Menyusuri Jazirah Leihitu, Pulau Ambon

Sabtu, 15 Maret 2014

Tepat 6 tahun yang lalu, Sabtu, 15 Maret 2008, adalah salah satu tanggal yang ku-highlight dalam diary perjalanan hidupku. Mengapa demikian? Ada deeeeh.... So, untuk merayakan hari tersebut yang ketepatan jatuh pada akhir pekan juga, ada satu target perjalanan yang ingin dicapai. Mengelilingi jazirah Leihitu, Ambon! O God, my dream comes true!

Perjalanan dimulai tentunya dari rumah kediaman di Kawasan Mardika, Ambon. Ransel dan jaket menjadi perlengkapan wajib, menemani perjalanan bersejarah ini. Persinggahan pertama adalah pom bensin di kawasan Passo, sekitar 10 km dari pusat kota. Setelah bensin penuh terisi di tengki motor, perjalanan dilanjutkan. Sampai di pertigaan Desa Hunuth-Durian Patah, belok kanan menuju Dusun Hulung yang sudah merupakan wilayah Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Dari Dusun Hulung saya melewati Dusun Telaga Kodok, sampai akhirnya tiba di Desa Wakal. Mulai dari Desa Wakal, perjalanan yang tadinya melewati daerah pegunungan berganti pemandangan menjadi perjalanan menyusuri pinggiran pantai. Desa Wakal merupakan salah satu desa yang sudah mulai melakukan panen durian sehingga sepanjang perjalanan mata dan hidung dipuaskan dengan pemandangan dan aroma durian.

Dari Desa Wakal, saya tiba di Desa Hila. Di sini terdapat objek wisata sejarah, yakni Benteng Amsterdam peninggalan Belanda, gereja tua dan mesjid tua. Selanjutnya saya melewati Desa Kaitetu, Desa Seith, dan tibalah saya di Desa Negeri Lima. Di sepanjang jalan Desa Negeri Lima, saya kerap menemukan tenda-tenda bantuan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Sebagaimana marak diberitakan sebelumnya, pada tanggal 25 Juli 2013 yang lalu, natural dam yang terbentuk di atas pegunungan Desa Negeri Lima jebol dan mengakibatkan bencana di desa tersebut. Saya tidak sempat mengambil foto-foto di lokasi tersebut. Tapi dari yang terlihat, kawasan yang tadinya dipenuhi perumahan, kini menjadi dataran pasir dan batu. Bahkan saya harus menyeberangi sebuah kali kecil dikarenakan jalan menuju jembatan yang masih ada, sudah tergusur.

Dari Desa Negeri Lima, saya melewati Desa Ureng. Di Desa Ureng saya sempat berhenti di tempat penjual durian dan memakan satu buah durian seharga 10.000 rupiah. Hmmmm, nikmat... Ketika saya hendak memakan durian tersebut, ada seorang bapak yang menyapa saya. Hghghg, saya udah ga ingat bapak itu, apalagi ketemuam dimana. Bapak itu inget aja. Daripada berpanjang lebar, secara durian sudah menanti untuk dihabiskan, saya mengiyakan aja apa yang bapak itu sampaikan. *peace, Sir*

Setelah Desa Ureng, ketika akan memasuki Desa Asilulu, tampaklah pemandangan Pulau Tiga, yang adalah rangkaian 3 pulau. Konon ketiga pulau tersebut merupakan salah satu tujuan para pemancing dari Pulau Ambon. Pulau pertama dari rangkaian 3 pulau itu, dekat sekali dengan bibir pantai Desa Asilulu. Bisa dicapai dengan renang aja kali yak?! Hehehe....

Ketika akan meninggalkan Desa Asilulu, saya sempat menemui satu turunan yang curam banget. Mana berkerikil.. Hiihh, ngeri banget dah. Selepas turunan yang curam itu, saya memasuki Desa Larike. Ini salah satu desa yang saya incar, secara Desa Larike terkenal dengan Batu Layar-nya yang terletak di pantai di pinggir jalan raya. Sayangnya saya tidak sempat mengabadikan batu layar tersebut, secara saat itu turun gerimis yang walaupun hanya gerimis kecil tapi saya khawatirkan akan memberikan efek negatif bagi android saya. *Lebay...*
Selepas Batu Layar itu, saya berhenti di sebuah persimpangan karena tertarik pada pemandangan ini
Dan juga pemandangan ini
Seusai saya memotret 2 pemandangan di atas, eeeee ada teriakan dari pantai. Sekumpulan anak kecil minta difoto. Sok lah atuh....
Di Desa Larike juga ada tempat wisata morea (belut raksasa) seperti yang ada di Desa Waai di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah (juga). Saya tidak menyempatkan diri singgah ke tempat wisata tersebut karena cuacanya sepertinya menunjukkan akan hujan. Tar kehujanan dan mandi hujan bareng morea-nya, kan ga lucu banget. Hehehe...

Selepas Desa Larike, saya pun melewati Desa Wakasihu, kemudian Desa Allang. Ini salah satu pemandangan ketika akan meninggalkan Desa Wakasihu,
Dari Desa Allang, saya melewati Desa Lilibooi yang terkenal dengan langsatnya, tapi sayang belum dipanen, dan berakhirlah perjalanan saya di Desa Hatu. Desa Hatu merupakan perbatasan antara Kabupaten Maluku Tengah (Kecamatan Leihitu Barat) dengan Kota Ambon (Desa Laha, Kecamatan Teluk Ambon). Desa Hatu juga berbatasan dengan Bandara Pattimura - Ambon yang terletak di Desa Laha.

Sebenarnya perjalanan wisata saya kali ini memiliki lampiran tujuan dan maksud. Selain jalan-jalan, harapannya saya sekalian ngborong durian. Tapi ternyata harganya beti (beda tipis) sama yang dijual di Pantai Victoria di Kota Ambon. So, cuci mata aja akhirnya....

Demikian laporan selayang pandang dari pesisir Jazirah Lehitu, Pulau Ambon. Nantikanlah selayang pandang berikutnya.... :)

Komentar