pertama beasiswa BPS di ITS. Seusai tes, kami berlima sama-sama hunting kost-kostan. Dimulai dari dalam kompleks ITS sampai ke luar kompleks. Sekitar 3 gang di luar kompleks ITS sudah kami jelajahi dan tak kunjung menemukan yang pas di hati. Kami kemudian memutuskan untuk ngaso bentar di poskamling yang berhadapan dengan gang berikutnya. Sambil minum teh botol, saya melihat sebuah rumah yang cukup megah berlantai 2. Spontan ada suara di hati, <i>"Nanti kamu kost di situ."</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pikiran saya kemudian merespons dan terjadilah dialog tanpa suara. Saya bilang, "Masa iya sih Tuhan? <i>Pertama</i>, itu belum tentu rumah kost. <i>Kedua</i>, kalaupun itu rumah kost, apa ada kamar kosong? <i>Ketiga</i>, kalaupun ada kamar kosong, keknya akan mahal deh. Bagus begitu rumahnya." Keraguan saya tidak direspons. Rumah itu kemudian menjadi sasaran pengecekan berikutnya, yang ternyata betul sebuah rumah kost. Namun kamar kosong hanya tersisa 2, padahal kami berlima. Sambil keluar dari gerbang kost tersebut, saya sempat membatin, <i>"Tuh kan Tuhan, ga jadi."</i> Again, no response.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Keesokan harinya saya ditelpon salah satu senior yang mengabari kalau salah satu senior yang lain sudah mendapatkan kost dan bagaimana kalo kami berempat masuk dulu ke kost yang tinggal 2 kamar kemarin sambil mencari-cari. Jadilah seperti itu. Bulan depannya ketiga teman se-kost menemukan kost baru dan mengajak pindah. Ketika saya komunikasikan dengan Mama, beliau mengatakan hatinya lebih condong untuk saya tetap di kost yang sekarang, yang kemudian saya turuti. Jadilah saya kost di tempat itu selama 24 bulan dari April 2006 - Maret 2008.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>2008</b></div>
<div>
Sepulang studi di Surabaya, sekitar akhir bulan September saya bersama Mama masuk gereja jam 7 pagi. Selesai bersaat teduh, ketika saya mengangkat kepala tiba-tiba muncul suara di hati,</div>
<div>
<i>"Yang 2 tahun saja ditunjukkan, apalagi yang selamanya!"</i></div>
<div>
Seketika itu saya mengingat proses saya ditunjukkan kost di tahun 2006 yang memang saya tempati selama 2 tahun. Saat itu rasanya terharu sekali. Tanpa seutuhnya mengerti apa maksud Tuhan dengan kata-kata itu, saya membatin, <i>"Tuhan, hidupku ini milik-Mu. Atur saja seseuai yang Kau pandang baik."</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>2013</b></div>
<div>
Saya dalam perjalanan ke Desa Allang Asaude di Kecamatan Huamual Belakang, Kabupaten Seram Bagian Barat. Itu untuk pertama kalinya saya akan sampai ke wilayah kecamatan tersebut. Saya mengendarai sendiri motor saya, sambil ditemani seorang pengendara ojek yang direkomendasikan Ibu Kepala BPS Kabupaten Seram Bagian Barat. Posisi berkendara saat itu, motor saya di depan dan motor bung ojek di belakang saya. Ketika kami tiba di suatu pertigaan jalan ada pilihan kiri atau kanan jalan yang harus dipilih namun akan berakhir di ujung yang sama. Jalan bagian kanan nampaknya lebih luas dan nyaman sedangkan yang kiri lebih banyak rumputnya. Spontan di hati muncul kata-kata,</div>
<div>
<i>"Ambil yang kiri"</i>, yang kemudian saya ikuti.</div>
<div>
Ketika tiba di tempat tujuan, bung ojek tersebut bertanya,</div>
<div>
<i>"Usi pernah ke sini?"</i></div>
<div>
Lalu saya jawab belum pernah dong. Secara itu kali pertama, makanya dikasih guide. Kemudian lanjut bung ojek tersebut,</div>
<div>
<i>"Kok Usi tadi tahu harus milih jalan yang kiri?"</i></div>
<div>
Again, pimpinan Tuhan nyata sekali buat saya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>2015</b></div>
<div>
Saya ingat benar itu terjadi di awal Januari tak lama setelah perayaan tahun baru, ketika saya sedang mencuci piring. Saya bilang begini sambil nyuci,</div>
<div>
<i>"Tuhan, tahun ini adalah tahun terakhir kepengurusan Litbang di gereja (saya salah satu pengurusnya), dan sejarah jemaat belum juga selesai. Coba Tuhan kasih beta 1 bulan bagitu ke Belanda ka, voor dapa info terkait." </i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah itu, tidak pernah lagi saya pikirkan kata-kata saya itu. Di awal Februari, di meja kerja di kantor, karena merasa suntuk dengan pekerjaan saya kemudian membuka beberapa web berita dan entah bagaimana tibalah saya di salah satu web yang menginformasikan short course ke Belanda. Saya lalu mengunduh beberapa short course yang berkaitan dengan bidang pekerjaan saya. Sore itu saya membuka lagi file-file tersebut dan kemudian menetapkan hati akan apply satu short course yang paling berkaitan erat dengan pekerjaan saya. Durasi short course itu adalah 4 minggu alias 1 bulan! Ketepatan saya sudah memiliki file-file yang menjadi syarat di laptop, sore itu juga saya apply. Dua hari kemudian saya menerima email dari institusi penyelenggara yang kurang lebih bunyinya,</div>
<div>
<i>"Terima kasih atas minatnya untuk program short course kami. Akan tetapi mohon maaf, TOEFL Anda tidak seperti yang diminta"</i></div>
<div>
Saya langsung membalas email tersebut sebagai berikut,</div>
<div>
<i>"Terima kasih atas responsnya. Saya mengakui TOEFL saya tidak seperti yang diminta. Namun ijinkan saya menjelaskan alasannya. Saya tinggal dan bekerja di Maluku, Indonesia bagian Timur yang hanya memiliki satu tempat penyelenggara tes TOEFL dan itupun hanya ITP. Saya harus ke kota lain di Indonesia bagian Tengah atau Barat untuk bisa memperoleh sertifikat TOEFL yang lain atau IELTS. Saya tidak meminta pengecualian, hanya ingin menjelaskan kenapa TOEFL saya tidak seperti yang diminta."</i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dua hari berlalu dan email saya tidak direspons. Saya lalu membatin,</div>
<div>
<i>"Tuhan, dong belum balas beta email, bilang apa ka apa ka?"</i></div>
<div>
Spontan di hati saya muncul suara,</div>
<div>
<i>"Sabar, dong ada <b>bicara</b> ale pung kasus."</i></div>
<div>
Saya kemudian hanya membatin, <i>"Ooohhh"</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
Pada hari keempat setelah saya membalas email mereka, datanglah balasannya yang kurang lebihnya berbunyi,</div>
<div>
<i>"Dewan kami telah <b>membicarakan</b> masalahmu. Untuk <b>kasusmu</b> TOEFL-mu diterima. Silakan mengirimkan dokumen terkait lainnya."</i></div>
<div>
Spontan saya menelpon Boss saya dan menceritakan isi email yang barusan saya terima itu. Saat itu saya bilang ke Boss saya,</div>
<div>
<i>"Saya tahu prosesnya masih panjang. Tapi sampai di sini pun, Tuhan Yesus luar biasa!"</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
Singkat kata, saya menerima LoA dari universitas penyelenggara dan tahap berikutnya adalah apply dana-nya ke <a href="http://www.nuffic.nl/" target="_blank">The Netherlands Fellowship Programmes (NFP)</a>. Pada akhir Februari 2015 semua tahapan aplikasi ke NFP tuntas dan pengumuman hasil akan ada di akhir Mei 2015. Merasa sudah setengah jalan untuk lolos seleksi short course ke Belanda, saya mulai merencanakan perjalanan. Karena akan berada 4 minggu di Belanda, saya merencanakan minggu pertama akan ke Belgia, minggu kedua ke Paris, minggu ketiga ke Jerman. Saya bahkan mulai searching hostel dan sebagainya. Di akhir Maret 2015 dalam ibadah syukuran ultah salah satu ponakan saya, tiba-tiba datang lagi suara-Nya yang kalau bisa saya gambarkan mengandung makna kecewa dan nelongso, </div>
<div>
<i>"Kamu janji kan kalo dikasih kesempatan 1 bulan ke Belanda mau nyari info terkait sejarah jemaat. Kenapa sekarang merencanakan yang lain?"</i></div>
<div>
Seketika itu saya langsung tertunduk. Respons saya (membatin) adalah,</div>
<div>
<i>"Tuhan, beta minta ampong. Semua rencana jalan-jalan beta batalkan. Tuhan tolong bukakan jalan terkait sejarah itu ya Tuhan."</i></div>
<div>
Tidak sampai di situ, saya masih membatin lagi,</div>
<div>
<i>"Tapi Tuhan, beta beneran lulus ya? Secara ini masih akhir Maret dan pengumumannya baru akan ada di akhir Mei."</i></div>
<div>
Dan ternyata saya beneran diterima berdasarkan pengumuman di awal Juni 2015. Amazing! Saya sudah dikasih bocorannya sejak akhir Maret sekalipun melalui teguran. Hehehe..</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<b>2017</b></div>
<div>
Saya sedang mengikuti suatu training di Hyderabad, India ketika menerima surat undangan untuk seleksi Tes Substantif beasiswa LPDP. Tulisan di body email menginformasikan yang tes-nya akan diselenggarakan di bulan September. Langsung panik saya, secara saya masih akan berada di India sampai akhir September. Spontan saya bilang ke Tuhan, kalo hanya untuk tidak tuntas mengikuti semua tahapan seleksi, kenapa saya dikasih lolos sampai ke tahap ini? Saat itu juga muncul suara,</div>
<div>
<i>"Sabar. Ada blom baca email sampai selesai juga."</i></div>
<div>
Beberapa waktu kemudian ketika saya berkesempatan membaca seluruh lampiran email, ternyata untuk Provinsi Maluku akan diselenggarakan tanggal 5-7 Oktober. Luar biasa pengaturannya Tuhan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dalam perjalanan kembali dari India, pesawat yang saya tumpangi transit di Bangkok. Ketika saya tiba di ruang tunggu penerbangan ke Jakarta dan berhasil terkoneksi dengan jaringan internet, secara otomatis ingin membuka FB dan WA. Tiba-tiba suara di hati berkata,</div>
<div>
<i>"Ada blom baca Alkitab, kok udah mau buka yang lain?"</i></div>
<div>
Alhasil saya kemudian membaca Alkitab dan renungan harian untuk hari itu dan bahkan berdoa sejenak sedemikian hingga saya termasuk 5 penumpang terakhir yang boarding. Saya sudah melakukan online check-in dan memilih kursi dekat jendela di formasi 2 seat. Oh ya, formasi kursi di pesawat saat itu adalah 2-4-2. Saat itu sudah ada penumpang yang di dekat lorong, seorang bule yang harus berdiri dulu untuk memberikan jalan bagi saya ke kursi saya. Kira-kira 30 menit setelah pesawat tinggal landas, saya pengin ke toilet tetapi sungkan meminta permisi karena tadi saat naik pun sudah membuat bule tersebut harus berdiri. Kalo keluar lagi, tar ngresehin tuh bule kan. So, berdoalah saya di dalam hati,</div>
<div>
<i>"Tuhan, tolong bikin ini bule berdiri tanpa beta harus minta permisi."</i></div>
<div>
Lima menit berlalu dan bule tersebut masih anteng aja di kursinya. Saya kemudian menoleh ke jendela pesawat dan kali ini berbisik pelan,</div>
<div>
<i>"Tuhan, tuh bule blom berdiri juga? Jangan kepepet Tuhan, udah kebelet nih"</i></div>
<div>
Saat itu muncullah suara di hati,</div>
<div>
<i>"Sabar. Bentar lagi.."</i></div>
<div>
Dan lagi-lagi suara itu terbukti kebenarannya. Dari dialog terakhir itu, ga sampai hitungan ke-10, bule tersebut kemudian berdiri untuk mengambil sesuatu dari kompartemen di atas. Segera dong saya senyum-senyum sendiri keluar ke toilet sambil ngomong di hati,</div>
<div>
<i>"Danke Tuhan Yesus.. :)"</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sampai saat ini saya masih terus mengalami penyertaan dan pimpinan-Nya yang bukan hanya nyata melalui suara di hati melainkan juga melalui saudara, rekan kerja, pimpinan, sahabat, dan bahkan melalui ciptaan-Nya yang lain. Seperti pohon yang tumbuh di halaman Balai Bahasa UPI, tempat saya mengikuti kegiatan pengayaan bahasa beberapa waktu ini. Ketika pertama kali tiba, pohon itu tampak seperti mau mati. Daun-daunnya sudah gugur dan dahannya tampak renta. Tetapi dengan berjalannya waktu, pohon tersebut mengeluarkan daun hijau dan berbunga. Itu dengan tepat menggambarkan juga proses yang sedang saya jalani. Sekalipun keadaan dan situasi tampak tidak mendukung, tetapi di balik itu tangan Tuhan sedang terus bekerja untuk mendatangkan kebaikan. Pada akhirnya kita akan dimampukan untuk memahami dan mengenali kebaikan-Nya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kesimpulan dari sharing saya ini adalah, Tuhan itu nyata dan benar-benar turut bekerja melalui keseharian kita. Ia juga adalah Pribadi yang sangat touchable tanpa protokol yang macam-macam. Setiap kita bisa terkoneksi kepada-Nya tanpa batasan apapun. So, segeralah mulai ngobrol dan mendengarkan suara-Nya. Tidak butuh gadget canggih ataupun pulsa kok!</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tuhan berkati kita semua! ;)</div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-44833484704521104102018-06-27T16:06:00.001+09:002018-06-27T16:07:51.482+09:00Hold Your Horses<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://4.bp.blogspot.com/-Q-_wOuVFa3Y/WzM2DbfvmGI/AAAAAAAACng/61fABEL1ByM3JCxFlJQmfw4ERR5QqVpGACLcBGAs/s1600/maxresdefault.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="360" src="https://4.bp.blogspot.com/-Q-_wOuVFa3Y/WzM2DbfvmGI/AAAAAAAACng/61fABEL1ByM3JCxFlJQmfw4ERR5QqVpGACLcBGAs/s640/maxresdefault.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">https://www.youtube.com/watch?v=UFbxk4Vk-Zc</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Saat ini, saya
bersama kurang lebih 90 generasi muda dari Indonesia Timur sedang mengikuti
kegiatan pengayaan bahasa dan non bahasa bagi calon awardee Beasiswa Indonesia
Timur (BIT) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Tahun 2017 di Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung. Selama 5 hari dalam seminggu kami berkutat
dengan persiapan TOEFL dan IELTS di Balai Bahasa plus belajar mandiri di luar
jadwal kursus. Berbagai hal terkait bahasa Inggris kami pelajari, seperti
teknik paraphrasing, hedging, nominalisation, idiom yang umum digunakan, dan
lainnya. Khusus tentang idiom, ada satu yang saya suka (PAKE) banget dan bisa
dibilang merupakan idiom yang paling sering digunakan oleh teman-teman sekelas
saya: <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">HOLD YOUR HORSES</b>.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Menurut kamus
Cambridge online (<a href="https://dictionary.cambridge.org/">https://dictionary.cambridge.org</a>),
ungkapan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">hold your horses</b> digunakan kepada
seseorang untuk berhenti (baca: menahan diri) dan mempertimbangkan dengan
seksama keputusan atau pendapat mereka terhadap sesuatu hal. Ini menjadi
ungkapan favorit saya karena secara perlahan maksud ungkapan ini
terinternalisasi menjadi salah satu teknik yang sangat membantu saya dalam
pembelajaran IELTS. Tidak sampai di situ, bagi saya yang terlahir dengan
kebiasaan suka terburu-buru, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">hold your
