Senin, 10
November 2014, untuk ketiga kalinya saya menginjakkan kaki di Kota Neira,
ibukota Kecamatan Banda. Perasaannya seperti pulang ke rumah, mengingat di kota
inilah saya menemukan jejak-jejak kehidupan kakek (dari ayah) saya pada suatu
masa di Neira.
Kota Neira
merupakan pusat pemerintahan, pusat pendidikan, pusat perdagangan, dan
pusat-pusat lainnya dari Kecamatan Banda. Kecamatan Banda sendiri terdiri dari
beberapa pulau, seperti Pulau Neira (lokasi Kota Neira), Pulau Banda Besar,
Pulau Ay, Pulau Rhun, Pulau Hatta, dan beberapa pulau kecil yang di antaranya
ada yang tidak berpenghuni. Sekalipun pada kenyataannya Banda adalah nama
kecamatan yang mencakup beberapa pulau dengan Neira sebagai salah satu di
antaranya, setiap perjalanan ke Neira selalu disebut dengan perjalanan ke
Banda. Ini juga analog dengan semua orang Maluku yang diidentikkan sebagai
orang Ambon, padahal Ambon hanyalah sebagian kecil dari Maluku.
Saya tiba di
Neira menumpang pesawat Aviastar dengan harga tiket Rp280.000,-. Penerbangan
Ambon-Banda ditempuh selama ± 45 menit. Dalam 1 minggu terdapat 2 kali
penerbangan Ambon-Banda PP, yakni pada hari Senin dan Kamis. Itu dengan catatan
tidak ada halangan berarti seperti angin. Oh iya, penerbangan dari Ambon
biasanya dilakukan pagi-pagi benar karena jika terlalu siang akan menghadapi
angin yang lumayan mengganggu saat akan landing
di Neira. Ini membuat saya harap-harap cemas ketika akan melakukan perjalanan
ke Banda. Pada hari keberangkatan saya ke Banda, yang biasanya hanya 1
penerbangan untuk PP, ada extra flight
untuk mengangkut penumpang dari delayed
flight sebelumnya. You see, go to Banda is something! Mana
tiket ga bisa dipesan PP melalui agen di Ambon. Beruntung bagi kami dari Badan
Pusat Statistik (BPS) yang memiliki petugas di kecamatan. Hal tersebut berguna
untuk membantu pemesanan tiket, di luar pekerjaan rutin tentunya. Sempat berasa
ke Banda tuh repot banget, tapi semua itu terbayarkan ketika melihat apa yang
ada di Banda.
Pada hari
keberangkatan, ketika antri untuk melakukan check-in
di counter Aviastar di Bandara Pattimura Ambon, di depan saya sepasang
suami-isteri bule yang saya ketahui kemudian berasal dari Jerman. Saat menunggu
di ruang tunggu pun kami duduk agak berdekatan. Ketika penumpang Aviastar
tujuan Banda mendapat panggilan boarding,
saya sempat memperhatikan mereka yang kayaknya tidak mendengar (mengerti?) panggilan
tersebut. Saya lalu menginformasikan kepada mereka yang kemudian langsung
bergegas menuju pesawat setelah mengucapkan terima kasih. Setiba di pesawat,
mereka kembali mengucapkan terima kasih. Saya lalu menjelaskan kalo sayang juga
jika mereka ketinggalan pesawat secara ga tiap hari ada penerbangannya. Mereka
lalu menceritakan kalau sudah menunggu 2 minggu untuk bisa ke Banda.
Benar-benar sesuatu kan... Oh ya, mereka 2 tahun yang lalu juga datang ke Banda
dan merasa harus kembali. You see, Banda
is amazing!
Tujuan
perjalanan saya ke Banda adalah untuk melakukan supervisi pelaksanaan
survei-survei BPS. Tentunya hal tersebut disambi dengan melakukan eksplorasi,
seperti biasanya. FYI, Kota Neira bisa dikelilingi dengan berjalan kaki namun
sebaiknya hal itu dilakukan pagi dan atau sore hari, kecuali jika tujuan kita
untuk menggelapkan kulit.
