Tulisan ini sedikit banyaknya
terinspirasi oleh berita yang dimuat pada tanggal 24 Februari 2017 lalu di
media online nasional dengan headline
“Jokowi Beberkan Curhat Gubernur Maluku,
Hadirin Mendadak Riuh”. Saya mencoba mengutip pernyataan Presiden
sebagaimana dilansir media online nasional tersebut, demikian: “Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku sudah
tiga kali ini menyampaikan kepada saya protes masalah urusan DAU (dana alokasi
umum),” kata Jokowi disambut tawa para peserta. Jokowi menuturkan, Gubernur
mengajukan protes karena menilai dana perimbangan DAU yang tidak adil bagi
Maluku. “Pak, kami daratannya kecil,
tetapi lautannya gede. Namun, penghitungan DAU selalu menggunakan daratan, kami
dapat kecil, Pak,” kata Jokowi meniru curhat Said Assagaff.
Apa itu DAU? Menurut yang dimuat
pada website resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian
Keuangan – www.djpk.depkeu.go.id -
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana pemerintah kepada
pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Alokasi DAU dilaksanakan
seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah sejak adanya Undang-undang No. 25
tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Besaran DAU merupakan hasil
penjumlahan Alokasi Dasar (AD) dan Celah Fiskal (CF). Besaran AD dihitung
berdasarkan realisasi gaji PNS Daerah tahun sebelumnya sedangkan CF diperoleh
dari hasil perkalian bobot celah fiskal daerah bersangkutan (CF daerah dibagi
dengan total CF nasional) dengan alokasi DAU CF Nasional. CF masing-masing
daerah sendiri dihitung berdasarkan selisih antara Kebutuhan Fiskal dengan Kapasitas
Fiskal. Fokus saya di sini adalah mengenai penghitungan Kebutuhan Fiskal yang
merupakan kompilasi dari beberapa data dasar dimana sebagian besar di antaranya
merupakan produk Badan Pusat Statistik (BPS).
Ada 5 (lima) variabel yang
digunakan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan untuk
menghitung Kebutuhan Fiskal, yakni Jumlah Penduduk; Luas Wilayah; Indeks
Pembangunan Manusia; Indeks Kemahalan Konstruksi; dan Produk Domestik Regional
Bruto perkapita. Nilai masing-masing variabel tersebut pada tahun tertentu
dikalikan dengan nilai bobot yang telah tertentu untuk setiap indeks,
dijumlahkan dan kemudian hasil penjumlahannya dikalikan dengan Total Belanja
Rata-rata APBD akan menghasilkan besaran nilai Kebutuhan Fiskal.
Empat dari 5 (lima) variabel yang diperlukan
untuk menghitung Kebutuhan Fiskal tersebut dihasilkan oleh BPS, yakni data jumlah penduduk, data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), data
Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), dan data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Data jumlah penduduk dihasilkan dari Sensus
Penduduk. Data IPM sebagai indeks komposit yang disusun dari 3 (tiga) indikator
menggunakan data hasil Sensus Penduduk, Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), dan Survei Harga Konsumen
(SHK). Data IKK dihasilkan dari survei harga perdagangan besar bahan bangunan/konstruksi, harga sewa
alat berat, dan
upah tenaga kerja. Data PDRB merupakan penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) semua kegiatan
ekonomi, mulai dari
pertanian sampai dengan jasa-jasa, pada suatu wilayah dalam satu kurun waktu
tertentu. Penghitungan PDRB menggunakan sebagian besar data hasil sensus, survei, dan dari
produk administrasi instansi pemerintah, perusahaan dan lembaga lainnya.
Sensus dan survei yang
dilakukan BPS untuk menghasilkan data pendukung bagi penghitungan DAU
sebagaimana dijelaskan sebelumnya dilakukan terhadap responden yang terdiri
dari rumah tangga, perusahaan, dan juga instansi Pemerintah di seluruh wilayah
di Indonesia termasuk Provinsi Maluku dengan 11 kabupaten/kota di dalamnya. Namun
perlu kami sampaikan, proses untuk memperoleh data dalam pelaksanaan
sensus/survei tersebut tidak selalu mudah. Tidak jarang data yang diberikan
seadanya dan kurang akurat. Penolakan oleh responden pun sudah biasa kami
terima. Tidak sedikit juga responden yang mempertanyakan tujuan pelaksanaan
survei yang kami lakukan dan relevansinya bagi mereka secara langsung. Bisa
dibayangkan, bagaimana kami harus menerangkan kegunaan data yang akan
dihasilkan oleh suatu sensus/survei bagi pembangunan di Maluku dalam bahasa
yang sederhana dan lugas di hadapan orang yang mempertanyakan relevansi data
tersebut bagi dirinya secara personal? Sebagai contoh, kami berkali-kali
mengalami kesulitan ketika mendata tarif harga sewa alat berat dari sebagian
besar kontraktor di seluruh Maluku, padahal mereka sangat berkepentingan dengan
angka IKK yang kami hasilkan. Sekalipun sudah kami jelaskan bahwa angka IKK
diperlukan bagi penghitungan DAU yang pada akhirnya berguna untuk membiayai pembangunan
fisik di daerah dimana itu akan menjadi proyek bagi para kontraktor itu juga,
tetap saja sulit bagi mereka untuk memberikan data apa adanya.
Dalam penelusuran saya untuk menemukan
materi pendukung bagi tulisan ini, saya menemukan materi power point pada
website resmi Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri
(www.keuda.kemendagri.go.id) yang
menyiratkan sudah digunakannya pembobotan luas wilayah laut dalam penghitungan
DAU TA 2017. Terlepas dari hal tersebut, apa yang disampaikan oleh Gubernur
Maluku kepada Presiden Jokowi adalah baik. Akan tetapi perlu mendapat perhatian
kita semua bahwa Pemerintah Pusat tidak bisa begitu saja mengutak-atik suatu official statistics untuk meningkatkan
atau menurunkan DAU. Tidak bisa hanya dengan menjentikkan jari. Ada mekanisme
yang perlu dikawal dari hulu ke hilir. Partisipasi aktif seluruh komponen
masyarakat sangat dibutuhkan di sini. Untuk itu, kami dari BPS sebagai lembaga
negara yang bertugas menyediakan data untuk penyelenggaran pemerintahan di
Indonesia dan juga di Maluku menggunakan kesempatan ini untuk terus menghimbau
seluruh komponen di bumi seribu pulau ini, terimalah petugas kami dan
berikanlah data apa adanya. Yang terhormat Gubernur dan Bupati/Walikota di
Maluku, kami terus membutuhkan dukungan Bapak-Bapak dalam pelaksanaan tugas
kami. Karena apa yang diberikan kepada kami dalam pelaksanaan sensus/survei,
itulah yang kami kembalikan dalam bentuk data dan informasi sebagai dasar perencanaan,
monitoring, dan evaluasi pelaksanaan pembangunan di Maluku dan Indonesia. Mari
katong bangun Maluku dengan data berkualitas.
Dimuat di Harian Ambon Ekspres edisi Selasa, 28 Februari 2017
Komentar
Posting Komentar