horses</b> membantu saya untuk belajar berpikir panjang sebelum bertindak. <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Hold your horses</b> pun sangat berguna
dalam kehidupan sosial saya, khususnya selama mengikuti kegiatan pengayaan bahasa
ini. Bertemu dengan begitu banyak orang dari berbagai latar belakang membuat
saya harus belajar menahan diri, menerima sikap dan pembawaan yang tidak
semuanya sesuai dengan standar saya, sangat sulit pada awalnya. Namun seiring
dengan berjalannya waktu, sambil terus mengingatkan diri sendiri – <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">hold your horses, Pauline</b> – ternyata bisa
juga!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Dalam
perjalanan hidup ini, setiap kita tentu akan diperhadapkan pada situasi yang berbeda
dengan yang biasanya kita alami: orang-orang yang berbeda umur, tingkat
pendidikan, level sosial-ekonomi, paham politik, dan lain sebagainya. Bagi kita yang mungkin dalam satu-dua-tiga hal memiliki kelebihan dibandingkan orang lain di sekeliling kita, tentu seringkali tergoda untuk menunjukkan kelebihan kita itu. Dalam kondisi
tersebut, komunikasi dan interaksi yang positif dan konstruktif tentu menjadi kebutuhan,
namun sayangnya tidak selalu berjalan sesuai yang diharapkan. Untuk itu percayalah,
kiat <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">HOLD YOUR HORSES</b> sangat efektif
untuk membantu memuluskan proses adaptasi yang harus kita jalani dan secara
tidak langsung efektif dalam upaya menciptakan keharmonisan dan bahkan
perdamaian dunia!</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="color: black;">So, in any circumstances, let's start to hold your horses,
guys.. ;)</span> <o:p></o:p></div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-74717634643416605772018-04-08T23:18:00.001+09:002018-04-15T00:33:17.902+09:00Perjalanan Menuju Awardee LPDP<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sebenarnya saya belum ingin berbagi informasi apapun terkait proses seleksi beasiswa yang sementara saya ikuti. Rencananya saya baru akan melakukan hal tersebut, ketika kami sudah menuju tempat studi di negara tujuan. Akan tetapi melihat perkembangan belakangan ini dari rekan-rekan sesama calon awardee, saya jadi berubah pikiran.<br />
<br />
Pada tahun 2017 untuk pertama kalinya program Beasiswa Afirmasi Indonesia Timur diluncurkan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Tentang apa itu LPDP, bisa dibuka di <a href="https://www.lpdp.kemenkeu.go.id/" target="_blank">sini</a>.<br />
Saya pun tahunya dari adik kelas di SMP Negeri 6 Ambon yang sehari-harinya bertanggung jawab untuk mengatur urusan persampahan se-Kota Ambon. Thanks, Inge.. ;)<br />
<br />
Saya memutuskan untuk akhirnya ikut seleksi beasiswa afirmasi Indonesia Timur (selanjutnya disingkat BIT) kurang lebih 2 minggu sebelum penutupan, dengan catatan 2 minggu tersebut termasuk libur cuti bersama Lebaran tahun 2017. Agak mepet memang, tetapi saya memang membutuhkan waktu untuk memutuskan, secara ini akan jadi ke-4 kalinya saya melamar S3. Tiga kesempatan sebelumnya selalu berakhir dengan informasi bahwa saya tidak diterima. Saya jadi malu juga sama supervisor S2. Minta rekomendasi melulu tapi gagal terus. Salah satu dasar saya akhirnya memutuskan untuk ikut adalah bahwa sebagian besar persyaratan sudah ada di laptop saya, dan berikutnya adalah iseng. Ya, iseng! Pemikiran saya, sudah biasa gagal ini. Nambah gagal sekali lagi ga apa-apalah.. #sigh<br />
<br />
Libur Lebaran 2017 adalah waktu yang saya tunggu-tunggu untuk menuntaskan semua persyaratan yang dibutuhkan untuk apply LPDP, khususnya proposal riset. Tak dinyana, salah satu senior saya semasa kuliah yang juga adalah senior di kantor dipanggil pulang ke rumah Bapa di sorga dalam masa liburan tersebut. Mau tidak mau, saya turut menyiapkan hal-hal terkait persiapan pemakaman almarhum sambil terus membayangkan proposal saya yang belum keliatan wujudnya. Hari pertama kerja setelah liburan langsung saya gunakan dengan maksimal untuk mengurus aneka macam surat keterangan dan juga proposal. Semua persyaratan siap di-up load ke web http://beasiswa.lpdp.kemenkeu.go.id/ pada tanggal 7 Juli 2017 yang menjadi deadline apply. Kebayang dong, hectic-nya. Mana server menjadi sangat lambat karena itu adalah kesempatan terakhir semua peminat beasiswa LPDP sak-Indonesia untuk menuntaskan lamarannya secara online. Puji Tuhan, akhirnya ke-up load juga semua dokumen saya. Dan yang lebih puji Tuhan lagi, ternyata deadline tersebut diperpanjang ke tanggal 14 Juli 2017. Haisshhh...<br />
<br />
Pada tanggal 10 Agustus 2017 saya menerima e-mail yang berisi informasi ini:<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-LDH_3GB6cEU/WsoOtsldZGI/AAAAAAAACl0/ECFpTX0KvF80OmYUCUZNSPS-4YDIDXenACLcBGAs/s1600/Untitled.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="307" data-original-width="663" height="296" src="https://1.bp.blogspot.com/-LDH_3GB6cEU/WsoOtsldZGI/AAAAAAAACl0/ECFpTX0KvF80OmYUCUZNSPS-4YDIDXenACLcBGAs/s640/Untitled.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
Waktu pelaksanaan assessment online test ini adalah tanggal 14 Agustus 2017, dimulai pukul 00:00:00 WIB dan ditutup 23:59:59 WIB. Saya cukup terintimidasi dengan arahan tersebut di atas, sedemikian hingga saya memutuskan untuk mengerjakannya pagi-pagi benar. Di tanggal 14 Agustus 2017 tersebut, saya tiba di kantor pukul 05.00 WIT. Setelah berdoa dan membaca bacaan Alkitab saya hari itu, saya mulai mengerjakan test selama sekitar 1 jam. Pertimbangan saya memilih mengerjakan sepagi itu adalah biar lebih tenang aja. Ga kebayang deh, ngerjain test yang harus konsen banget dan tiba-tiba dipanggil Boss atau jaringan down. Kalo sore, udah cape kalii...<br />
<br />
Hasil seleksi assessment online test diumumkan tanggal 23 Agustus 2017 namun baru berhasil saya buka keesokan harinya. Sungguh, tanggal 24 Agustus 2017 kemudian menjadi sangat indah buat saya. Di hari itu juga saya yang sedang berada di Jakarta dalam proses pengurusan student visa untuk mengikuti training di India dan di hari itu saya pun menerima kabar gembira bahwa saya lulus seleksi assessment online test-nya LPDP. Masih segar dalam ingatan saya, ketika seseorang yang mengetahui kelulusan saya tersebut berkomentar begini, "Pauline lulus assessment online test LPDP ya? Kok bisa? Soalnya si anu ga lulus?" Jiaaahh...<br />
<br />
Informasi tentang tes tahap LPDP selanjutnya saya terima tanggal 6 September 2017 ketika saya sedang berada di Hyderabad, India.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-uXOwcDSSo5k/WsoSjCUkXWI/AAAAAAAACmA/JOqfcSeW3pUMUkJFumXABZVkDYJW66GLACLcBGAs/s1600/Untitled.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="194" data-original-width="684" height="180" src="https://1.bp.blogspot.com/-uXOwcDSSo5k/WsoSjCUkXWI/AAAAAAAACmA/JOqfcSeW3pUMUkJFumXABZVkDYJW66GLACLcBGAs/s640/Untitled.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
Sesegera saya membaca e-mail pengumuman tersebut, langsung keringetan. Bapak/Ibu/sodarah-sodarah, bagaimana mungkin saya bisa mengikuti seleksi substansi tersebut yang alkisah akan dilaksanakan pada September 2017 sedangkan saya baru akan meninggalkan India di akhir September 2017 dan tiba di Ambon pada awal Oktober 2017? Seketika saya lemes. Sambil menyiapkan diri untuk mengikuti training di hari itu, saya sempet komplain sama Tuhan, "Kalau hanya untuk ga bisa mengikuti semua tahapan tes sampai tuntas, kenapa Tuhan bawa saya sampai ke titik ini?" Di sinilah luar biasanya Tuhan. Terkadang membutuhkan waktu lama untuk saya mengerti jawaban Tuhan, tetapi pada hari itu spontan muncul pemikiran di kepala saya, "Tenang dolo. Ada blom baca e-mail tu pung lampiran lai.." Saya belum bisa dengan segera membuka lampiran karena kelas keburu dimulai, tetapi saya mulai merasa lebih tenang. Puji Tuhan, inilah isi lampirannya:<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-fNgtmfC8hLc/WsoUDUsWgPI/AAAAAAAACmM/ZOqgivt5b_4LJ4yG6P6QJ-x9leBsSPqawCLcBGAs/s1600/Untitled2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="879" height="218" src="https://4.bp.blogspot.com/-fNgtmfC8hLc/WsoUDUsWgPI/AAAAAAAACmM/ZOqgivt5b_4LJ4yG6P6QJ-x9leBsSPqawCLcBGAs/s640/Untitled2.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
Pada kenyataannya, saya kebagian jadwal tes tanggal 5-6 Oktober 2017. Luar biasa memang kebaikan Tuhan. Saya tiba dari India di tanggal 1 Oktober 2017, dan keburu mengikuti tes. Salah satu persyaratan tes substansi adalah membawa semua dokumen asli untuk di-verifikasi langsung oleh Tim LPDP. Nah, satu lagi masalah. Saya baru ngeh yang akte kelahiran asli saya entah dimana. No other solution, saya HARUS bikin baru. Itu artinya harus mengurus surat keterangan hilang di kepolisian dan lain-lain. Sampai-sampai kakak-kakak terkasih saya turut urun-rembug membantu sampai pada tanggal 5 Oktober 2017 saya menerima akte kelahiran yang baru untuk ditunjukkan di tanggal 6 Oktober 2017. Hufft..<br />
<br />
Dari semua tahapan seleksi, bagi saya tes substansi inilah yang luar biasa menguras energi. Ada beberapa tes yang dilakukan dalam 2 hari efektif.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-K7GDHPp4E14/WsoWNpWd8CI/AAAAAAAACmY/eFPm8SYZu04KC73zkohDX9wpPE7AR7xtQCLcBGAs/s1600/AlurSeleksiBeasiswaLPDPNew.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1240" height="640" src="https://2.bp.blogspot.com/-K7GDHPp4E14/WsoWNpWd8CI/AAAAAAAACmY/eFPm8SYZu04KC73zkohDX9wpPE7AR7xtQCLcBGAs/s640/AlurSeleksiBeasiswaLPDPNew.jpg" width="494" /></a></div>
<br />
<br />
Untuk seleksi esai, kita diberikan 2 alternatif topik sebagai dasar penulisan esai dalam bahasa Inggris. Saya masih inget banget, waktu diumumkan pengawas bahwa esai-nya in english, spontan peserta pada huuuuuuu... Trus respons pengawas dong, "Lah, ini kan beasiswa luar negeri!". Iya juga ya.. Hahaha... Seleksi Leaderless Group Discussion (LGD) adalah diskusi suatu topik yang sudah given tanpa ada pemimpinnya. Di sini dibutuhkan teknik untuk tetap aktif tanpa harus mendominasi. Daaan, yang paling menegangkan adalah wawancara. Masing-masing kami diwawancarai oleh tim panelis yang terdiri dari 4 orang. Wawancara bisa dalam bahasa Indonesia, bisa juga dalam bahasa Inggris, maupun kombinasinya. Ini beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada saya waktu itu:<br />
<br />
<i>(T) Bagaimana pendapat Anda tentang bendera negara-negara asing yang banyak ditemui di sudut-sudut Kota Ambon, seperti di pangkalan ojek?</i><br />
<b>(J) Ga apa-apa sih Pak, menurut saya. Itu seperti asesoris doang. Wong ga dinaikin di tiang bendera kan? Bapak perlu memahami kultur orang Maluku yang mana sebagian besar memiliki keluarga di luar negeri, misal Belanda. Apalagi pernah ada kapten Timnas Belanda yang keturunan Maluku. Lebih rame lagi tuh Pak.</b><br />
<br />
<i>(T) Kamu kan ga mengalami konflik sosial di tahun 1999 karena sedang kuliah di Jakarta. Bagaimana ketika kamu kembali ke Maluku?</i><br />
<b>(J) Seingat saya, waktu saya kembali ke Ambon di awal tahun 2000-an, masih ada pemisahan wilayah tempat tinggal antar kelompok masyarakat. Tetapi saya tetap bisa ketemu dengan teman yang berbeda agama dan diajak main ke suatu mal yang seyogyanya tidak dikunjungi oleh saya dengan agama yang berbeda waktu itu. Biasa saja, Pak.</b><br />
<br />
<i>(T) Kamu ketika kuliah ke luar daerah untuk pertama kali, apa sulit beradaptasi?</i><br />
<b>(J) Jujur, saya agak keteteran di awal-awal perkuliahan di Jakarta. Yang pertama, saya merasa ilmu yang dimiliki teman-teman dari daerah lain, khususnya Pulau Jawa lebih maju. Saya inget banget ada soal Matematika yang mana ketika mereka mengerjakan hanya membutuhkan 5 langkah di saat saya membutuhkan 7 langkah. Kemudian tidak bisa saya pungkiri, saya sempat terbuai dengan ramainya kota besar. Itulah mengapa IPK saya di 2 tahun pertama agak jeblok walaupun saya tetap bisa lulus 4 tahun.</b><br />
<br />
<i>(T) Bagaimana cara kamu menyiasati kesulitan beradaptasi tersebut?</i><br />
<b>(J) Saya menanamkan pemahaman bahwa untuk saya datang ke sini, ada banyak hal yang sudah dikorbankan oleh keluarga saya. Orang tua saya harus mengeluarkan ekstra uang, hal mana tidak mudah bagi mereka di saat itu. Saya meletakkan kedua orang tua saya di depan mata saya untuk memotivasi saya. Saya harus sukses untuk orang tua saya. Mereka sudah banyak berkorban bagi saya.</b><br />
<br />
Kurang lebihnya itu model pertanyaan yang diajukan pada saat saya diwawancarai. Prinsipnya, mengalir saja. Jangan ada yang di-setting. Hasil seleksi substansi datang pada tanggal 25 Oktober 2017 saat saya sedang persiapan untuk mengikuti pendalaman materi (semacam ujian) pelatihan Instruktur Nasional Survei Biaya Hidup di Bandung. Malam itu saya diliputi keraguan layaknya akan memakan buah simalakama. Jika tidak saya lihat hasil pengumumannya, saya tentu penasaran dan ga konsen belajar. Jika saya buka dan ternyata saya ga lulus, bisa-bisa besoknya saya gagal total dalam pendalaman materi. Akhirnya, setelah terlebih dahulu berdoa meminta kekuatan dan penyertaan dari Tuhan, saya membuka web LPDP. Ketika melihat bahwa saya lulus, waaahh puji Tuhan!<br />
<br />
Sejak pengumuman di akhir Oktober 2017, kami baru memperoleh kabar lagi dari LPDP pada tanggal 6 Februari 2018:<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-j-qACG-LjIQ/Wsoewel9dgI/AAAAAAAACmo/6Ut_Bf2NnjMLlyggxtxKGf3a7R__zkMlgCLcBGAs/s1600/Untitled3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="327" data-original-width="664" height="314" src="https://2.bp.blogspot.com/-j-qACG-LjIQ/Wsoewel9dgI/AAAAAAAACmo/6Ut_Bf2NnjMLlyggxtxKGf3a7R__zkMlgCLcBGAs/s640/Untitled3.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
Kemudian pada tanggal 15 Februari 2018:<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-42Bd8QI-3yE/WsofrpvCg_I/AAAAAAAACm0/yL1-IXxhuaUeiRI_zCu_DwsrtIFxm7hQQCLcBGAs/s1600/Untitled4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="243" data-original-width="643" height="240" src="https://3.bp.blogspot.com/-42Bd8QI-3yE/WsofrpvCg_I/AAAAAAAACm0/yL1-IXxhuaUeiRI_zCu_DwsrtIFxm7hQQCLcBGAs/s640/Untitled4.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