Berikut ini foto-foto perjalanan saya ke Neira yang sebagian di antaranya dipandu oleh Firman Syah Assegaff, SE - Koordinator Statistik Kecamatan Banda.
|
Dalam kabin pesawat Aviastar |
|
Gunung Api Banda dari udara |
Saat saya dalam perjalanan melakukan pengawasan, nampaklah ibu-ibu yang rumahnya berdekatan dengan tempat pendaratan perahu nelayan sedang bakar ikan selar yang jelas masih segar banget. Saya ditawarin namun mengingat masih melakukan tugas, saya terpaksa dengan sangat berat hati harus menolak.
|
Ikan bakar di depan perumahan warga, dekat pangkalan perahu nelayan |
Namun pada keesokan harinya ketika melewati tempat yang sama dan ibu-ibu itu sedang melakukan aktifitas yang sama dengan ikan yang berbeda (kali ini ikan layang), ketika ditawari sampai 2 kali, saya pun menerima. Pamali lah, udah 2 kali ditawarin 2 hari berturut-turut. ^_^
|
Memilah pala di pinggiran Kota Neira |
|
Jalan masuk ke Benteng Nassau |
|
Benteng Nassau |
|
Salah satu laundry di Kota Neira |
|
Pemandangan di depan Istana Mini |
|
Salah satu perahu belang di Kota Neira (depan Istana Mini) |
|
Istana Mini |
|
Halaman Istana Mini |
|
Ruang Utama Istana Mini |
|
Pintu depan Istana Mini, menghadap gazebo di pantai |
|
Halaman belakang Istana Mini |
|
Teras belakang Istana Mini |
|
Patung William III |
|
Rumah Deputi Gubernur VOC, di samping Istana Mini |
|
Gazebo tepi pantai di depan Istana Mini |
|
Pantai depan Istana Mini saat air surut dengan latar belakang (Pulau) Gunung Api |
Pada hari pertama, saya menjadwalkan untuk mengunjungi Benteng Belgica, akan tetapi pintu pagar ke area benteng ternyata dikunci. Tidak berhasil masuk Benteng Belgica, saya lalu memilih jalan memutar ke belakang benteng dan di sana saya menemukan sebidang kebun sawi dan kangkung.
|
Pak Ramlan Kilian, pemilik sekaligus petani sawi dan kangkung di belakang Benteng Belgica |
Dari kebun sawi dan kangkung Pak Lan (sapaan Pak Ramlan Kilian), saya lalu meneruskan perjalanan menuju pelabuhan dan mata saya dipuaskan dengan bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang lumayan terawat.
|
Rumah Captain Christopher Cole - seorang Marinir Inggris |
|
Rumah pengasingan Sutan Syahrir |
|
Rumah Budaya (kiri) berhadapan dengan Delfika Guest House (kanan) |
|
Persimpangan menuju Pelabuhan Banda |
|
Peta Informasi Banda Neira yang dibuat oleh mahasiswa KKN UGM tahun 2014 |
|
Bangunan Yayasan Warisan dan Budaya Banda Naira |
|
Pelabuhan Banda |
|
Hotel Maulana - satu-satunya hotel bintang di Kecamatan Banda - dilihat dari dermaga pelabuhan |
|
Klenteng di dekat Pelabuhan Banda |
Terkait dengan pekerjaan saya, ketika berkunjung dalam suatu pelaksanaan supervisi (ataupun tidak), pasar akan menjadi salah satu tempat yang wajib saya kunjungi.
|
Pasar Kota Neira |
|
Proses fillet ikan cakalang untuk pembuatan ikan asin Cakalang Banda |
|
Proses pembuatan ikan asin Cakalang Banda |
|
Bersih-bersih di sore hari di Pasar Kota Neira |
Keesokan harinya, saya kembali melakukan aktifitas supervisi saya, salah satunya di Bandara Banda yang ditemui langsung oleh Kepala Bandara Banda, Pak Bal Latupeirissa.
|
Kepala Bandara Banda - Pak Bal Latupeirissa |
Dari Bandara Banda, saya ke tempat tambat perahu nelayan dan ketepatan mereka baru tiba dari melaut dan menjual hasilnya ke kapal dari Denpasar. Oh iya, ini salah satu hal yang cukup miris. Hasil laut kita belum bisa ditampung untuk diekspor sendiri.
|
Di pantai tempat tambat perahu aja udah kece begini underwater view-nya |
|
Bagi hasil untuk dibawa pulang para nelayan, selain uang hasil penjualan ke kapal pengumpul |
Dari tempat tambat perahu nelayan, saya dan Firman melakukan pencacahan harga di Pasar Neira. Ini kedua kalinya saya ke Pasar Neira, setelah mahgrib sehari sebelumnya.
