Ini
merupakan perjalanan kedua saya ke Kisar. Walaupun bukan untuk pertama kalinya,
perjalanan ke Kisar selalu menjadi sesuatu. Rasanya seperti berkunjung
ke wilayah yang kondisinya seperti Kota Ambon pada lebih dari 2 dasawarsa yang
lalu.
Moda transportasi yang tersedia dari Kota Ambon ke
Kota Kisar adalah angkutan udara dan angkutan laut. Untuk angkutan udara
didominasi oleh maskapai penerbangan Merpati Nusantara Airlines (MNA),
sedangkan untuk angkutan laut tersedia banyak pilihan seperti KM. Pangrango,
KM. Maloli, dan KM. Sabuk Nusantara. Apabila anda tidak dikejar waktu untuk
harus segera tiba di Kisar dan anda tidak bermasalah dengan layanan kapal
perintis, pilihan menggunakan moda transportasi laut menjadi alternatif yang
tepat dan murah dengan bonus melihat pulau-pulau lain di bagian tenggara atau
barat daya Provinsi Maluku.
Pesawat
MNA yang membawa saya ke Kisar adalah tipe CASA 212 yang masih lumayan powerful. Satu hal yang sedikit banyak
mengganggu selama perjalanan di dalam pesawat adalah aroma kurang sedap dari
wilayah kamar mandi. Ini sekaligus menjadi masukan bagi pihak MNA, mengingat
harga tiket yang dipatok untuk Ambon-Kisar sekali jalan bisa setara dengan
harga tiket PP Ambon-Jakarta sehingga rasanya tidak berlebihan jika penumpang
diberikan penerbangan tanpa aroma yang tidak sedap.
|
Pesawat |
Setibanya
di Kisar, sesaat setelah keluar dari ruang tunggu bandara, saya (kembali) disambut
oleh pemandangan:
|
Pemandangan di depan pintu keluar Bandara Jhon Bakker, Desa Purpura |
Selanjutnya,
dalam perjalanan keluar dari kompleks Bandara Jhon Bakker di Desa Purpura
Kecamatan PP. Terselatan, saya disambut gapura selamat datang:
|
Tugu Selamat Datang |
Dan saya kembali disuguhi pemandangan hamparan pepohonan koli (bahasa Jawa: siwalan)
yang membuat saya sesaat merasa bukan sedang berada di wilayah Provinsi Maluku
(mengingat pepohonan koli jarang ditemui di wilayah lain di luar Kabupaten
Maluku Barat Daya).
Jalan raya di Kisar belumlah semulus di Kota Ambon
atau bahkan di jalan Trans Seram. Tapi hal tersebut membuat kita akan lebih
menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan karena umumnya angkutan yang
digunakan akan berjalan dengan kecepatan di bawah 30 km/jam. Bicara tentang
angkutan, di Kisar masih ada angkot dengan model penumpangnya naik dari bagian
belakang (saya lupa memotretnya). Seingat saya, angkutan itu terakhir digunakan
di Ambon sekitar tahun 1990-an. Luar biasaaa, hal-hal yang sudah langka di
wilayah lain masih digunakan di Kisar! Dan sebaliknya, hal-hal yang sudah
jamak/umum di wilayah lain, menjadi sesuatu yang baru dan bahkan belum
digunakan di Kisar.
Tujuan utama kedatangan saya di Kisar adalah melakukan
perjalanan dinas untuk supervisi Survei Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Dalam
melakukan tugas tersebut, saya nyambi
melakukan supervisi Survei Statistik Harga Perdagangan Besar untuk kepentingan
penghitungan Indeks Harga Perdagangan Besar, serta tentunya nyambi berwisata. Salah satu pengalaman
menarik ketika kami dalam perjalanan melakukan supervisi survei adalah saya
sempat mencicipi rasa dari buah kosambi yang wujud dan ukurannya menyerupai buah klengkeng
tetapi yang rasanya masam mirip dengan lemon cina. Untuk bisa merasakan buah kosambi, thanks to Oom
Romang dan Moce.
|
Buah Kosambi |
Sebagaimana
menjadi rahasia umum, salah satu komoditi unggulan dari wilayah ini adalah buah
Lemon (Jeruk) Kisar. Konon, bibit lemon Kisar dibawa oleh Belanda yang sudah
berkali-kali gagal menanamnya di berbagai wilayah sebelumnya dan hanya berhasil
ditanam di Kisar. Dari struktur kulit buah, lemon Kisar sangat mirip dengan
jeruk keprok walaupun tidak setebal jeruk keprok. Dari struktur daging buahnya
kurang lebih sama dengan jeruk pada umunya selain bahwa warna bulirnya lebih
pucat dari jeruk pada umumnya.
|
Lemon Kisar (1) |
|
Lemon Kisar (2) |
Dengan
ditemani rekan dari BPS Kabupaten Maluku Barat Daya, Nik Imatun, saya sempat
mengunjungi Piramida Madalahar yang terletak di tanjung di atas Pantai Nama,
dibangun pada tahun 1774 oleh peneliti berkebangsaan Jerman sebagai tanda
tempat yang aman untuk berlabuhnya kapal. Satu hal yang sangat menarik ketika saya
mengunjungi kawasan Madalahar ini adalah karang-karang yang terhampar di
dataran menyerupai karang yang ada di laut. Karang-karang tersebut tidak
seperti karang yang biasanya saya temui di wilayah pegunungan. Apakah dulunya
dataran Madalahar merupakan laut? Saya perlu mencari referensi-referensi lebih
lanjut untuk memastikan hal tersebut.
|
Penulis dengan latar belakang Piramida Madalahar |
|
Nik Imatun, Koordinator Seksi Statistik Distribusi BPS Kabupaten Maluku Barat Daya |
Saya
juga sempat mengunjungi benteng di wilayah Desa Wonreli dan Desa Kota Lama.
Sayangnya benteng-benteng tersebut dalam keadaan tidak terawat dan tidak disertai
dengan informasi pendukung lainnya.
|
Benteng Wonreli |
|
|
|
Reruntuhan Benteng Vollen Haven di Pantai Nama |
Dalam
perjalanan menuju bandara untuk kembali ke Ambon, saya diantar oleh Kepala BPS
Kabupaten Maluku Barat Daya, Bapak Paulus Maruanaya, SE ke Pantai Purpura yang
exotic dan berpasir putih. Di tebing pantai tersebut ditancapkan bendera merah
putih yang terbuat dari besi.
|
Pantai Purpura (1) |
|
|
|
Pantai Purpura (2) |
Saya
membayangkan jika transportasi dan komunikasi di Maluku Barat Daya, terutama
Kisar dibangun dan berfungsi dengan baik, Kisar bisa menjadi salah satu
destinasi wisata di Maluku bahkan Indonesia. Apalagi mengingat Kisar merupakan
salah satu pulau terluar di Indonesia yang langsung berbatasan dengan Republik
Timor Leste. Keep moving forward Maluku Barat Daya!
|
See you again, Kisar |
KALWEDO... :)
(Thanks to Tanta Otje Leatemia untuk sagu tumbu
Ihamahu-nya, Budi untuk pengurusan tiketnya dan semua rekan di BPS Kabupaten
Maluku Barat Daya untuk rame-ramenya)
Terima kasih atas informasi dan deskripsi P. Kisar, Bu?
BalasHapusBu Paulinesia, apakah di Kisar banyak pohon kosambi? Di Alor dan Sumba, pohon kosambi dibudidayakan sbg inang dari kutu lak, brg x ada informasi juga yg Ibu dapatkan ttg kutu lak di P. Kisar?