Daaan, di akhir Maret 2018 segala sesuatunya menjadi jelas. Saat saya membagikan kisah ini, kami para calon awardee BIT LPDP, di mana di dalamnya terdapat 27 dari 28 putera-puteri Maluku sedang berada di suatu kota di Pulau Jawa untuk mengikuti kegiatan pengayaan bahasa dalam rangka meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris kami. Kiranya Tuhan menyertai dan menolong kami sehingga pada waktunya kami benar-benar berangkat menuju negara tujuan masing-masing untuk melanjutkan pendidikan kami...</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-35439071159999855892018-03-05T18:03:00.001+09:002018-03-06T11:37:43.653+09:00Cerita dari Kota Tertua di Indonesia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Sabtu, 3 Maret 2018 menjadi salah satu hari bersejarah dalam hidup saya, secara pada tanggal tersebut untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Pulau Sumatera. Kota Palembang yang menurut <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palembang" target="_blank">Oom Wikipedia</a> adalah kota terbesar kedua di Pulau Sumatera sekaligus kota tertua di Indonesia. Wow! Semakin tergodalah saya mengunjungi Palembang.<br />
<br />
Dalam perjalanan saya ke negara orang, saya beberapa kali melintasi udara Pulau Sumatera dan melihat dari layar di depan saya posisi kota-kota termasuk Palembang. Namun ketika akhirnya saya benar-benar mengunjungi-nya, puji syukur sekali...<br />
<br />
Sebenarnya perjalanan ke Palembang ini bagian dari menyambi perjalanan dinas ke Yogya. Aturannya acara di Yogya berlangsung di hari Senin, 5 Maret 2018. So, mampir dulu saya ke Palembang. Ketepatan ponakan sulung saya sementara melakukan praktek profesinya di Palembang dan dia berulang tahun di tanggal 5 Maret, pas banget kan?! Hehehe...<br />
<br />
Lepas landas dari Bandara Internasional Pattimura di Ambon pukul 08.30 WIT, saya tiba sekitar pukul 13.00 WIB di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II, setelah transit di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten. Di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II, sambil menunggu rekan semasa kuliah menjemput, saya sempat mengabadikan ucapan selamat kepada rekan kerja yang hari itu menikah di Kota Ambon.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-YUNtADHnXJE/Wpz5hVWn0iI/AAAAAAAAChU/ESRUiMfTtUQqKkAX9SNfypuZdDuhfrbVwCLcBGAs/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B18.33.13.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://4.bp.blogspot.com/-YUNtADHnXJE/Wpz5hVWn0iI/AAAAAAAAChU/ESRUiMfTtUQqKkAX9SNfypuZdDuhfrbVwCLcBGAs/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B18.33.13.jpeg" width="320" /></a></div>
<br />
Saya bersyukur sekali dan merasa mendapat kehormatan besar karena di hari libur yang seyogyanya menjadi waktu buat keluarga, rekan dan teman sekelas semasa kuliah di Otista 64C, Jakarta - Anugrahani Prasetyowati bersama suami - Kak Jun dan juga anak bungsu mereka, meluangkan waktu untuk menjemput saya dan menemani berkeliling Kota Palembang. Mungkin ini kesekian kalinya saya mengucapkan terima kasih, tetapi memang saya sangat bersyukur.<br />
<br />
Ketika saya dibawa melintasi Jembatan Ampera yang menghubungkan Seberang Ulu dan Seberang Ilir dari Sungai Musi, saya sesaat terkesima. Jembatan yang menjadi icon Palembang dan yang beberapa hari terakhir saya saksikan terus di internet dalam pencarian saya akan hotel maupun tempat-tempat yang patut dikunjungi, sekarang terbentang di hadapan saya. Indah sekali...<br />
<br />
Saya sempat dibawa keliling Jakabaring Sport City, lokasi bakal penyelenggaraan Asian Games 2018 selain Jakarta. Di sana saya menyaksikan beberapa venue tempat penyelenggaraan lomba-lomba termasuk danau tempat perlombaan ski air. Duh, saya kalo ngeliat air begitu, bawaannya pengen nyemplung ee... Puji Tuhan, masih bagus pengendalian dirinya. Hghg...<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-kQMyBU5As3A/Wpz_UDIoNEI/AAAAAAAACi8/LHjkW315Z34UUi2lwHSnkmq3n5KT2CIOgCEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-03%2Bat%2B20.55.51.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1032" data-original-width="581" height="320" src="https://2.bp.blogspot.com/-kQMyBU5As3A/Wpz_UDIoNEI/AAAAAAAACi8/LHjkW315Z34UUi2lwHSnkmq3n5KT2CIOgCEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-03%2Bat%2B20.55.51.jpeg" width="180" /></a></div>
<br />
Dalam perjalanan dari Jakabaring Sport City, ketika Hani menawarkan mau makan apa, spontan saya menjawab PEMPEK! Walaupun hanya Tuhan yang tahu, sejatinya saya kurang menyukai makanan berbahan dasar ikan dan tepung sagu tersebut, akan tetapi rugi rasanya udah nyampe ke tempat-nya tapi melewatkan pempek. Dikarenakan Kak Jun, suami dari Hani kurang begitu menyukai pempek, kami mengikuti tempat jualan pempek yang sesuai dengan lidahnya Kak Jun. Dan inilah tempatnya...<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-oRQyEtQ4Tp0/Wpz_bcZompI/AAAAAAAACjA/gC-7m0f8JKUMfCeE7pK7Vy3e6e-oF-RoQCEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B17.23.40.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="720" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-oRQyEtQ4Tp0/Wpz_bcZompI/AAAAAAAACjA/gC-7m0f8JKUMfCeE7pK7Vy3e6e-oF-RoQCEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B17.23.40.jpeg" width="180" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sorry Hani dan Kak Jun, ini candid.. Hghg...</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-i7exn_s-6oI/Wpz_ZTVTtDI/AAAAAAAACjI/Sqv0mGwLr7slJG1DWDFmvabPbbinDKI7gCEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.33.08.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="581" data-original-width="1032" height="180" src="https://2.bp.blogspot.com/-i7exn_s-6oI/Wpz_ZTVTtDI/AAAAAAAACjI/Sqv0mGwLr7slJG1DWDFmvabPbbinDKI7gCEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.33.08.jpeg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-7RxoZQfu2pg/Wpz_UUmko5I/AAAAAAAACjM/CWWMf3QecYgzBllX-vkJ-92NDgupkpNTQCEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-03%2Bat%2B20.21.46.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="720" height="320" src="https://3.bp.blogspot.com/-7RxoZQfu2pg/Wpz_UUmko5I/AAAAAAAACjM/CWWMf3QecYgzBllX-vkJ-92NDgupkpNTQCEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-03%2Bat%2B20.21.46.jpeg" width="180" /></a></div>
<br />
Pempek Saga Sudi Mampir terletak persis di depan Kantor Walikota Palembang. Saya belum merasakan pempek tempat lainnya yang katanya juara-nya pempek di Palembang, tetapi langsung jatuh hati saya sama pempek di sini. Buktinya, selama 3 hari di Palembang, saya makan siangnya selalu di Pempek Saga ini. Dan dua menu yang selalu menjadi pesanan saya adalah lenggang yang adalah varian pempek yang dibakar dan pempek ikan selam. Jadi suka sama pempek ee..<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://3.bp.blogspot.com/-8yTLbGDvNDY/Wpz_ZypzSnI/AAAAAAAACjA/DSsQZyVb2Ko0uWDS-pab0NhmJHCBTDUrwCEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.33.11.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1032" data-original-width="581" height="320" src="https://3.bp.blogspot.com/-8yTLbGDvNDY/Wpz_ZypzSnI/AAAAAAAACjA/DSsQZyVb2Ko0uWDS-pab0NhmJHCBTDUrwCEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.33.11.jpeg" width="180" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Lenggang - pempek bakar</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://3.bp.blogspot.com/-FWNmTtVZEbo/Wpz_cfhb-JI/AAAAAAAACjE/OeXsUiNImMYv04dDT-Cj5HPw33z-7b35gCEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B17.23.41.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://3.bp.blogspot.com/-FWNmTtVZEbo/Wpz_cfhb-JI/AAAAAAAACjE/OeXsUiNImMYv04dDT-Cj5HPw33z-7b35gCEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B17.23.41.jpeg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Proses pembuatan Lenggang</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://4.bp.blogspot.com/--gSeHoUA6XY/Wpz_bmyScpI/AAAAAAAACjA/C8sGR0i6EFIEXFhg3l5xtHKGRBBfiEtMQCEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B17.23.41%2B%25281%2529.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://4.bp.blogspot.com/--gSeHoUA6XY/Wpz_bmyScpI/AAAAAAAACjA/C8sGR0i6EFIEXFhg3l5xtHKGRBBfiEtMQCEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B17.23.41%2B%25281%2529.jpeg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Pempek kapal selam</td></tr>
</tbody></table>
Kedua jenis pempek ini sungguh-sungguh memikat saya. Hampir-hampir saya melupakan program pengurangan berat badan saya. Cuko-nya pas banget. Untuk pempek kapal selam, crunchy beud... Apalagi ditutup dengan es kacang merah-nya. Nikmaatt....<br />
<br />
Seusai menikmati pempek, kami menuju kompleks Benteng Kuto Besak atau yang sering disingkat sebagai BKB. Ini merupakah salah satu spot terbaik untuk berpose dengan latar belakang Jembatan Ampera. Di sini juga terdapat Tugu Belido. Belido alias belida ini adalah salah satu jenis ikan bahan dasar pembuatan pempek tetapi yang sudah susah ditemui. Jika dibuat mejadi pempek pun harganya akan lebih mahal.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-6oIdq1va0W0/Wpz_UZVrLdI/AAAAAAAACjA/XUSiXxRyGSQeRFGfinGWzsp_wkTnVU98ACEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-03%2Bat%2B20.55.52.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://4.bp.blogspot.com/-6oIdq1va0W0/Wpz_UZVrLdI/AAAAAAAACjA/XUSiXxRyGSQeRFGfinGWzsp_wkTnVU98ACEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-03%2Bat%2B20.55.52.jpeg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-ahlp7uHvK4o/Wpz_W_ZO3GI/AAAAAAAACjM/4UR2j0WRq7MCbh3Tfotw_9rtoT0wYequQCEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-03%2Bat%2B20.55.53.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://1.bp.blogspot.com/-ahlp7uHvK4o/Wpz_W_ZO3GI/AAAAAAAACjM/4UR2j0WRq7MCbh3Tfotw_9rtoT0wYequQCEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-03%2Bat%2B20.55.53.jpeg" width="320" /></a></div>
<br />
Puas jalan-jalan dan ngobrol sepanjang perjalanan, saya lalu diantar ke tempat saya menginap selama di Kota Palembang. Matur nuwun sanget ya Hani, Kak Jun... Sampai bertemu lagi..<br />
<br />
Perjalanan menikmati Kota Palembang masih berlanjut di keesokan harinya. Minggu pagi, Bella - ponakan terkasih yang menjadi alasan saya berkunjung ke Palembang datang ke hotel. Kami berdua kemudian menuju Gereja Baptis Indonesia Palembang yang terletak di depan Kodam II/Sriwijaya untuk beribadah Minggu. Seusai ibadah Minggu, saya mengajak Bella ke Pempek Saga Sudi Mampir.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-6whoItptTGg/Wpz_W1PHOTI/AAAAAAAACjI/HB6Z0hPDzA4QlqpOS_gGgGMMPn5t3uoZACEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B13.32.21.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="581" data-original-width="1032" height="180" src="https://1.bp.blogspot.com/-6whoItptTGg/Wpz_W1PHOTI/AAAAAAAACjI/HB6Z0hPDzA4QlqpOS_gGgGMMPn5t3uoZACEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B13.32.21.jpeg" width="320" /></a></div>
<br />
Seusai santap siang, kami menuju Kompleks BKB untuk menyewa perahu menuju ke Pulau Kemaro, salah satu destinasi wisata Kota Palembang. Harga sewa perahu adalah 150ribu untuk perjalanan pulang-pergi. Berikut foto-foto perjalanan kami.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-42Tba8qFNxw/Wpz_Y4WS1TI/AAAAAAAACjI/YOzEpq0kK1MSGpL8KhwV4GBEBa4kgQeowCEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.33.04.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="581" data-original-width="1032" height="180" src="https://1.bp.blogspot.com/-42Tba8qFNxw/Wpz_Y4WS1TI/AAAAAAAACjI/YOzEpq0kK1MSGpL8KhwV4GBEBa4kgQeowCEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.33.04.jpeg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Di samping Tugu Belido itulah, tempat penyewaan perahu</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://2.bp.blogspot.com/-PE_fU3ZrBRo/Wpz_Ye0THNI/AAAAAAAACjA/lJ3PmhxdlC0xQjg-Nij-N49CpgIazpOiACEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.32.54.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="960" data-original-width="1280" height="240" src="https://2.bp.blogspot.com/-PE_fU3ZrBRo/Wpz_Ye0THNI/AAAAAAAACjA/lJ3PmhxdlC0xQjg-Nij-N49CpgIazpOiACEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.32.54.jpeg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Di dalam perahu sudah tersedia pelampung. So, bagi yang tidak bisa berenang, no worries..</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://3.bp.blogspot.com/-x5wR7o_rwC8/Wpz_ZN-lGTI/AAAAAAAACjE/OBkx2zChly0bHD9OHBx4W3iuHLvW-8_GACEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.33.00.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="581" data-original-width="1032" height="180" src="https://3.bp.blogspot.com/-x5wR7o_rwC8/Wpz_ZN-lGTI/AAAAAAAACjE/OBkx2zChly0bHD9OHBx4W3iuHLvW-8_GACEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.33.00.jpeg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Cakep kaaannn...</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://3.bp.blogspot.com/-_LOARJs92fc/Wpz_W_vdE9I/AAAAAAAACjA/fX8QAledFsANQYXGDxAxeT-w3TKkZHVugCEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.32.46.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="581" data-original-width="1032" height="180" src="https://3.bp.blogspot.com/-_LOARJs92fc/Wpz_W_vdE9I/AAAAAAAACjA/fX8QAledFsANQYXGDxAxeT-w3TKkZHVugCEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-04%2Bat%2B16.32.46.jpeg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Latar belakang pagoda di Pulau Kemaro.</td></tr>
</tbody></table>
Sekembalinya kami dari Pulau Kemaro, kami berjalan kaki menuju Kampung Pempek, tempat dimana kita dapat menjumpai banyaaaak bangeeet penjual pempek dari harga per buah 800 rupiah. Penasaran?? Silakan datang dan saksikan sendiri... Dalam perjalanan tersebut, saya sempat mengabadikan foto kali kecil yang bersih. Kapan ya Ambon macam begini??<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-pZploTcRyBA/Wp0GZRSf99I/AAAAAAAACkA/bldyu4HT57I98dvUSeCipu_WRPpwSXibQCLcBGAs/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B17.23.43%2B%25281%2529.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://2.bp.blogspot.com/-pZploTcRyBA/Wp0GZRSf99I/AAAAAAAACkA/bldyu4HT57I98dvUSeCipu_WRPpwSXibQCLcBGAs/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B17.23.43%2B%25281%2529.jpeg" width="320" /></a></div>
<br />