|
Kayu manis dari Banda dan sayuran khas Banda |
|
Proses pengeringan ikan Cakalang Banda |
|
Pasar Banda |
|
Oleh-oleh khas Banda: manisan pala, bakasang (sambal cair dari ikan), kenari, dll |
Dan ini beberapa sudut Kota Neira dalam jepretan kamera:
|
Bangunan SD |
|
Salah satu bangunan peninggalan Belanda |
|
Salah satu sudut di depan kompleks Benteng Belgica |
|
Perigi Rante, salah satu lokasi pembunuhan orang-orang kaya Banda yang menentang Belanda |
|
Nama-nama tokoh yang diasingkan ke Banda |
|
Kantor Pos Banda |
|
Jambu air kecil, lagi musim di Banda |
|
Gereja Tua |
|
Kantor Camat Banda |
|
Benteng Belgica tampak depan |
|
Halaman depan Benteng Belgica (dipotret dari sela-sela pagar) |
|
Pulau Banda Besar dilihat dari depan Benteng Belgica |
|
Ada meriam nyungsep di kebun singkong |
|
Pala mekar... |
|
Rumah pengasingan Bung Hatta |
|
Pakaian Bung Hatta |
|
Mesin ketik Bung Hatta |
|
Ruang tidur Bung Hatta |
|
Tempat Bung Hatta mengajar |
|
Teras belakang bangunan utama tempat pengasingan Bung Hatta |
|
Rumah pengasingan dr. Tjipto Mangunkusumo |
|
Landasan pacu Bandara Banda, di sore hari menjadi lokasi jalan santai |
|
Ruang check-in Bandara Banda |
Bagi Anda yang ingin berkunjung ke Banda, untuk reservasi tiket Aviastar Ambon-Banda bisa menghubungi nomor telepon 0821-9902-3022 dan untuk Banda-Ambon bisa menghubungi nomor telepon 0813-4325-9045 atau 0813-4301-9419.
Mungkin Anda akan menghadapi kerepotan yang lebih ketika akan berkunjung ke Banda Neira dibandingkan tempat lain. Tetapi semua itu akan terbayar oleh keramahan Banda dan keindahan semua objek wisata yang ada! So, let's visit Banda...
Terimakasih,ini sangat membantu untuk mengumpulkan info tentang perjalanan ke banda,tencana saya ingin menuju banda
BalasHapusSama2.. Semoga pada waktunya akan menikmati Banda dengan segala pesonanya.
HapusSalam kenal bu, maaf bu mau tanya ni, kira kira brapa ya harga penginapan per malam d banda. Trus ada sewa kendaran motor ga d sana... kalonpingin keliling pulau kalo sewa boatvmahal ga bu. Salam kenal bu dari dicky
BalasHapusHai Dicky,
HapusTerima kasih untuk kunjungannya ke blog saya. Waktu saya menginap akhir tahun 2014, dapat penginapan bagus dengan rate 200rb semalam, kamar AC. Bisa nanti dibaca di http://www.paulinegaspersz.com/2014/11/cilu-bintang-estate-neira.html dan http://www.paulinegaspersz.com/2014/11/nassau-beach-guest-house-neira.html. Di situ ada info nope pemilik penginapan tempat saya menginap, yang mana meminjamkan sepeda. Mungkin bisa menyewakan sepeda motor juga. Oh ya, saya belum pernah pakai boat keliling pulau. Maaf, tidak bisa sharing pengalaman terkait itu.
Semoga pada waktunya bisa mengunjungi Banda...
Wah jadi pengen Banda Neira kalau sudah tugas. Kebetulan saya posisi di Ternate, bisa lah nyebrang dikit ke provinsi tetangga :)
BalasHapusSepertinya penerbangan Ternate-Ambon sudah lancar ya sekarang. So, Banda menanti.. :)
HapusTerima kasih banyak atas informasi mengenai Banda Neira. Mendadak pengen ke Banda Neira setelah membaca blog Anda. Salute!
BalasHapusBerarti tercapai tujuan saya memperkenalkan Banda kan ya? Semoga tercapai keinginannya mengunjungi Banda. Yakin deh, tidak akan menyesal..
HapusSalam damai! :)