Masih terkait dengan Sensus Ekonomi
2016 yang sementara dalam tahapan pelaksanaan pencacahan (1-31 Mei 2016),
artikel ini ditujukan untuk terus meningkatkan pemahaman kita akan pentingnya
data. Sekalipun terus dilakukan sosialisasi yang intens dan masif tentang
pentingnya data yang akan dihasilkan oleh Sensus Ekonomi 2016, masih saja ada
yang menolak didata oleh petugas atau menerima tapi dengan setengah hati. Untuk
itulah kami tidak jemu-jemunya memberikan pencerahan tentang output dari
pekerjaan yang kami lakukan agar segenap elemen masyarakat semakin memahami
pentingnya partisipasi mereka untuk membangun data statistik yang terpercaya
untuk semua.
Salah satu kegunaan data hasil sensus
(Penduduk/Pertanian/Ekonomi) yang dilaksanakan 10 tahun sekali adalah tersedianya
kerangka sampel bagi pelaksanaan survei yang rutin dilakukan sepanjang tahun.
Perlu kami informasikan, umumnya survei yang dilakukan BPS adalah probability sampling yang membutuhkan
kerangka sampel sebagai dasar pengambilan sampel. Metodologi ini berbeda dengan
yang kebanyakan survei oleh lembaga survei yang umumnya menggunakan nonprobability sampling, yakni
pengambilan sampel tanpa mengacu pada suatu kerangka sampel.
Prinsipnya, data hasil sensus
menjadi bahan baku atau bahan setengah jadi bagi tahapan selanjutnya. Bisa
dibayangkan jika data hasil sensus bukanlah data yang sebenarnya. Hal tersebut
akan memperbesar error dalam
pelaksanaan survei-survei di masa mendatang serta mengakibatkan proses
perencanaan, monitoring, dan evaluasi yang menggunakan data hasil sensus/survei
menjadi bias dan tidak tepat sasaran.
Sensus/survei adalah kegiatan
pendataan yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam upaya menyediakan data statistik terpercaya untuk semua.
Tentu akan timbul pertanyaan, apakah data yang BPS hasilkan benar-benar terpercaya? Ya, karena kami menggunakan
metodologi yang teruji, terstandardisasi, terbandingkan, dan dengan terus
berupaya meminimalkan error.
Pertanyaan berikutnya, apa makna untuk semua
dari data yang BPS hasilkan? Sekalipun tugas BPS adalah melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang statistik sesuai peraturan perundang-undangan, konsumen
data yang dihasilkan BPS tidak semata-mata berasal dari lembaga/institusi Pemerintah.
Data BPS juga diperlukan dan dimanfaatkan oleh kalangan swasta, mahasiswa dan
pelajar.
Sampai di sini, kebingungan akan
pentingnya pendataan yang dilakukan BPS mungkin belum sepenuhnya sirna. Untuk
itu berikut ini saya membuat daftar beberapa data hasil sensus/survei yang kami
hasilkan dan keterkaitannya dengan kebutuhan konsumen data.
Pertama, dari Sensus Penduduk yang dilakukan BPS pada tahun
berakhiran 0 (1961, 1971, 1980, 1990, 2000, 2010), Pemerintah memiliki data kependudukan
sampai wilayah administrasi yang terkecil. Data tersebut menjadi semakin
berguna ketika dikombinasikan dengan statistik turunan produk BPS lainnya untuk
melakukan kajian ketenagakerjaan, perumahan, kesehatan, atau pendidikan. Misal,
ketika ada rumah sakit swasta ingin membuka cabangnya di Kota Ambon, tentu
mendahuluinya dilakukan kajian atas data-data seperti jumlah penduduk,
pendapatan per kapita, angka kesakitan, dan tenaga kerja berpendidikan
kesehatan di Kota Ambon. Contoh lain, dealer kendaraan bermotor yang akan
menambah cabang baru atau berniat meningkatkan pasokan ke Kota Ambon tentu membutuhkan
data-data seperti jumlah penduduk menurut kelompok umur, pendapatan per kapita,
dan jumlah kendaraan yang ada untuk membuat perencanaan yang akurat.
Kedua, dari Sensus Pertanian yang dilakukan BPS pada tahun
berakhiran 3 (1963, 1973, 1983, 1993, 2003, 2013), Pemerintah memiliki data
jumlah rumah tangga pertanian, jumlah perusahaan pertanian, dan
penguasaan/pengusahaan kegiatan pertanian menurut subsektor. Data jumlah rumah tangga usaha pertanian di Provinsi Maluku hasil
Sensus Pertanian 2013 adalah sebanyak 175.362 rumah tangga, turun 4,89 persen
dibandingkan data hasil Sensus Pertanian 2003. Data tersebut bisa di-break down menurut subsektor tanaman
pangan; hortikultura; perkebunan; peternakan; perikanan; dan kehutanan. Data hasil
Sensus Pertanian 2013 ini jika dikombinasikan dengan statistik turunan produk
BPS lainnya seperti konsumsi makanan rumah tangga hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) akan memberikan informasi bagi Pemerintah terkait isu
ketahanan/swasembada pangan, pola distribusi hasil produksi pertanian, atau dasar
penentuan kebijakan impor pangan.
Ketiga, dari Sensus Ekonomi yang dilakukan BPS pada tahun
berakhiran 6 (1986, 1996, 2006, 2016), Pemerintah memiliki informasi jumlah unit
usaha/perusahaan dan aktifitas usaha di luar usaha pertanian sampai wilayah administrasi
yang terkecil. Data hasil Sensus Ekonomi 2006 di Provinsi Maluku menunjukkan
ada sebanyak 89.528 usaha dengan proporsi terbesar ada di Kabupaten Maluku
Tengah (27,61 persen). Informasi lainnya dari hasil Sensus Ekonomi 2006 adalah
bahwa sebagian besar usaha di Maluku berada pada sektor perdagangan besar dan
eceran (50,50 persen). Bagaimana kondisi di tahun 2016 ini? Kita akan segera mengetahuinya
berdasarkan hasil Sensus Ekonomi 2016 yang sementara dilaksanakan.
Sekali lagi, Sensus Ekonomi 2016
bukan merupakan tanggung jawab BPS semata, melainkan juga seluruh elemen
masyarakat. Untuk itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada
masyarakat dan para pelaku usaha yang telah memberikan data apa adanya kepada
petugas. Bagi yang belum didatangi oleh petugas, pada waktunya nanti berikanlah
data yang sebenarnya. Karena kitalah yang menentukan tingkat kualitas dari data
yang kita berikan. Dan karena pada akhirnya kita jugalah yang akan menggunakan
data tersebut untuk pengembangan ke depan. Sukseskan Sensus Ekonomi 1-31 Mei
2016.
Dimuat di Harian Ambon Ekspres edisi Kamis, 19 Mei 2016
Komentar
Posting Komentar