Hari Senin, 5 Maret 2018, kami mulai merayakan ulang tahun Bella dengan makan pagi di RM. Haji Syafei yang terkenal dengan mie celor-nya di Pasar 26 Ilir.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-hgzZDrTedW0/Wpz_bGN5H5I/AAAAAAAACjM/R-PrQ8UvqUQWdnRzRhlFIoTEhTQJCG0BgCEwYBhgL/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B10.40.06.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1032" data-original-width="581" height="320" src="https://2.bp.blogspot.com/-hgzZDrTedW0/Wpz_bGN5H5I/AAAAAAAACjM/R-PrQ8UvqUQWdnRzRhlFIoTEhTQJCG0BgCEwYBhgL/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B10.40.06.jpeg" width="180" /></a><a href="https://1.bp.blogspot.com/-6eY8DHaHnes/Wp0F2M0A2SI/AAAAAAAACjs/HJJeAf0cbXI2zCkdiT9SzzjOcUet6frgwCLcBGAs/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B10.40.07.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1032" data-original-width="581" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-6eY8DHaHnes/Wp0F2M0A2SI/AAAAAAAACjs/HJJeAf0cbXI2zCkdiT9SzzjOcUet6frgwCLcBGAs/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B10.40.07.jpeg" width="180" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://3.bp.blogspot.com/-m4WinasVq6s/Wp0F1ix4aQI/AAAAAAAACjo/2whlg9rYsSUDLv68gBtoVJ8fdNzIzK1MgCLcBGAs/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B10.40.09.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1032" data-original-width="581" height="320" src="https://3.bp.blogspot.com/-m4WinasVq6s/Wp0F1ix4aQI/AAAAAAAACjo/2whlg9rYsSUDLv68gBtoVJ8fdNzIzK1MgCLcBGAs/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B10.40.09.jpeg" width="180" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">The birthday girl... :*</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
Seusai menikmati sarapan pagi, kami sempat cuci mata di Pasar 26 Ilir yang terletak di dekat mie celor dan membeli duku. Ah ya! Ini dia. Bukan cuma menikmati pempek di Palembang, tapi yang biasanya di Jakarta melihat pedagang duku Palembang, skarang makan duku juga di Palembang. Tapi dukunya dari Komering alias Komring.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-3fuNDBLJbg0/Wp0G5Ib-phI/AAAAAAAACkI/oBI25SAP7pErtN0VpN1mFF6LE7uFSzFvgCLcBGAs/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B10.39.59.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1032" data-original-width="581" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-3fuNDBLJbg0/Wp0G5Ib-phI/AAAAAAAACkI/oBI25SAP7pErtN0VpN1mFF6LE7uFSzFvgCLcBGAs/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B10.39.59.jpeg" width="180" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Nemu lemon cina jugaaa...</td></tr>
</tbody></table>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://3.bp.blogspot.com/-uwBplHJwYWU/Wp0G5EEQdtI/AAAAAAAACkM/e6eaxSM9wLcv_N0E2Yhd6MjK0ncTq3tDQCLcBGAs/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B10.40.01.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1032" data-original-width="581" height="320" src="https://3.bp.blogspot.com/-uwBplHJwYWU/Wp0G5EEQdtI/AAAAAAAACkM/e6eaxSM9wLcv_N0E2Yhd6MjK0ncTq3tDQCLcBGAs/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B10.40.01.jpeg" width="180" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Duku Komring</td></tr>
</tbody></table>
Sekembalinya ke hotel, saya dan Bella pun siap-siap untuk check-out. Setelah mampir makan siang LAGI!!! di Pempek Saga Sudi Mampir, saya mengantar Bella ke tempat prakteknya dan kemudian melanjutkan perjalanan ke bandara. Oh ya, satu hal lagi yang wow dari Palembang. Ketepatan saat masuk ke toilet, ga ada penjaganya. Saya pun ga berani ninggalin koper di tempat barang secara pernah ada kejadian punya teman mau diambil orang, walau di bandara lain seh. Alhasil, koper pun turut masuk ke toilet, secara tempat naruhnya juga kece beud...<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-I5sMQXtztN4/Wp0HK1SJoqI/AAAAAAAACkQ/tnzjLvejY-Ix92gOadVUnBEUTmDYdw6GQCLcBGAs/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B17.23.44.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://2.bp.blogspot.com/-I5sMQXtztN4/Wp0HK1SJoqI/AAAAAAAACkQ/tnzjLvejY-Ix92gOadVUnBEUTmDYdw6GQCLcBGAs/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-03-05%2Bat%2B17.23.44.jpeg" width="320" /></a></div>
<br />
Sesaat setelah tulisan ini di-publish, saya ditelpon Hani yang memang hari itu mau ke Jakarta juga. Ternyata Hani sudah di ruang tunggu daaaan kami bertemu lagi. Bahkan saya masih dikasih duku 1 tas kresek. Luar biasaaa.... Sudah dijemput pas nyampe, pas mau ninggalin pun barengan di bandara. Tengkiuuu Han!!!<br />
<br />
Okay Palembang, time to say good bye and see you again... :) :*<br />
<br /></div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-12375622457172086642018-01-31T10:30:00.001+09:002018-01-31T10:31:54.737+09:00Luar Biasa Namun Tetap Biasa<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-7Ozbw5C7tFI/WnEbwCZOh3I/AAAAAAAAChE/15b-O9xneogz0hGLYjZs-PsziU-_3-AKQCLcBGAs/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-01-31%2Bat%2B10.27.06.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1031" height="223" src="https://3.bp.blogspot.com/-7Ozbw5C7tFI/WnEbwCZOh3I/AAAAAAAAChE/15b-O9xneogz0hGLYjZs-PsziU-_3-AKQCLcBGAs/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-01-31%2Bat%2B10.27.06.jpeg" width="320" /></a></div>
<br />
<span style="text-align: justify;">Tulisan ini terinspirasi oleh salah satu artikel yang saya baca secara
online pada laman situs The New York Times, tentang Ingvar Kamprad pendiri
jaringan toko Ikea yang tutup usia pada Minggu, 28 Januari 2018. Ijinkan saya
mengutip beberapa fakta tentang beliau yang patut menjadi perenungan kita
bersama.</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Ingvar Kamprad – orang terkaya ke-8 di dunia versi
Bloomberg Billionaires Index – menggunakan kelas ekonomi ketika terbang dengan
pesawat, tinggal di hotel murah, makan makanan yang murah, dan selalu menawar
ketika berbelanja. Pola menggunakan kelas ekonomi setiap kali terbang dengan
pesawat juga diikuti oleh para eksekutif Ikea. Ingvar Kamprad secara rutin
mengunjungi jaringan toko Ikea di seluruh dunia. Kadang ia berlaku
seolah-seolah pembeli dan bertanya tentang ini-itu ke karyawan Ikea dan
sebaliknya ia juga bisa berlaku seolah-olah ia adalah karyawan yang melayani
pembeli. Pada tahun 1994, terungkap bahwa Kamprad pernah tergabung dalam
gerakan fasisme. Dengan rendah hati ia mengakuinya. Dalam pesan kepada para
pekerjanya, ia mengatakan hal tersebut adalah “bagian hidup yang sangat
disesalinya” dan “kesalahan paling bodoh dalam hidupku”. Dalam wawancara dengan
Forbes di tahun 2000, Kamprad mengatakan, “Saya memandang pekerjaan saya
sebagai cara untuk melayani banyak orang. Pertanyaannya adalah bagaimana
mengetahui apa yang mereka inginkan dan bagaimana melayani mereka sebaik
mungkin. Dan jawabannya adalah tetap menjadi dekat dengan orang-orang biasa
karena sejatinya saya adalah salah seorang dari mereka.”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Normalnya, gaya
hidup kita linier dengan (mengikuti) penghasilan kita. Jika sebelumnya kita
mengkonsumsi beras kualitas medium, maka ketika penghasilan atau jabatan
meningkat, kita cenderung akan mengkonsumsi beras kualitas premium. Jika
sebelumnya kita mengendarai kendaraan keluaran tahun 2000-an, namun atas nama
status dan gengsi yang meningkat, kita kemudian beralih ke kendaraan keluaran
terbaru padahal mungkin saja kendaraan yang lama masih layak digunakan. Saya
yakin, sampai di sini akan ada yang berkomentar, “Apa yang salah dengan itu?”
Benar, tidak ada yang salah dengan gaya hidup seperti itu. Tetapi atas nama
kemanusiaan, apakah hati kecil kita sendiri menikmati semua hal tersebut di
saat mungkin saudara dan tetangga kita masih ada yang bergelut dengan kebutuhan
dasar setiap harinya?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Konsumerisme dan
hedonisme saat ini secara nyata telah menjadi gaya hidup banyak orang,
khususnya mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) Online, konsumerisme adalah <span style="background: white;">paham atau gaya hidup yang menganggap
barang-barang (mewah) sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya;
gaya hidup yang tidak hemat. Dan hedonisme adalah pandangan yang menganggap
kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Kedua
pandangan tersebut menjadi pemicu munculnya </span>persaingan tidak sehat di
dalam masyarakat. Jika si A terlihat menggunakan gadget model terbaru, maka sangat
mungkin teman sekolahnya atau teman kuliahnya atau teman kerjanya atau
tetangganya juga ingin memiliki barang yang sama. Jika mereka memiliki
penghasilan yang memadai untuk itu, tidak mengapa. Namun jika tidak demikian,
tentu akan menjadi masalah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Kesempatan emas
untuk menunjukkan seperti apa seseorang yang luar biasa bisa tetap menjadi
pribadi yang biasa dimulai dari dalam keluarga. Orang tua memiliki peran yang
sangat penting untuk memberikan dasar pemahaman sekaligus teladan. Salah satu
kata bijak berbunyi, “Ibu adalah guru pertama setiap anak, ayah adalah guru
keduanya”. Wahai para orang tua, gunakanlah kesempatan ini sebaik dan sedini
mungkin. Tunjukkanlah gaya hidup sederhana, sehebat apapun Anda di lingkungan
pekerjaan. Jangan memberikan kesan bahwa Anda adalah seorang yang hebat secara
materiil. Akan berbahaya jika anak sampai memiliki pemahaman bahwa orang tuanya
adalah seorang yang memiliki banyak uang dan segala keinginannya mudah
dipenuhi. Implikasinya adalah anak akan bertumbuh menjadi individu yang
instant, kurang memiliki <i>fighting spirit</i>,
dan kurang memiliki empati dengan sesama. Saya mengenal baik seseorang yang
secara ekonomi sangat mapan namun ketika tempat pensil anaknya robek dan masih
bisa diperbaiki, ia memilih untuk menjahitnya daripada membeli yang baru. Pada
kesempatan lain, ketika ada orang yang berkekurangan dan membutuhkan bantuan, sahabat
saya tersebut akan segera merespons dengan cepat. Saya percaya, hal-hal
tersebut menjadi pembelajaran berharga yang akan membentuk anak-anaknya menjadi
pribadi yang luar biasa namun tetap biasa, sebagaimana yang mereka saksikan
dalam keseharian keluarganya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Dalam ruang
lingkup yang lebih luas dan formal, para pemimpin baik itu pimpinan lembaga
eksekutif/yudikatif/legislatif maupun pimpinan di dunia usaha, secara langsung
dan efektif akan menjadi contoh bagi mereka yang dipimpinnya. Bahwa semakin
tinggi jabatan, semakin berkelas pula kendaraan dinas yang menjadi fasilitas,
saya tidak akan mengkritisinya. Namun dalam keseharian, bersikaplah apa adanya.
Tanpa menggunakan barang-barang terbaru dan bermerek, orang pun tahu siapa
Anda. “Kelas” Anda tidak akan turun jika Anda tampil sederhana. Justru dengan
bersikap demikian Anda sedang memberikan pembelajaran dan penguatan kepada
orang-orang di sekeliling Anda, bagaimana menjadi orang yang rendah hati serta
tidak menjadi pemicu munculnya persaingan yang tidak sehat. Orang-orang di
sekeliling, secara khusus para bawahan akan mulai meneladani gaya hidup Anda.
Menurut hemat saya, hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung,
memberikan kontribusi positif bagi penggunaan wewenang dan anggaran yang
tertanggung jawab.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Secara khusus
bagi para pimpinan lembaga eksekutif/yudikatif/legislatif, saya ingin
mengusulkan adanya gerakan menggunakan angkutan umum sehari dalam setiap bulan
berjalan. Ada banyak kebaikan yang akan diperoleh dengan melakukan hal
tersebut. Pertama, Anda memberikan teladan untuk bagaimana berkontribusi
mengurangi kemacetan dan menghemat bahan bakar. Kedua, Anda memiliki waktu
dalam perjalanan untuk berinteraksi dengan masyarakat dan dengan demikian bisa
memperoleh banyak masukan yang positif bagi peningkatan kualitas pelaksanaan
pemerintahan. Ketiga, Anda akan melihat secara langsung implementasi dari
peraturan yang ditetapkan dan jika beruntung, Anda bisa menyaksikan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Keempat, Anda akan lebih memiliki
empati dengan bawahan Anda yang dalam kesehariannya menggunakan angkutan umum.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Bagi Bapak/Ibu
yang dipercayakan menjadi pemimpin dalam suatu struktur organisasi keagamaan,
saya yakin kesederhanaan menjadi salah satu ajaran yang terus-menerus
didengungkan kepada umat. Ajaran tersebut akan lebih meresap dan dipraktikkan
oleh umat, jika Bapak/Ibu turut menjadi role model di sini. Hal ini tidak berarti
Bapak/Ibu tidak boleh memiliki dan menggunakan barang bermerek, secara saya
mengerti mungkin juga Bapak/Ibu memilikinya sebagai pemberian dari umat. Akan
tetapi bijaksanalah menggunakannya. Bagi saya, para pemimpin umat menjadi
filter terakhir di sini. Jika dalam kesehariannya, umat menghadapi situasi
penuh persaingan yang tidak sehat akibat gaya hidup konsumerisme dan hedonisme
di lingkungan tempat tinggal, pergaulan, serta pekerjaannya, namun kemudian
melihat kesederhanaan hidup yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin umat, hal
tersebut akan menjadi penyejuk dan penyemangat baginya untuk tetap belajar mensyukuri
hidup apa adanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Bagaimana jika
kita memiliki makin banyak uang dan bingung bagaimana mengelola dan
menggunakannya? Mari belajar dari Warren Buffett, orang terkaya nomor 2 di
dunia versi majalah Forbes. Pada tahun 2006, Warren Buffett mengumumkan bahwa
ia akan menyumbangkan sebagian besar kekayaannya, dan kemudian terbukti ia
tidak berbasa-basi dengan kata-katanya. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, tercatat
Warren Buffett telah menyumbangkan lebih dari 70 persen kekayaannya untuk
kegiatan amal. Bagaimana dengan kita? Dari sekian banyak rupiah yang kita
miliki, berapa persen yang telah kita bagikan dengan mereka yang membutuhkan?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Jika setiap orang sesuai porsinya masing-masing
secara konsisten menerapkan gaya hidup sederhana, menurut hemat saya ini bisa
menjadi salah satu solusi mengatasi ketimpangan dan kecemburuan sosial yang ada
di dalam masyarakat. Bukan tidak mungkin hal tersebut juga turut memberikan
kontribusi positif bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang terus menjadi
salah satu fokus utama Pemerintah saat ini. Mulailah melakukannya terhadap orang-orang
terdekat kita: di lingkungan tempat tinggal, kantor, ataupun tempat usaha. Tidak
perlu menunggu sampai kita menjadi orang-orang hebat seperti Ingvar Kamprad
ataupun Warren Buffett. Mulailah berlatih dari diri kita yang sekarang ini.
