Ekspor barang adalah seluruh barang yang dibawa keluar
dari wilayah suatu negara, baik bersifat komersial maupun bukan komersial
(barang hibah, sumbangan, hadiah), serta barang yg akan diolah di luar negeri
dan hasilnya dimasukkan kembali ke negara tersebut.
Tidak termasuk barang ekspor di sini adalah pakaian, barang pribadi dan
perhiasan milik penumpang yang bepergian ke luar negeri; barang-barang yang
dikirim untuk perwakilan suatu negara di luar negeri; barang-barang untuk
ekspedisi/pameran; peti kemas untuk diisi kembali; uang dan surat-surat
berharga; serta barang-barang contoh (sampel). Semua barang yang keluar dari
batas-batas kepabeanan (custom area)
Indonesia harus dicatat oleh pabean, dalam hal ini Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) melalui dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Data dalam PEB tersebut kemudian diolah dan disajikan menjadi statistik ekspor oleh
Badan Pusat Statistik (BPS).
Konsep ekspor bersifat relatif.
Perdagangan antar pulau/wilayah/provinsi terkadang juga disebut sebagai ekspor.
Pada dasarnya hal tersebut tidak menjadi masalah, sepanjang masing-masing pihak
yang berkepentingan dengan ekspor mengerti batasan-batasan konsepnya dan tidak
mencampuradukkan data dan informasi yang ada. Namun perlu diinformasikan, data
ekspor yang selama ini digunakan Pemerintah dalam penyusunan Produk Domestik
Bruto (Daerah) dan yang terbandingkan secara internasional adalah data yang
dirilis oleh BPS bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian
Keuangan dan Bank Indonesia.
Ekspor Maluku tahun 2014
berdasarkan rilis BPS Provinsi Maluku pada tanggal 2 Februari 2015, dengan data
bulan Desember masih merupakan angka sementara, adalah US$173,57 juta. Nilai
ekspor Maluku tahun 2014 mengalami penurunan sekitar 16,97 persen jika
dibandingkan dengan nilai ekspor Maluku tahun 2013 yang mencapai US$209,05
juta.
Ekspor Maluku pada tahun 2013 yang
sebesar US$209,05 juta tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok
besar, yakni ekspor kelompok ikan dan udang senilai US$124,73 juta atau 59,66
persen dari total nilai ekspor Maluku tahun 2013; ekspor minyak petroleum
mentah senilai US$83,80 juta atau 40,09 persen persen dari total nilai ekspor
Maluku tahun 2013; dan ekspor lainnya senilai US$0,52 juta atau 0,25 persen
dari total nilai ekspor Maluku tahun 2013. Ekspor lainnya di sini mencakup
ekspor rumput laut (US$0,02 juta); patung kecil dan ornamen lainnya dari kayu
(US$0,0005 juta); serta perabotan lain dan bagiannya (US$0,13 juta). Kontribusi
ekspor dalam PDRB Maluku tahun 2013 sebesar 21,70 persen.
Ekspor Maluku pada tahun 2014 yang
sebesar US$173,57 juta merupakan kontribusi dari kelompok ikan dan udang
senilai US$90,19 juta; ekspor minyak petroleum mentah senilai US$81,95 juta; dan
ekspor lainnya senilai US$1,44 juta. Ekspor lainnya pada tahun 2014 antara lain
mencakup nikel senilai US$0,66 juta dan ikan diolah atau diawetkan lainnya
senilai US$0,11 juta. Kontribusi ekspor dalam PDRB Maluku tahun 2014 sebesar
20,12 persen, lebih kecil dibandingkan kontribusi pada tahun 2013.
Bila menyaksikan potensi yang ada
di seluruh wilayah Maluku, rasanya miris jika dibandingkan dengan data-data
tersebut di atas. Tidak sedikit potensi yang kita miliki. Mari berkelana
mengelilingi Maluku dan menginventarisir kekayaan yang ada. Sebagai provinsi
kepulauan dengan garis pantai yang panjang, pengembangan budidaya rumput laut
seharusnya memberikan kontribusi yang signifikan dalam struktur ekspor Maluku
dibandingkan wilayah lain pada umumnya. Namun dari hasil laut yang mendominasi
lebih dari 90 persen luas Maluku ini, kita masih berkutat hanya dengan ekspor ikan
dan udang. Dari subsektor perkebunan kita adalah provinsi yang terkenal dengan
sagu sebagai makanan pokok. Tapi kenapa Maluku tidak bisa menjadi provinsi
pengekspor sagu dan hasil-hasil turunannya? Dibawa kemana kopra-kopra kita yang
menjadi pemandangan umum di sebagian besar wilayah Maluku? Apa nasib cengkeh
dan pala kita yang katanya memiliki kualitas yang patut diperhitungkan? Di
bagian tenggara dan barat daya Maluku, ada banyak mama-mama penenun yang
mencoba bertahan di tengah arus zaman. Tidak bisakah mereka diberdayakan
sedemikian hingga kain tenun menjadi salah satu komoditi ekspor Maluku yang
tidak kalah bersaing dengan produk serupa dari wilayah lainnya di Indonesia?
Ada apa gerangan sehingga semua itu tidak bisa kita jadikan sebagai komoditi
ekspor kita?
Dengan tidak mengesampingkan
manfaat ekonomi yang telah diberikan oleh aktifitas perdagangan antar
pulau/wilayah/provinsi, usaha peningkatan nilai ekspor Maluku patut menjadi prioritas
semua pihak terkait. Aktifitas ekspor yang terus meningkat dari waktu ke waktu
di satu sisi menjadi indikator berkembangnya perdagangan suatu wilayah, dan di
sisi lain menjadi suatu legitimasi akan produk yang dihasilkan yang mampu
bersaing dengan komoditi ekspor serupa dari wilayah lain. Semakin tinggi
aktifitas ekspor yang dilakukan akan memberikan kontribusi positif bagi keberlanjutan
peningkatan kualitas produk yang dihasilkan, pertumbuhan ekonomi, perluasan
lapangan kerja, dan hal-hal terkait lainnya. Jika tidak sekarang kapan lagi?
Jika bukan kita yang mengusahakannya, siapa lagi? Mari tingkatkan ekspor
Maluku!
Dimuat di Harian Ambon Ekspres edisi Sabtu, 7 Februari 2015
Komentar
Posting Komentar