Bertepatan dengan peringatan Hari
Sampah Nasional yang jatuh pada tanggal 21 Februari, di tahun 2016 ini
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia melakukan uji coba
penerapan kebijakan Kantong Plastik Berbayar. Uji coba ini mulai diberlakukan
di ritel modern anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO). Kota
Ambon termasuk dalam 22 kota di Indonesia yang menerapkan kebijakan tersebut. Launching plastik berbayar di Kota Ambon
dilakukan bersamaan dengan program Jumpa Berlian di hari Jumat, 26 Februari
2016 oleh Walikota Ambon.
Kurang lebih sudah 2 bulan berlalu sejak
kebijakan plastik berbayar mulai diterapkan di Kota Ambon. Sejak peluncurannya
hingga saat ini, beberapa pusat perbelanjaan tidak lagi memberikan kantong
plastik secara gratis. Misal, pada salah satu pusat perbelanjaan kita
diperhadapkan pada pilihan, apakah akan membeli kantong bukan plastik seharga
Rp5.000,- yang bisa digunakan berkali-kali ataukah kantong plastik sekali pakai
dengan harga hanya Rp200,-. Relevan dengan fenomena itu, saya mendapat
informasi dari salah satu penyalur kantong plastik bahwa ada penurunan
penjualan kantong plastik. Dari pantauan dan pengalaman pribadi pun, sudah
mulai banyak orang yang membawa kantong sendiri saat berbelanja.
Program kebijakan kantong plastik
berbayar adalah salah satu langkah Pemerintah untuk mengurangi volume sampah
kantong plastik. Namun dalam realita di lapangan kita bergelut bukan hanya
dengan sampah kantong plastik. Kantong plastik hanyalah bagian dari keseluruhan
sampah plastik yang kita hasilkan. Pemerintah Kota Ambon dengan dukungan
Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Pusat perlu melakukan kajian lebih
dalam terkait hal ini, dari hulu ke hilir.
Sebagai informasi awal, kita
memerlukan data jumlah komoditi-komoditi yang berpotensi menghasilkan sampah
plastik terbesar. Pemerintah melalui instansi terkait tentunya berkompeten menyediakan
data jumlah komoditi-komoditi tersebut yang masuk ke Kota Ambon dan memantau
distribusinya sampai ke pedagang eceran di pasar-pasar tradisional. Mengapa demikian?
Karena suatu saat nanti kita tentunya ingin memperluas cakupan program
pengurangan sampah plastik ini dengan melibatkan juga pedagang-pedagang di
pasar tradisional yang sangat mungkin lebih dominan menghasilkan sampah plastik
dibandingkan ritel modern.
Sebagai data pembanding terhadap
informasi tersebut di atas, kita perlu memantau data jumlah sampah plastik yang
dihasilkan. Atas dasar pemikiran ini, beberapa waktu yang lalu saya mengunjungi
Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST)
Kota Ambon di Dusun Ama Ory (Benteng Karang), Desa Passo. Dari diskusi dengan
Kepala dan staf IPST Kota Ambon, saya mendapatkan beberapa informasi menarik
yang penting untuk kita ketahui bersama.
Rata-rata jumlah sampah per hari
yang masuk ke IPST Kota Ambon adalah 130 ton. Untuk Kota Ambon dengan jumlah
penduduk 411.617 jiwa (Hasil Proyeksi Penduduk 2015, BPS), berarti rata-rata
sampah yang dihasilkan per jiwa per hari di Kota Ambon sekitar 0,3 kg. Jumlah
ini masih lebih sedikit dibandingkan Kota Bandung dengan jumlah penduduk
sekitar 2,5 juta jiwa dan jumlah sampah yang dihasilkan per hari mencapai 1.500
ton sehingga rata-rata sampah yang dihasilkan per jiwa per hari di Kota Bandung
mencapai 0,6 kg. Sekitar 20 persen dari jumlah sampah di Kota Bandung adalah
kantong plastik. Walaupun saya masih belum menemukan informasi tentang
mekanisme pemilahan sampah plastik di Bandung sehingga mereka bisa menghitung
presentasi sampah kantong plastik dari total sampah yang ada, setidaknya mereka
memiliki informasi sebagai bahan evaluasi. Menurut saya ini salah satu PR bagi kita
di Kota Ambon.
Sampah yang masuk ke IPST Kota
Ambon dipilah secara konvensional oleh para pemulung. Mereka biasanya hanya
mengambil sampah besi dan sampah plastik seperti botol plastik, ember pecah,
loyang pecah, dan sejenisnya. Sampah plastik dijual ke pihak ketiga yang berada
di dalam kompleks IPST untuk selanjutnya dijual ke luar Ambon. Sayangnya
penjualan sampah plastik ke pihak ketiga ini dilakukan setelah disortir dan ditimbun
dulu beberapa waktu sehingga sulit untuk memperoleh informasi proporsi sampah
plastik terhadap total sampah pada satu titik waktu. Ke depannya IPST Kota
Ambon perlu mengembangkan prosedur untuk mengukur volume sampah plastik, secara
khusus sampah kantong plastik secara berkala. Informasi tersebut sangat vital
untuk memonitor jumlah sampah plastik dan secara khusus mengevaluasi kebijakan
plastik berbayar yang sementara dilakukan Pemerintah Kota Ambon.
Saya mengutip pernyataan Walikota
Ambon yang dimuat di salah satu media online tanggal 3 Maret 2016, "Kita tidak anti plastik, terkadang memang
masih membutuhkan. Namun, sebagai sarana edukasi agar masyarakat bijaksana
menggunakan kantong plastik, karena jika tidak diberlakukan, maka di laut
kantong plastik lebih banyak dari ikan. Kalau 2050 tidak diatasi, maka kantong
plastik di laut jauh lebih banyak dari ikan". Jika kemudian dikaitkan
dengan komitmen Indonesia Bergerak Bebas
Sampah 2020 yang dicanangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun
2016 rasanya kita harus bergerak makin cepat jika tidak mau semua itu hanya menjadi
slogan belaka. Sesungguhnya, inilah tujuan yang harus dicapai dari
penerapan kebijakan kantong plastik berbayar.
Menggunakan (kantong) plastik
secara bijaksana bukanlah pilihan, melainkan suatu keharusan jika ingin
anak-cucu kita menikmati alam yang sama indahnya dan sama sehatnya dengan yang
kita nikmati saat ini. Mari mulai dari keluarga kita. Mari mulai saat ini juga.
Dari satu tindakan sederhana yang dilakukan oleh setiap kita, Ambon Manise akan
tetap manis voor katong samua..
Dimuat di Harian Ambon Ekspres edisi Rabu, 11 Mei 2016
Mantap Ibu Lin... Menginspirasi...
BalasHapusDangke Pak Jeff.. Sukses slalu voor katong samua :)
Hapus