Niscaya ketika menjadi seseorang yang luar biasa, kita sudah terbiasa untuk
menjadi apa adanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<i style="text-indent: 36pt;">Dimuat di Harian Ambon Ekspres edisi Rabu, 31 Januari 2018</i></div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-49289534396957202152018-01-16T07:54:00.001+09:002020-02-10T19:28:00.701+09:00Do What You Say You Will Do (DWYSYWD)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-7MHKpimI7xo/Wl0wlz9YyNI/AAAAAAAACg0/5EoiMRjed-E_XSFkJZSOEtatdHyZtcR1ACLcBGAs/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2018-01-16%2Bat%2B07.50.00.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="952" data-original-width="1280" height="238" src="https://1.bp.blogspot.com/-7MHKpimI7xo/Wl0wlz9YyNI/AAAAAAAACg0/5EoiMRjed-E_XSFkJZSOEtatdHyZtcR1ACLcBGAs/s320/WhatsApp%2BImage%2B2018-01-16%2Bat%2B07.50.00.jpeg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Untuk pertama kalinya saya sengaja menggunakan akronim sebagai judul
opini, dengan mengutip satu dari lima garis-garis besar isi buku <i>The Leadership Challenge</i> yang ditulis
oleh James Kouzes dan Barry Posner. Alkisah, buku yang dirilis sejak tahun 1987
tersebut dan sudah mencapai edisi kelima-nya merupakan salah satu buku tentang
kepemimpinan yang paling laris manis terjual.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b>DWYSYWD</b> adalah singkatan dari <i>Do What You Say You Will Do </i>yang bila diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia – menurut hemat saya – terwakilkan oleh satu kata,
yakni <b>INTEGRITAS</b>. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia yang saya buka secara online, <b>integritas adalah </b><b><span style="background: white;">mutu,
sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki
potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran</span></b><span style="background: white;">. Bila </span>diterjemahkan
ke dalam bahasa sehari-hari, sederhananya, integritas adalah satunya kata dan
perbuatan. Lawan dari integritas adalah – ijinkan saya menggunakan bahasa Ambon
sehari-hari di sini – <i>bilang laeng biking
laeng</i>.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Saat ini
integritas menjadi kata yang banyak digunakan oleh instansi Pemerintah sebagai
salah satu nilai inti (<i>core value</i>)
yang diharapkan menggambarkan budaya yang ada di instansi tersebut. Banyak juga
institusi dan organisasi yang sekalipun tidak mencantumkannya secara eksplisit,
telah menjadikan integritas sebagai budaya organisasi. Pertanyaan yang mungkin
muncul adalah apakah itu berarti semua anggota instansi/institusi/organisasi
tersebut sudah memiliki integritas? Saya tidak mengetahui jawaban persisnya,
tetapi di sini saya hanya ingin mengemukakan beberapa fakta untuk menjadi
perenungan kita bersama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Pada suatu
kesempatan saya pernah melihat seorang bapak berpakaian selayaknya anggota
Polri menyeberangi jalan bukan pada tempat penyeberangan yang telah disediakan
yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat beliau berdiri. Dari pakaian
yang beliau gunakan, jika benar beliau adalah seorang anggota Polri, saya
sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan di saat Polri gencar memberikan
sosialisasi kepada masyarakat agar mematuhi rambu-rambu lalu lintas, termasuk menyeberang
pada tempat yang telah disediakan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Di lain
kesempatan ketika berkendara di belakang sebuah mobil plat merah, tiba-tiba ada
penumpang dari dalam mobil tersebut yang membuang sampah keluar jendela mobil.
Saya menyesal terlambat mengambil foto kejadian tersebut, karena saya sangat
ingin mem-<i>posting</i> kejadian beserta
plat nomor mobil tersebut melalui media sosial agar bisa memberikan efek jera.
Pada instansi Pemerintah manapun penumpang mobil tersebut bekerja, intinya
adalah jika aparatur sipil negara (ASN) yang seharusnya menjadi contoh tidak
melakukan apa yang sepatutnya, mau dibawa kemana kota/provinsi/negara ini?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Belajar dari dua
pengalaman saya tersebut, saya kemudian berpikir, apa yang salah? Saya
menemukan ada beberapa hal yang mungkin menjadi pemicunya. Pertama, <b>kurangnya teladan</b>. Himbauan atau
instruksi atau ajaran yang diberikan tidak dilakukan oleh mereka yang
memberikan himbauan atau instruksi atau ajaran tersebut. Contoh yang pertama
adalah seorang bapak yang berpakaian selayaknya anggota Polri yang saya
ceritakan sebelumnya. Selain itu kurangnya teladan ini turut ditunjukkan oleh Bapak/Ibu
yang berprofesi sebagai guru. Dalam perjalanan ke kantor, sehari-harinya saya
melewati kompleks persekolahan di Lateri. Setiap pagi saya menyaksikan guru dan
murid sama-sama menyeberang pada tempat yang hanya berjarak beberapa meter dari
tempat penyeberangan yang disediakan. Padahal saya percaya, menaati rambu-rambu
lalu lintas adalah bagian dari pelajaran yang diberikan oleh seorang guru dan
yang diterima oleh seorang murid di sekolah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Pemicu kedua dari kurangnya integritas adalah <b>pembiaran</b>. Masih dengan kasus guru dan
murid menyeberangi jalan bukan pada tempat yang disediakan, biasanya di pagi
hari ada anggota Polri yang berjaga-jaga di depan kompleks sekolah. (Para) Anggota
Polri ini, dari pengamatan saya, tidak serta-merta mengarahkan mereka untuk
menyeberang pada tempatnya. Jika hal ini terus berlangsung dalam waktu yang
lama, murid dan guru yang nota bene adalah anggota masyarakat akan memiliki
pemikiran bahwa apa yang dihimbau tidak harus dilaksanakan. Dan jika pemikiran
ini kemudian menjadi karakter, jangan heran melihat ada begitu banyak anggota
masyarakat Kota Ambon yang “kurang tahu aturan”. Lalu bagaimana nasibnya semua
peraturan yang dibuat Pemerintah untuk memastikan terciptanya ketertiban dan
keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara? Sayang
sekali jika promosi yang Pemerintah Kota Ambon dan Provinsi Maluku gencar
lakukan untuk menarik banyak wisatawan datang ke sini termasuk untuk melihat
ketidakteraturan itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Hal ketiga yang
berpotensi memicu kurangnya integritas adalah <b>kurangnya monitoring</b>. Masih dengan menggunakan kawasan pendidikan
di Lateri sebagai contoh, tentu kita ketahui bersama di situ juga terletak
Kantor Dinas Pendidikan Kota Ambon. Seyogyanya, dengan berlokasinya Dinas
Pendidikan Kota Ambon di dekat beberapa sekolah di Lateri, sekolah-sekolah
tersebut menjadi kawasan percontohan bagi dunia pendidikan di Kota Ambon.
Tetapi untuk kasus yang saya kemukakan sebelumnya, sepertinya pengawasan yang
dilakukan belum optimal. Ini sekaligus menjadi masukan saya sebagai warga Kota
Ambon kepada Bapak Walikota Ambon yang terhormat.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Mungkin ada di
antara pembaca yang membatin, mengapa kesadaran masyarakat tidak disebutkan?
Saya setuju <b>kesadaran pribadi</b> dari
anggota masyarakat turut menjadi pemicu kurangnya integritas. Saya sengaja
menyebutkannya terakhir karena menurut hemat saya, kesadaran pribadi ini erat
kaitannya dengan keteladanan yang ditunjukkan. Dengan asumsi sebagian besar
anggota masyarakat belum memiliki integitas yang mapan, maka hanya sedikit yang
memiliki kesadaran diri. Sebagian besar ini masih membutuhkan bimbingan, alias
membutuhkan contoh dan teladan dari mereka yang dianggap lebih tua, lebih
dewasa, dan lebih tinggi (jabatan/kedudukan).<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Bapak/Ibu dengan
posisi dan jabatan strategis memiliki kontribusi paling dominan untuk membangun
dan meningkatkan integritas anggota masyarakat. Posisi dan jabatan strategis di
sini tidak hanya berbicara mengenai hirarki di kantor pemerintahan ataupun
organisasi secara umum, melainkan juga menunjuk pada mereka dalam posisi yang
dituakan dan dihormati, mulai dari dalam keluarga. <b>Orang tua</b> memiliki peran yang sangat penting karena keluarga
menjadi basis tumbuh-kembang seorang individu. Jika sebagai orang tua, pola
yang dilakukan saat berkendara bersama anak-anak adalah sering membuang sampah
begitu saja dari dalam/atas kendaraan, jangan marahi anak-anak kita ketika
mereka tumbuh menjadi pribadi yang seperti itu. Contoh lainnya, ketika anak
mempunyai tugas sekolah yang harus dibuatnya sendiri, tetapi atas nama kasih
sayang orang tualah yang mengerjakannya dan mencantumkan nama anak di tugas
tersebut. Jika kita adalah jenis orang tua seperti itu, jangan pernah bermimpi
anak-anak kita akan menjadi pribadi yang memiliki integritas di kemudian hari.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Para <b>pimpinan lembaga
eksekutif/yudikatif/legislatif</b>, amanah yang dipercayakan ke pundak Bapak/Ibu
adalah untuk memastikan semua pelaksanaan pemerintahan berlangsung sesuai
tatanan yang seharusnya. Ketika terjadi hal di luar yang seharusnya dan
sepatutnya, bereaksilah. Dengan melakukan hal tersebut, Bapak/Ibu sedang meneladankan
integritas dan menyiapkan calon-calon pemimpin tangguh berikutnya. Toh
Bapak/Ibu tidak akan selamanya menjadi seorang pimpinan pada institusi tersebut
bukan? Sejatinya, pemimpin yang luar biasa bukanlah seseorang yang mempunyai
banyak pengikut, melainkan seseorang yang berhasil mengkaderkan dan membentuk
pemimpin tangguh berikutnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Mengingat negara
kita meletakkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila dan
bahwa hampir semua kita adalah orang beragama, maka tidak kalah pentingnya di
sini adalah peranan <b>pimpinan umat beragama</b>.
Bapak/Ibu yang dipercayakan menjadi pemimpin dalam suatu struktur organisasi
keagamaan patut memahami bahwa dalam pandangan masyarakat secara umum dan
organisasinya secara khusus, Bapak/Ibu seyogyanya menjadi orang yang paling
berintegritas. Berhati-hatilah. Lakukanlah apa yang Bapak/Ibu katakan. Jika
Bapak/Ibu mengajarkan untuk mengasihi, kasihilah orang lain apapun latar
belakangnya. Jika Bapak/Ibu mengajarkan untuk mengampuni sesama seperti kitapun
diampuni oleh Yang Kuasa, janganlah menyimpan dendam. Jika pada suatu saat
kedapatan Bapak/Ibu tidak melakukan apa yang diajarkan, pola pikir yang akan
terbentuk dalam masyarakat dan anggota organisasi yang dipimpin adalah tidak
mengapa mengatakan A namun kemudian melakukan B. Toh pemimpin kita, Bapak anu
atau Ibu anu juga melakukan seperti itu.<o:p></o:p></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Integritas tidak muncul dalam semalam. Saya sering
mengatakan kepada keluarga saya, jauh lebih mudah mendirikan bangunan 20 lantai
dibandingkan membangun karakter. Pasti akan ada jatuh-bangunnya – <i>ups and downs</i>. Teruslah belajar.
Keluarga kita membutuhkan orang-orang yang berintegritas. Lingkungan kita
membutuhkan orang-orang yang berintegritas. Umat kita membutuhkan orang-orang
yang berintegritas. Kota, provinsi, dan negara kita membutuhkan orang-orang
yang berintegritas. Orang-orang berintegritas itu adalah Anda dan saya. Salam
integritas dari Kawasan Mardika, Kota Ambon!</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<i>Dimuat pada Harian Ambon Ekspres edisi Selasa, 16 Januari 2018</i></div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-89092855755887855742017-12-08T09:39:00.001+09:002017-12-08T09:39:49.556+09:00SURVEI BIAYA HIDUP 2018 UNTUK DATA INFLASI YANG LEBIH BAIK<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-1aXynSqDfu4/WinfSsibcBI/AAAAAAAACgU/GyidJ6BdPE0MydRqRLCF4nUCZduSBqp7ACLcBGAs/s1600/WhatsApp%2BImage%2B2017-12-08%2Bat%2B09.37.55.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1101" height="209" src="https://4.bp.blogspot.com/-1aXynSqDfu4/WinfSsibcBI/AAAAAAAACgU/GyidJ6BdPE0MydRqRLCF4nUCZduSBqp7ACLcBGAs/s320/WhatsApp%2BImage%2B2017-12-08%2Bat%2B09.37.55.jpeg" width="320" /></a></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Apa itu inflasi? Sebagian kecil lapisan masyarakat sangat familiar
dengan istilah ini, di saat sebagian besar tidak mengerti dan mungkin tidak
merasa perlu memahaminya. Praktisnya, inflasi adalah kenaikan harga, dimana
kebalikannya adalah deflasi (penurunan harga). Inflasi/deflasi di Indonesia
diukur dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) sebagai instansi yang diberikan kewenangan untuk menghitungnya.
Data harga yang diperlukan untuk menghitung IHK diperoleh melalui pelaksanaan
Survei Harga Konsumen (SHK) yang dilakukan BPS setiap bulan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Seyogyanya, pemantauan harga untuk penghitungan
inflasi/deflasi dilakukan terhadap semua jenis barang dan jasa yang dikonsumsi
oleh lebih dari 250 juta penduduk Indonesia. Namun jika demikian, tentu
membutuhkan waktu lama sampai kita bisa memperoleh suatu angka inflasi/deflasi.
Padahal perubahan harga barang yang dicerminkan oleh data inflasi/deflasi
merupakan indikator makro yang dibutuhkan secara berkala dan bahkan dirilis
oleh BPS setiap hari kerja pertama bulan berjalan. Inilah alasan perlunya
melakukan survei terhadap responden sampel dan komoditas sampel.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Di Indonesia sampai dengan saat ini, ada 82 kota
yang melakukan SHK. Dua dari 82 kota tersebut ada di Provinsi Maluku, yakni
Kota Ambon dan Kota Tual. Dasar pemilihan kota penghitungan inflasi adalah
ibukota provinsi dan kota yang menjadi barometer ekonomi bagi kabupaten-kabupaten
di sekitarnya. Kota-kota tersebut harus memenuhi syarat kontinuitas pencacahan
dan kelengkapan responden untuk monitoring harga seperti ketersediaan pasar,
sekolah, rumah sakit, bandara, pelabuhan, dealer motor/mobil, dan lainnya. Di
samping fakta bahwa biaya yang dibutuhkan tidaklah sedikit, ini sekaligus
menjawab pertanyaan yang umumnya beredar bahwa mengapa tidak semua kabupaten
menjadi sampel pelaksanaan SHK. Tetapi tidak juga berarti kabupaten lain tidak
bisa menghitung inflasi/deflasi-nya sendiri. Ada mekanisme yang telah
ditetapkan untuk penghitungan inflasi/deflasi kabupaten di luar 82 kota
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
SHK dilakukan setelah ke-82 kota memiliki paket
komoditasnya masing-masing. Paket komoditas adalah sekelompok barang dan jasa
yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat di suatu kota untuk periode tertentu. Paket
komoditas diperoleh dari Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan setiap 5-6
tahun, serentak di seluruh kota cakupan di Indonesia. SBH yang terakhir
dilaksanakan dan menjadi dasar penghitungan inflasi sampai saat ini adalah SBH
tahun 2012. SBH 2012 memberikan informasi bahwa ada lebih dari 1.600 komoditas
yang dikonsumsi masyarakat Kota Ambon dan lebih dari 1.400 komoditas yang
dikonsumsi masyarakat Kota Tual. Seperti disebutkan sebelumnya, seyogyanya
untuk mengukur inflasi di Kota Ambon, haruslah dilakukan pencacahan harga terhadap
ke-1.600-an komoditas di Kota Ambon dan 1.400-an komoditas di Kota Tual
tersebut. Namun atas nama efisiensi dan efektifitas, di sinilah perlunya
melakukan survei.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Dengan menggunakan mekanisme tertentu, lebih dari
1.600-an komoditas di Kota Ambon tersebut kemudian diringkas menjadi 368
komoditas dan untuk Kota Tual dari 1.400-an komoditas diringkas menjadi 263
komoditas. Terhadap 368 komoditas di Kota Ambon dan 263 komoditas di Kota Tual
inilah kemudian dilakukan SHK setiap bulan berjalan. Ada komoditas yang dicacah
setiap minggu, ada yang 2 minggu-an, dan selebihnya dicacah bulanan. Secara
umum, setiap komoditas memiliki cakupan setidaknya 2 merk yang dicacah harganya
untuk mewakili sekian banyak merk yang dikonsumsi seluruh masyarakat di suatu
kota. Sebagai contoh, untuk komoditas Susu Kental Manis, merk yang dicakup
antara lain Cap Nona, Omela, dan Carnation. Contoh lainnya, untuk komoditas
uang sekolah SMA, setiap bulannya dilakukan pengecekan biaya yang harus dikeluarkan
oleh murid-murid pada beberapa sampel SMA. Pemilihan sekolah di sini (juga
berlaku untuk SD, SMP, dan Perguruan Tinggi) didasarkan pada jumlah siswa/mahasiswa.
Sekolah/perguruan tinggi yang terpilih menjadi sampel seyogyanya memiliki lebih
banyak siswa/mahasiswa dibandingkan sekolah/perguruan tinggi lain yang tidak
terpilih sebagai sampel. Tujuannya adalah agar data yang dihasilkan lebih
menggambarkan keadaan yang sebenarnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Praktisnya, SHK untuk menghitung inflasi bisa
dilakukan setelah paket komoditas beserta besaran nilai konsumsi dari
masing-masing komoditas di dalam paket komoditas tersebut tersedia. Tentang paket
komoditas telah dijelaskan sebelumnya. Namun tentang nilai konsumsi, apakah
itu? Nilai konsumsi adalah besaran biaya yang dikeluarkan rumah tangga untuk
mengkonsumsi suatu komoditas dalam satu bulan. Komoditas dengan nilai konsumsi
yang besar, akan lebih mempengaruhi inflasi/deflasi dibandingkan komoditas
dengan nilai konsumsi yang relatif kecil. Sebagai contoh, beras karena
sehari-harinya dikonsumsi masyarakat, akan memiliki nilai konsumsi lebih besar
dibandingkan sabun mandi. Dengan demikian, jika terjadi kenaikan harga beras,
secara langsung berpotensi memicu inflasi dibandingkan kenaikan harga sabun
mandi. Proporsi nilai konsumsi dari masing-masing komoditas dalam suatu paket
komoditas juga menjadi informasi yang sangat penting bagi upaya pengendalian
inflasi di suatu daerah, karena program pengendalian bisa lebih difokuskan pada
komoditas-komoditas strategis.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Mengapa inflasi menjadi penting untuk diurus dan
bahkan dikendalikan? Jawaban sederhananya adalah karena kenaikan harga
berkaitan erat dengan tingkat daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Bagi
masyarakat yang berpendapatan tetap, seperti PNS, daya belinya secara langsung dipengaruhi
oleh inflasi. Kenaikan harga yang tidak serta merta disertai dengan kenaikan
pendapatan membuat masyarakat harus mengatur ulang perencanaan keuangan mereka
dan bukan tidak mungkin membatasi pengeluaran mereka. Bagi masyarakat yang
hidupnya pas-pasan, ketika inflasi terjadi terus-menerus, bisa berpotensi
menjadi miskin dikarenakan kemampuan untuk membeli barang kebutuhan hidup
menurun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Rangkaian pembentukan inflasi yang sangat penting
bagi perencanaan pembangunan regional maupun nasional dan yang tanpa disadari
secara langsung bersentuhan dengan keseharian seluruh lapisan masyarakat,
dimulai dari pelaksanaan SBH. Saat ini BPS di seluruh Indonesia berada dalam
tahap persiapan pelaksanaan SBH 2018 untuk memperbarui paket komoditas yang
dihasilkan oleh SBH 2012. Di bulan Desember 2017 ini, petugas kami sedang
melakukan pemutakhiran rumah tangga sebagai prasyarat pengambilan sampel untuk
pelaksanaan pencacahan. SBH 2018 dilakukan terhadap 82 kota ditambah 8 kota
baru lainnya sehingga total jumlah kota yang menyelenggarakan SBH 2018 menjadi
90 kota. Jumlah responsen SBH 2018 di Kota Ambon sebanyak 1.600 rumah tangga
dan di Kota Tual sebanyak 1.200 rumah tangga akan dikunjungi sepanjang periode
Januari – Desember 2018. Setiap rumah tangga akan dikunjungi petugas survei
selama 3 bulan untuk menanyakan pengeluaran dan pendapatan rumah tangga selama
periode 3 bulan tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
BPS Republik Indonesia dan seluruh jajarannya di
daerah telah memperoleh dukungan dari Pemerintah Pusat dan Daerah. Namun tidak
kalah pentingnya, kami juga membutuhkan dukungan dari masyarakat dengan
menerima petugas kami dan memberikan data yang benar. Jangan takut dan jangan
ragu. Apa yang disampaikan masyarakat merupakan kerahasiaan yang dilindungi
oleh Undang-Undang nomor 16 tahun 1997 tentang Statistik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Dari pantauan di lapangan, salah satu dasar
keengganan masyarakat menerima petugas SBH dan memberikan data yang benar
adalah adanya stigma bahwa BPS yang bertanggung jawab atas program-program
pemberian bantuan dari Pemerintah yang menurut sebagian masyarakat tidak tepat
sasaran. Melalui kesempatan ini kami ingin meluruskan pandangan yang keliru
tersebut. Dalam pendataan yang berujung pemberian bantuan, kapasitas BPS adalah
melakukan pendataan dan kemudian menyerahkan data hasil pendataan tersebut kepada
Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat melalui Kementerian terkait kemudian
menggunakan data tersebut sesuai keperluan dan alokasi dana yang ada pada
masing-masing Kementerian. Sampai di sini, BPS tidak memiliki kewenangan
apa-apa lagi. Sehingga jika ada keberatan-keberatan terhadap implementasi
program baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah, bisa dikomunikasikan kepada
pihak terkait. Sangat disayangkan jika keberatan-keberatan tersebut diekspresikan
dengan tidak mau menerima petugas BPS ataupun dengan memberikan data yang
asal-asalan, karena pada akhirnya data yang dihasilkan menjadi tidak akurat dan
perencanaan pembangunan menjadi tidak terarah.<o:p></o:p></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Data yang dikumpulkan melalui SBH 2018 akan
digunakan selama kurang lebih 5 tahun sebagai dasar penghitungan inflasi di
Indonesia, termasuk di Kota Ambon dan Kota Tual. Sekali data terkumpul dan
diolah menjadi suatu paket komoditas beserta nilai konsumsinya, BPS tidak akan bisa
mengutak-atik komposisi yang terbentuk. Untuk itu, dukungan semua pihak demi
suksesnya pelaksanaan Survei Biaya Hidup 2018 sangatlah penting. Seluruh
jajaran BPS berusaha melakukan bagiannya dengan bekerja sesuai kaidah dan
aturan yang baku. Jika para pemangku kepentingan dan masyarakat turut melakukan
bagiannya dengan baik, niscaya terwujudnya Maluku dan Indonesia yang lebih baik
bukan sekedar slogan belaka. Sukses SBH 2018!<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<i>Dimuat di Harian Ambon Ekspres edisi 8 Desember 2017</i></div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-91834316202978942822017-09-25T02:08:00.003+09:002017-09-25T02:53:00.881+09:00Aplikasi Kursus ke India<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Ini menjadi komitmen pribadi saya jika diijinkan Tuhan lulus kursus ke India, membagikan pengalaman melamar kursus. Bukan hanya mengenai proses aplikasi, tetapi juga suka-duka kala melakukan pengurusan dokumen-dokumen terkait sebelum keberangkatan. Harapannya bisa menjadi tambahan informasi bagi saudara-saudara sebangsa dan setanah air.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
7 Juni 2017 - Saya memperoleh informasi terkait kursus Indian Technical and Economic Cooperation (ITEC) yang dibiayai penuh oleh Ministry of External Affairs - Government of India dari rekan sejawat di Humas BPS RI yang baru saya buka e-mailnya pada keesokan harinya. Saya ingat betul (secara masih tersimpan di inbox), saat itu saya segera membalas e-mail dan mengucapkan terima kasih. Saya membaca isi e-mail dan sempat tertarik pada salah satu kursus tetapi kemudian saya tinggalkan. Jujur, saya kurang berminat. India gitu loh! Saya pernah membaca tentang tingkat kekerasan terhadap turis perempuan di India yang cukup tinggi. Okey, kekerasan itu terjadi karena beberapa faktor. Namun setidaknya ada kesan yang kurang menyenangkan tentang India. Alasan lain kenapa saya ga langsung berminat adalah saya pernah melamar kursus ke India tahun 2008 dan ga lolos. Trauma nih ceritanya. Hahaha...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
20 Juni 2017 - Spontan di hati muncul pemikiran, kenapa ga nyoba apply kursus ke India? Saya lalu berpikir, iya ya, kenapa ga dicoba aja? Kalo ga lulus ya ga ada bedanya. Tapi kalo lulus lumayan menambah jam terbang kan? </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
21 Juni 2017 - Saya mulai mempersiapkan semua dokumen terkait. Puji Tuhan, saya sudah menyimpan dokumen-dokumen pribadi dalam bentuk pdf ataupun jpg di salah satu folder di laptop saya. Adapun dokumen yang perlu dipersiapkan antara lain:</div>
<div style="text-align: justify;">
<ol>
<li>Print out online application pada alamat web <a href="https://www.itecgoi.in/meaportal/registerapplicant" style="text-align: left;" target="_blank">https://www.itecgoi.in/meaportal/registerapplicant</a></li>
<li>TOEFL/IELTS score (boleh salinan, ga harus asli). Score-nya minimal 450.</li>
<li>Reference letter (surat persetujuan) dari atasan.</li>
<li>Medical report. Saya pake surat keterangan dari Puskesmas terdekat dengan kantor.</li>
<li>Nominating form yang ditandatangani atasan.</li>
</ol>
</div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk butir 4 dan 5, formatnya sudah tersedia pada online application yang akan dicetak dari alamat web sebagaimana tersebut di atas. Pemerintah India juga mensyaratkan pelamar sudah memiliki pengalaman kerja minimal 3-5 tahun dan berusia antara 25-45 tahun. Pelamar adalah mereka yang bekerja di pemerintahan, swasta, dan dunia pendidikan. Aplikasi (hard copy) harus diterima oleh Kedutaan Besar India selambat-lambatnya 2 minggu sebelum kursus dimulai. Longgar banget kan ya? Tetapiii, pas pengumumannya donk, mepet banget sodarah-sodarah!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di tanggal 21 Juni 2017 itu saya benar-benar gerilya. Mengapa? Karena hari terakhir kerja sebelum libur Lebaran adalah 22 Juni 2017! Pasti pada bertanya, kenapa buru-buru? Bukankah dokumen terkait boleh diterima 2 minggu sebelum dimulainya kursus? Pada beberapa blog yang saya baca, katanya makin cepat makin baik. Baik ke kitanya maksudnya kali ya? Biar tenang aja. Kursus yang ingin saya ikuti dimulai pada awal September 2017. Jadi perhitungan saya, dokumen akan diterima awal Juli. Lumayan lah, 2 bulan sebelum dimulainya kursus. Toh kita harus memperhitungkan waktu perjalanan dokumen tersebut sampai akhirnya nyampe ke tangan pihak yang berkuasa memutuskan. Jadilah pada sore hari tanggal 22 Juni 2017 saya mengirimkan dokumen via pos (Kantor Pos).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3 Juli 2017 - Saya menerima e-mail dari Team ITEC sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: cyan;">Dear PAULINE,<br /><br />Your application has been received and is now Under Process.<br /><br /><br />Team ITEC<br />DPA-II<br />Ministry of External Affairs<br />Govt. of India.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Puji Tuhan. Setidaknya sampai di sini, saya sudah mengerjakan bagian saya. Tinggal menunggu pengumuman. Inilah enaknya mengerjakan sesuatu lebih awal.<br />
<br />
8 Agustus 2017 - Saya menerima e-mail sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: lime;">Dear PAULINE GASPERSZ,<br /><br />Your Application has been Accepted. Please contact Mission for further process.<br /><br /><br />Team ITEC<br />DPA-II<br />Ministry of External Affairs<br />Govt. of India.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
9 Agustus 2017 - Saya menerima e-mail dari institusi penyelenggara kursus yang menginformasikan bahwa saya diterima untuk mengikuti program kursus. Baik oleh institusi penyelenggara kursus maupun Team ITEC, saya diminta untuk menghubungi Kedutaan Besar India di Indonesia. Informasi dari Kedutaan Besar India adalah mereka belum menerima surat dari <span style="background-color: white;">Ministry of External Affairs, yang akan menjadi dasar hukum bagi pengurusan selanjutnya sehingga mereka belum bisa bertindak lebih jauh.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">14 Agustus 2017 - Saya menerima acceptance latter (pdf) via email dari Kedutaan Besar India. Dari situ saya baru bisa mulai bergerak untuk pengurusan dokumen terkait. Saya segera menghubungi Bagian Humas BPS untuk informasi lebih lanjut. Saya diminta untuk mengirimkan semua dokumen terkait melalui e-mail tetapi khusus untuk paspor biru harus mengirimkan asli. Puji Tuhan, ada teman sekelas dulu zaman kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) yang lagi tugas ke Ambon dan akan kembali ke Jakarta pada tanggal 15 Agustus 2017. Segeralah saya bergerilya menyiapkan segala sesuatunya dan menitipkannya ke teman dari Pusat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">16 Agustus 2017 - Saya dihubungi Humas BPS yang menginformasikan bahwa mereka telah menerima surat pengantar dan dokumen terkait. Akan tetapii... Mereka juga menginformasikan bahwa dibutuhkan 7 hari kerja untuk pengurusan di Kementerian Sekretariat Negara untuk penerbitan Surat Persetujuan Perjalanan Dinas Luar Negeri serta 4 hari kerja untuk pengurusan di Kementerian Luar Negeri. Sampai di situ, saya langsung lemes. Kata teman dari Humas, "</span><span style="background-color: white;">Pauline, waktunya mepet banget</span><span style="background-color: white;">. Coba kamu back-up dengan paspor hijau</span><span style="background-color: white;">"</span><span style="background-color: white;">. Dengan lemes saya menjawab, paspor hijau saya akan expire di bulan Oktober 2017. Umumnya untuk pengurusan di kedutaan, paspor kita harus masih berlaku minimal 6 bulan. Saya lalu dianjurkan untuk segera memperpanjang paspor hijau saya. Saya inget banget sempat bilang begini waktu itu, "Kak, saya tahu ini mepet banget. Hanya saja saya percaya akan melihat tangan Tuhan bekerja." Saya bukan lagi sok beriman saat itu. Tuhan pun tahu, saya agak-agak hopeless saat itu. Hanya mencoba belajar tetap memiliki iman dalam segala situasi. Setelah menutup pembicaraan dengan rekan dari Humas BPS, saya langsung menghubungi teman di Kantor Imigrasi Ambon menanyakan tentang syarat memperpanjang paspor hijau. Siang itu juga saya langsung menuju Kantor Imigrasi Ambon untuk memperpanjang paspor hijau saya karena informasi yang saya dapatkan, pengurusan paspor membutuhkan 3 hari kerja, sedangkan tanggal 17 Agustus itu libur dan Selasa, 22 Agustus 2017 saya harus ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan salah satu survei sekaligus pengurusan visa di Kedutaan Besar India.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">21 Agustus 2017 - Hitungannya hari ini baru 2 hari kerja setelah saya mendaftar untuk perpanjangan paspor saya. Saya mencoba menghubungi teman di Kantor Imigrasi Ambon untuk menanyakan apakah paspor saya sudah bisa diambil. Saya pernah mendengar informasi, katanya walau baru 2 hari kerja, jika sudah selesai bisa diambil. Saya dianjurkan untuk langsung datang ke Kantor Imigrasi. Sesampai di sana, paspor saya belum selesai. Saya udah lemes aja. Saya ngomong ke orang di Kantor Imigrasi, "Besok pagi saya ke Jakarta, Pak. Apa ga bisa selesai hari ini?</span><span style="background-color: white;">"</span><span style="background-color: white;"> Mereka menyampaikan yang akan mengusahakan dan saya dianjurkan untuk pulang saja dulu, nanti akan mereka hubungi. Jam 4 sore saya dihubungi oleh pegawai Kantor Imigrasi Ambon, meminta maaf </span><span style="background-color: white;">yang</span><span style="background-color: white;"> mereka sudah mencoba tetapi paspor saya belum bisa diambil hari ini. Saya disarankan untuk meminta pimpinan saya untuk menghubungi Kepala Kantor Imigrasi Ambon dan membicarakan lebih lanjut. Puji Tuhan, pimpinan saya bersedia menghubungi dan setengah 5 sore itu juga saya diminta datang untuk mengambil paspor hijau saya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">23 Agustus 2017 - Saya mendatangi Kedutaan Besar India untuk mengurus student visa. Tentang waktu kedatangan ke Kedutaan Besar India ini ada juga ceritanya. Mereka mensyaratkan saya harus datang sendiri, sekalipun saya sudah menjelaskan bahwa posisi saya adalah di Kota Ambon yang membutuhkan berbagai sumber daya untuk ke Jakarta. Puji Tuhan, ada pelatihan survei di kantor pusat yang seyogyanya diselenggarakan di bulan September namun kemudian dipindahkan ke bulan Agustus dan waktunya pun pas banget dengan waktu selesainya pengurusan paspor hijau saya.</span><br />
<span style="background-color: white;"><br /></span>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-N5nzfMlds-0/Wcfw6xRKuQI/AAAAAAAACf0/7f1Qr2onKy49gJqEqRhutk_MsJzE_fxyACLcBGAs/s1600/Paspor%2BEdit.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://4.bp.blogspot.com/-N5nzfMlds-0/Wcfw6xRKuQI/AAAAAAAACf0/7f1Qr2onKy49gJqEqRhutk_MsJzE_fxyACLcBGAs/s320/Paspor%2BEdit.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="background-color: white;"><br /></span>
<span style="background-color: white;">24 Agustus 2017 - Pada tanggal yang sama dengan tanggal berpulangnya (Almh) Mama tercinta ke pangkuan Bapa di surga, saya akhirnya menerima student visa saya yang mengandung begitu banyak cerita di balik proses pengurusan dokumen-dokumen terkaitnya.</span><br />
<span style="background-color: white;"><br /></span>
<span style="background-color: white;">Lumayan panjang juga ya cerita saya kali ini. Jika ditanya bagaimana saya menyimpulkan semua rangkaian perjalanan mulai dari proses aplikasi sampai dengan siap berangkat ke India? Kesimpulannya adalah Tuhan Yesus sungguh amat baik! Dari suatu pemikiran di malam hari, perjalanan pengurusan dokumen-dokumen yang siap in the last minutes, kesesuaian waktu yang membuat saya hemat tiket Ambon-Jakarta PP, dll.</span><br />
<span style="background-color: white;"><br /></span>
<span style="background-color: white;">Semoga sharing cerita yang panjang ini bermanfaat dan selamat memulai petualangan... :)</span></div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com27tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-31194642512603252612017-09-21T01:49:00.000+09:002020-02-10T19:32:16.392+09:00Pengalaman Berkendaraan Umum di India<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
Sebenarnya judul cerita ini agak-agak metafora gitu deh, secara India itu luas banget dan jenis kendaraan umumnya pun banyak. So, sebelum kita melangkah ke isi cerita lengkapnya, izinkan saya menjelaskan konsep yang digunakan di sini. India di sini dibatasi pada Kota Hyderabad, dan jenis kendaraan umum yang menjadi sampel adalah tuk-tuk alias bajaj, uber, dan bis kota.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Alkisah pada suatu masa, saya dengan seizin Tuhan Pencipta langit dan bumi ini - yang kemudian menggerakkan hati pimpinan di kantor untuk juga turut mengizinkan - mendapat kesempatan mengikuti suatu kursus di Kota Hyderabad, yang terletak di bagian selatan negara India. Mengenai bagaimana kisahnya sampai saya beroleh kesempatan ini, akan dibahas di lain chapter. (atu-atu coy...)</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Umumnya jika kami, para peserta kursus beranjangsana ke luar kompleks institusi penyelenggara kursus, kami disediakan angkutan bis yang sangat comfortable. Namun tentu kami tidak bisa bergantung pada fasilitas yang disediakan seminggu sekali itu. Perlu kreatif dan keluar modal dikitlah.. So, pada suatu senja, saya dan beberapa teman yang ingin melakukan window shopping sepakat keluar bersama. Dan entah bagaimana, saya adalah the only lady among 5 gentlemen. Mengejutkan? Masih ada yang lebih seru lagi. Kami - entah bagaimana - sepakat menggunakan HANYA 1 tuk-tuk alias bajaj versi Indonesia. Ukurannya sama pun. Ga percaya? Inilah penampakannya..</div>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-QKWsTR3kCGg/WcKNilJa5hI/AAAAAAAACe8/2Els80frMQ8I813TI4LV3nHQ9IvJX6OMQCLcBGAs/s1600/20170916_173905.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="180" src="https://1.bp.blogspot.com/-QKWsTR3kCGg/WcKNilJa5hI/AAAAAAAACe8/2Els80frMQ8I813TI4LV3nHQ9IvJX6OMQCLcBGAs/s320/20170916_173905.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Tuk-tuk (bajaj ala India)</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Bapak/Ibu/Saudara/i, pertama kali melihat gaya orang India di Hyderabad menggunakan tuk-tuk, saya sempat terpesona. Ajib-ajib deh, bisa-bisanya 5 orang naik dalam 1 tuk-tuk? Ternyata kemudian saya dan rekan-rekan sejawat memecahkan rekor itu. Ber-6 coy! Itu posisi duduknya, sampai ada yang dipangku dan ada yang duduk nemenin sopir tuk-tuk di depan. Lutut saya aja sampe hampir nyenggol wajah salah seorang teman. Saya sempat mengusulkan untuk berfoto sebelum turun, tetapi ketika sampai di tempat tujuan, saking senengnya menemukan ruang yang lebih luas, pada lupa ngambil fotonya.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Nah, itu perginya. Ternyata kami ga hanya window shopping. Kami akhirnya belanja-belinji. Masing-masing membawa tentengan. Kemudian saya berpikir, palingan balik nanti kami menggunakan 2 tuk-tuk. Ternyata tidaaak! Tuk-tuk memiliki semacam bagasi di belakang yang muat untuk lumayan banyak barang. Jadinya, kami ber-6 kembali menggunakan satu tuk-tuk. Itu antara niat, kompak, militan, dan irit banget. Hahahaha...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pengalaman berikutnya dengan angkutan umum di India adalah ketika saya menggunakan aplikasi uber. Di situ ada opsi jumlah penumpang yang ternyata berbeda jika saya sendiri atau ada teman lainnya. Saya pastinya memilih satu penumpang dengan alasan kejujuran dan penghematan. Ternyata, beberapa meter dari tempat saya naik, ada penumpang lain yang turut naik. Saya sempat kaget juga. Untungnya pernah membaca salah satu blog tentang pengalaman sesama WNI yang naik taxi dari Rajiv Ghandi International Airport - Hyderabad tetapi kemudian ada penumpang lainnya. Saya lalu bertanya, jadinya ongkos-nya di-share ya? Kata sopir, iya. Penumpang "gelap" itu turun duluan. Saya turun belakangan dan harus membayar penuh sesuai yang tertera di aplikasi. Saya sempat berargumen, kan sharing? Katanya sesuai yang tertera. Daripada bikin story di negara orang dan saya pun buru-buru, saya mbayar aja. Sempat berpikir, apa karena jumlah penumpang membedakan tarif makanya bisa ada penumpang lain? Itu hanya di pikiran saya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari tempat yang saya tuju dengan menggunakan uber tersebut, saya memilih untuk kembali dengan menggunakan bis kota. Alasannya?</div>
<div style="text-align: justify;">
Pertama, lebih murah.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kedua, masih sore.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ketiga, jadi lebih merasakan kehidupan penduduk India.</div>
<div style="text-align: justify;">
Keempat, udah lama ga ngrasain naik bis kota.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kelima, saya suka banget menggunakan kendaraan dan menikmati pemandangan yang ada. Pastinya jalur bis kota lebih jauh dunk ya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Keenam, saya tidak menggunakan simcard India. Waktu mesan menggunakan fasilitas wifi di dalam kompleks institut. Waktu mau balik ga bisa mesan uber karena terputus dari dunia maya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Mengenai alasan mana yang lebih utama dan terutama, ga ngerti juga saya. Saling berkorelasi soale. Hghg... ^_^</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di dalam bus kota, saya sempat berdiri dan mengalami pengalaman digoyang-goyangkan oleh alunan bis kota yang ga jelas biramanya itu. Yang luar biasa di sini adalah, kondektur-nya dong, pake alat mirip ATM dan ketika kita menyebutkan tujuan, dikalkulasi oleh beliau dan keluarlah struck seperti ini:</div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-IbCnjpZFYjo/WcKZrvI8gsI/AAAAAAAACfM/aeiJgm-IJigMzCtcQVL3_SGIEEln6AyDQCLcBGAs/s1600/20170920_205656-1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1069" height="320" src="https://4.bp.blogspot.com/-IbCnjpZFYjo/WcKZrvI8gsI/AAAAAAAACfM/aeiJgm-IJigMzCtcQVL3_SGIEEln6AyDQCLcBGAs/s320/20170920_205656-1.jpg" width="213" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Canggih banget kan? Padahal penampakan dan kondisi bis kota-nya mirip-mirip aja tuh sama yang ada di Indonesia. Ketika kemudian saya memperoleh tempat duduk, saya sempat ngobrol dengan seorang remaja di samping saya. Berawalnya obrolan tersebut adalah ketika saya menanyakan apakah halte tempat saya akan turun masih jauh? Dia kemudian berbaik hati melakukan penelusuran di handphone-nya dan menjawab pertanyaan saya. Sementara kami berbicara, ada seorang remaja lain mengambil tas dari remaja di samping saya itu dan mengucapkan terima kasih. Ternyata dari tadi itu dia memangku sebuah tas yang bukan miliknya. Saya lalu bertanya, apakah mereka saling mengenal? Katanya tidak. Dia hanya menolong memangku tas remaja tadi yang pada awalnya tidak memperoleh tempat duduk. Wow! Luar biasa...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam obrolan kami selanjutnya saya menanyakan tentang uber dan pengalaman saya dengan adanya penumpang "gelap" itu. Katanya itu lumrah di India jika menggunakan uberPOOL. Namun tarifnya akan dibagi dua. Nah lo! Berarti tadi ane kena tipu dong! Kurang asam... Tapi sudahlah, itu menjadi pengalaman. Makanya saya bagikan di sini juga. Kali aja ada di antara pembaca yang akan ke India, sudah tahu kan? Jangan sampe ketipu kayak saya ya... Walau sejatinya nominal tarif uber di India murah banget, 17ribu-an rupiah untuk jarak 12 km, tetapi jiwa ekonomis di dalam diri kadang ga rela. Hehe...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Demikian sedikit sharing pengalaman tentang penggunaan kendaraan alias angkutan umum di India. Saya percaya, pasti cukup menghibur dan bermanfaat. Yakin neh! Hahaha...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><u><span style="background-color: yellow; color: blue;">RALAT :</span></u></b></div>
<div style="text-align: justify;">
Maafkan untuk kekeliruan dalam sharing cerita tentang uberPOOL yang disebabkan minimnya informasi. Berkat usul salah seorang senior, saya coba memesan dengan menggunakan uberGO, harganya 2x lipat uberPOOL dan tidak ada opsi jumlah penumpang. Jadi sepertinya memang tarif uberPOOL yang saya gunakan adalah tarif untuk 1 orang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Terima kasih.. :) :)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Untung aja hari itu ga sampe bersitegang leher. Hghg...)</div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2902536052400195281.post-28378976211332973942017-09-19T01:32:00.002+09:002020-08-01T18:31:29.312+09:00Pesona Baru di Barat Daya Maluku<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Ini bukan merupakan perjalanan pertama saya ke wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya. Seingat saya, sudah ketiga kalinya saya mengunjungi kabupaten di barat daya Maluku. Namun ini adalah kali pertama saya mengunjungi ibukota definitif dari Kabupaten Maluku Barat Daya - Kota Tiakur yang terletak di Pulau Moa.<br />
<div>
<br /></div>
<div>
Jujur, saya melakukan perjalanan ini dengan agak berat hati. Pemikiran saya, apa yang akan saya temui di wilayah yang baru ini? Awalnya agak dengan berat hati melakukan perjalanan ini. Tetapi, tadaaaa - sangat berkesan.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Petualangan dimulai dari pencarian tiket. Pesawat dijadwalkan take off sekitar pukul 10.00 WIT dan kami baru mendapat KEPASTIAN tiket sekitar pukul 07.45 WIT di hari yang sama. Tolong digarisbawahi, itu baru kepastian tiket. Tiket belum di tangan. Hanya saja saya dan rekan yang turut serta mencoba melangkah dengan iman. Bukti iman kami adalah kami ke kantor hari itu sudah dengan membawa perlengkapan layaknya seseorang yang akan berangkat. Toh kalo ga jadi berangkat, ga masalah. Tapi seandainya jadi, seperti yang terjadi pada kasus kami, pan udah siap sedulur-sedulur. Hahaha...</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Perjalanan saya ke Kabupaten Maluku Barat Daya adalah dalam rangka pengawasan pelaksanaan Survei Kemahalan Konstruksi yang output datanya adalah Indeks Kemahalan Konstruksi, salah satu variabel penting dalam penghitungan Dana Alokasi Umum oleh Pemerintah Pusat. Bersama saya, salah satu rekan - Vector Hehanussa alias Etok yang melakukan kegiatan Survei Pariwisata.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Singkat kata kami tiba di bandara pukul 08.30 WIT dan pada pukul 10.00 WIT baru berhasil memegang tiket di tangan. Kesenangannya ngalah-ngalahin kontestan Indonesia Idol yang berhasil masuk ke babak berikutnya. Hahaha...</div>
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-kqsWs1Orcl4/Wb_mUs0HntI/AAAAAAAACdc/tovnR2XG-vYHRSIi1f3jFBDGl3T-00rVwCLcBGAs/s1600/IMG-20170803-WA0010%255B1%255D.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://1.bp.blogspot.com/-kqsWs1Orcl4/Wb_mUs0HntI/AAAAAAAACdc/tovnR2XG-vYHRSIi1f3jFBDGl3T-00rVwCLcBGAs/s320/IMG-20170803-WA0010%255B1%255D.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Siap naik pesawat..</td></tr>
</tbody></table>
<div><br /></div><div>
Bagi pembaca yang teliti, mungkin akan bertanya. Bukannya di awal cerita kurang niat ke sono? Kok senang banget ketika akhirnya ngdapetin tiket? He-eh. Soale ada kerjaan penting yang perlu diselesaikan di sana dan kalau bukan pada waktu itu, ga yakin bakalan punya waktu lain. Penting ga sih dijelasin segitu detilnya? Pentinglah... ^_^</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kami menggunakan pesawat Trigana Air Service dan menempuh perjalanan selama 1 jam 25 menit dari Bandara Pattimura Ambon menuju Bandara ..... Orno di Kota Tiakur. Daaaan, saya menemukan hal yang unik setibanya di Tiakur. Alur pejalan kaki dari landasan menuju ruang tunggu-nya boo.. Unik!</div>
<div>
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://2.bp.blogspot.com/-BPmw7Mwe0ew/Wb_nGUouiVI/AAAAAAAACdo/wJ6KjswgYEYydD1JdnV0DQpKysk4CEOUQCLcBGAs/s1600/IMG-20170803-WA0012%255B1%255D.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="720" height="320" src="https://2.bp.blogspot.com/-BPmw7Mwe0ew/Wb_nGUouiVI/AAAAAAAACdo/wJ6KjswgYEYydD1JdnV0DQpKysk4CEOUQCLcBGAs/s320/IMG-20170803-WA0012%255B1%255D.jpg" width="180" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Jalan setapak di bandara</td></tr>
</tbody></table>
<div><br /></div><div>
Di bandara kami dijemput langsung oleh Kepala BPS Kabupaten Maluku Barat Daya, Pak Corneles Bulohlabna dan kemudian menuju Kantor BPS. Setibanya di kantor, layaknya pegawai yang profesional (ceile..), kami langsung melakukan briefing yang dipimpin oleh Pak Neles untuk mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tupoksi sekaligus sebagai kesempatan untuk melakukan <i>knowledge sharing</i> untuk menyegarkan dan memperbaharui konsep dan pemahaman teman-teman di BPS Kabupaten Maluku Barat Daya.</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-1QTJR6tjQ7A/Wb_olXRSnGI/AAAAAAAACd0/CWfTUMJl5pQzH7FeQ8F374MYAXiqCeHAwCLcBGAs/s1600/IMG-20170803-WA0009%255B1%255D.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://4.bp.blogspot.com/-1QTJR6tjQ7A/Wb_olXRSnGI/AAAAAAAACd0/CWfTUMJl5pQzH7FeQ8F374MYAXiqCeHAwCLcBGAs/s320/IMG-20170803-WA0009%255B1%255D.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Setelah briefing, bersama Pak Neles dan rekan penanggung jawab pekerjaan (baca: Kepala Seksi) Statistik Distribusi, Andrew Sarioa menemani kami melakukan pemantauan lapangan sekaligus jalan-jalan. Kami sempat mengunjungi lokasi gereja tua yang terletak di suatu tempat di tepi pantai, tepatnya Desa Pati. Berikut ini saya berfoto dengan lonceng dari gereja tua tersebut. Salah satu keunikan gereja tersebut adalah jumlah tiang di dalam gereja dan juga jendela, masing-masing 12 buah. Kami mencoba menerka-nerka bahwa itu merujuk pada jumlah suku Israel dan jumlah murid-murid Tuhan Yesus yang pertama. It might be...<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-p8i9irCVjv0/Wb_pPE_xOJI/AAAAAAAACeI/fteHSZBLBx8Zz-WeGDJEfhpOqIsWmZLPgCEwYBhgL/s1600/IMG-20170803-WA0027%255B1%255D.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="720" height="320" src="https://3.bp.blogspot.com/-p8i9irCVjv0/Wb_pPE_xOJI/AAAAAAAACeI/fteHSZBLBx8Zz-WeGDJEfhpOqIsWmZLPgCEwYBhgL/s320/IMG-20170803-WA0027%255B1%255D.jpg" width="180" /></a></div>
<br />
Masih di desa tempat gereja tua tersebut berada, kami mengunjungi lokasi pohon ara. Alkisah ini jenis pohon yang sama dengan pohon ara di dalam Perjanjian Baru, pada zaman Tuhan Yesus. Ketika menyebutkan tentang kejadian di Alkitab dan menyinggung tentang pohon ara, spontan bulu kuduk saya dan juga Etok merinding. Guys, belum pernah dakyu mengalami yang seperti itu. So? Silakan diterjemahkan sendiri...<br />
<br />
Pohon ara yang kami lihat sudah sangat tua. Tidak jelas berapa tahun umurnya. Mungkin para ahli biologi bisa mengukurnya, monggo ke Tiakur. Keunikan dari pohon ara yang kami lihat tersebut adalah ketika pohon tersebut sudah mau tumbang akan ada tunas yang keluar dan memanjang sampai ke tanah. Tunas tersebut akan masuk ke dalam tanah, berakar dan kemudian menjadi pohon seperti tampak pada gambar di bawah ini. Batang pohon tersebut yang kemudian menopang pohon utama sehingga tetap tegak berdiri. Kalo begini modelnya, pohon tersebut bisa bertahan lama banget dunk ya. Luar biasaa....<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-pt-uN2drzh0/Wb_owxu7EaI/AAAAAAAACd4/3dzZpoUTpDIxd7JToghGsO1NQ3IxDXklQCLcBGAs/s1600/IMG-20170803-WA0020%255B1%255D.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://1.bp.blogspot.com/-pt-uN2drzh0/Wb_owxu7EaI/AAAAAAAACd4/3dzZpoUTpDIxd7JToghGsO1NQ3IxDXklQCLcBGAs/s320/IMG-20170803-WA0020%255B1%255D.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Dalam perjalanan ke Desa Pati, kami melewati rumah penduduk dengan pagar seperti berikut ini. Jadi ingat film Inggris jadul, kayak gini kan pagar penduduknya. Ga percaya? Silakan cari tau sendiri...<br />
Keunikan pagar ini adalah tanpa menggunakan semen, hanya batu karang yang disusun. Jangan tanya kekuatannya. Efektif untuk melindungi kerbau Moa yang ingin bertamu ke lahan orang tanpa izin.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-2zZIYYpI34E/Wb_o9blcYeI/AAAAAAAACd8/OAYis2SPy98UvaXj9QFV7x4NFtSQgLRFACLcBGAs/s1600/IMG-20170803-WA0024%255B1%255D.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://1.bp.blogspot.com/-2zZIYYpI34E/Wb_o9blcYeI/AAAAAAAACd8/OAYis2SPy98UvaXj9QFV7x4NFtSQgLRFACLcBGAs/s320/IMG-20170803-WA0024%255B1%255D.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Salah satu tempat di Tiakur yang patut dikunjungi adalah landasan pesawat alami yang digunakan tentara sekutu pada zaman Perang Dunia II. Lokasinya di Desa Klis. Kenapa disebut landasan pesawat alami, karena memang natural tanpa mengalami sentuhan tangan manusia. Rumputnya pun seperti dipangkas dengan teratur, padahal pun tanpa sentuhan tangan manusia. Saya bertanya-tanya, apa karena banyak kuda dan kerbau di Moa sehingga rumput tetap terpangkas rapi ya? Bagus juga sistem sensor pada kuda dan kerbau Moa.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://3.bp.blogspot.com/-XruLjh9ZOhY/Wb_tx1vw3tI/AAAAAAAACeQ/xQRdQPFmqfkDqCpTNljsnWPDmuhu4Pz4wCLcBGAs/s1600/IMG-20170804-WA0043%255B1%255D.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://3.bp.blogspot.com/-XruLjh9ZOhY/Wb_tx1vw3tI/AAAAAAAACeQ/xQRdQPFmqfkDqCpTNljsnWPDmuhu4Pz4wCLcBGAs/s320/IMG-20170804-WA0043%255B1%255D.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Landasan pesawat tentara sekutu</td></tr>
</tbody></table><br /></div><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Oh iya, kunjungan ke landasan pesawat tentara sekutu ini dilakukan di hari kedua setelah selesai melakukan kunjungan ke pasar dan pengecekan beberapa komoditi survei. Saya mendapat kehormatan didampingi oleh rekan-rekan BPS Kabupaten Maluku Barat Daya di antaranya Yohanes Tapar alias Bu John, Hendra Unawekla, Andrew Sarioa, dan Wenceslaus Suarliak.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-W04LjleQsEM/Wb_uFKJdglI/AAAAAAAACeU/qK5Lh48rjkcYgva8dSlcNaOg5RzibcxOACLcBGAs/s1600/IMG-20170804-WA0040%255B1%255D.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://1.bp.blogspot.com/-W04LjleQsEM/Wb_uFKJdglI/AAAAAAAACeU/qK5Lh48rjkcYgva8dSlcNaOg5RzibcxOACLcBGAs/s320/IMG-20170804-WA0040%255B1%255D.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Dalam perjalanan tersebut, kami singgah dan menikmati makan siang di rumah Oom Roky yang ketepatan adalah Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) Teladan Provinsi Maluku Tahun 2017. Kami disuguhi menu spesial: Daging Kerbau Asap. Luar biasa... Lebih luar biasa lagi, alkisah ada keluarga yang mengerjakan kuburan milik anggota keluarganya. Untuk mengerjakan kuburan tersebut, mereka menyembelih 2 ekor kerbau. Fyi, seekor kerbau harganya paling murah 5 juta. Setelah pengerjaan kuburan selesai, dikarenakan masih ada sisa sopi (tuak) yang disediakan selama pengerjaan kuburan tersebut, mereka sepakat untuk mengadakan acara dalam rangka menghabiskan sopi tersebut. Hanya untuk menghabiskan sopi, dipotong lagilah 8 ekor kerbau, yang di dalamnya kami turut menikmati. Itu baru kerbau coy, belum bahan pendukung lainnya seperti nasi, umbi-umbian, bawang, cabe, dan aneka bumbu masak lainnya. Ini cukup kontradiktif dengan tingginya angka kemiskinan Kabupaten Maluku Barat Daya. #merenung...<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-ulG-CPX-Bew/Wb_uXXLJKgI/AAAAAAAACeY/hulM1Gj1LoIt4GYbtZgZQfXS9_T6gBXJQCLcBGAs/s1600/IMG-20170804-WA0050%255B1%255D.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="720" height="320" src="https://3.bp.blogspot.com/-ulG-CPX-Bew/Wb_uXXLJKgI/AAAAAAAACeY/hulM1Gj1LoIt4GYbtZgZQfXS9_T6gBXJQCLcBGAs/s320/IMG-20170804-WA0050%255B1%255D.jpg" width="180" /></a></div>
<br />
Di Desa Klis ini jugalah, untuk kedua kalinya dalam hidup, saya naik kudaaa.... Hahaha...<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-VfSsmwSC5Sk/Wb_utAa4WhI/AAAAAAAACec/w59koKGjmtUBjyF-0JCsTsX9OXryIq55QCLcBGAs/s1600/IMG-20170804-WA0073%255B1%255D.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://3.bp.blogspot.com/-VfSsmwSC5Sk/Wb_utAa4WhI/AAAAAAAACec/w59koKGjmtUBjyF-0JCsTsX9OXryIq55QCLcBGAs/s320/IMG-20170804-WA0073%255B1%255D.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Saya juga sempat berfoto bersama Oom Roky dengan tanaman cabe yang ga mirip cabe merah keriting dan juga ga mirip cabe merah besar. Agak sedikit mirip paprika merah tetapi ukurannya kecil. Bingung? Saya juga...<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-bvr2bFJx-qQ/Wb_pfEhvciI/AAAAAAAACeE/linZ-wMtC7w7ZcQKjqppmGZvUrPAwXBQQCLcBGAs/s1600/IMG-20170804-WA0032%255B1%255D.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="720" height="320" src="https://4.bp.blogspot.com/-bvr2bFJx-qQ/Wb_pfEhvciI/AAAAAAAACeE/linZ-wMtC7w7ZcQKjqppmGZvUrPAwXBQQCLcBGAs/s320/IMG-20170804-WA0032%255B1%255D.jpg" width="180" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ternyata pada akhirnya saya sangat menikmati perjalanan ke Tiakur, Maluku Barat Daya. Sebuah ibukota kabupaten yang benar-benar dimulai dari ketiadaan. Penataan kota-nya ciamik. Respondennya ramah. Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya juga tegas tidak memberikan ijin bagi usaha bar dan sejenisnya. Oh ya, dan satu lagi. Saya sangat menikmati aneka roti yang bener-bener fresh from the oven, hal mana di zaman maju ini sudah sulit ditemui bahkan di Kota Ambon. Keep moving Maluku Barat Daya. God bless! </div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-onr1bVj4hDM/Wb_zwi2D9NI/AAAAAAAACes/ks8ESR-IUdUVS96ynWvglXkzDDbKzRERwCLcBGAs/s1600/IMG-20170804-WA0052%255B1%255D.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="180" src="https://4.bp.blogspot.com/-onr1bVj4hDM/Wb_zwi2D9NI/AAAAAAAACes/ks8ESR-IUdUVS96ynWvglXkzDDbKzRERwCLcBGAs/s320/IMG-20170804-WA0052%255B1%255D.jpg" width="320" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
</div>
Pauline Gasperszhttp://www.blogger.com/profile/08854272142484404351noreply@blogger.com0