I.
Pendahuluan
Jika sejenak kita kembali ke era abad 16 dan
melakukan perjalanan ke Belanda atau Spanyol atau Portugis dan ada orang yang
bertanya darimana kita berasal dan kita jawab dari Maluku, mereka tentu akan
memandang kita dengan terpesona. Saya membayangkan reaksinya adalah, “Waaah,
Maluku itu sangat terkenal di sini. Kami sangat ingin berkunjung ke sana!” Bayangkan
juga kira-kira bagaimana ekspresi Columbus yang alkisah katanya ingin menemukan
Maluku namun ternyata ia justru mendarat di suatu negeri antah berantah yang
jauh dari Maluku? Itulah Maluku di suatu zaman yang sekalipun dengan media
komunikasi yang begitu sederhana namun mampu menggaungkan pesonanya dari belahan
timur kepada negara-negara maju di belahan barat bumi ini. Bagaimana dengan
Maluku sekarang ini di era globalisasi dimana dunia seakan tanpa batas dan dengan
teknologi informasi yang berkembang pesat? Apakah Maluku masih dikenal dan
menimbulkan antusiasme untuk dikunjungi?
Seiring dengan memudarnya pamor cengkeh dan pala
sebagai emas hitam dari timur, eksistensi Maluku di dunia internasional mulai
mengalami slow down. Dengan
berakhirnya penjajahan di bumi seribu pulau ini, ke-primadona-an Maluku di
dunia barat seakan mengalami antiklimaks. Benteng-benteng di berbagai wilayah yang
sebelumnya merupakan pusat komando dan pemerintahan kolonial menjadi sepi dan
perlahan-lahan hanya menjadi bangunan tua – saksi sejarah pendudukan bangsa
asing, kalau tidak menjadi reruntuhan. Di satu sisi fakta tersebut menjadi
kerugian bagi pertumbuhan ekonomi Maluku kala itu namun sesungguhnya kondisi
tersebut membuka pintu kesempatan lainnya. Terbukalah peluang untuk
pengembangan potensi lain, seperti pariwisata.
Setiap titik koordinat di muka bumi ini adalah unique, tidak ada duanya. Suatu wilayah
sekalipun mungkin memiliki kemiripan dengan wilayah lainnya, pada hakikatnya
adalah suatu keunikan tersendiri. Provinsi Maluku yang terdiri dari 11
kabupaten/kota dan ratusan pulau dengan karakteristik masing-masing wilayah
membuat Maluku memiliki kekayaan budaya yang menanti untuk dikembangkan dan
ditampilkan. Sebut saja Pulau Seram yang menurut data dalam Maluku Dalam Angka
2014 sudah berumur 3.000 juta tahun, berpotensi menjadi kawasan budaya yang
akan menjadi rujukan orang untuk mempelajari kebudayaan asli Maluku. Masa
kolonialisme juga memberikan pengaruhnya bagi kebudayaan Maluku. Akulturasi
kebudayaan asli Maluku dengan budaya bawaan kolonialis nampak pada penggunaan
bahasa, agama, kebiasaan dan teknologi yang mewarnai perjalanan sejarah Maluku
selanjutnya.
Pengertian
kebudayaan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kebudayaan[1] adalah
keseluruhan gagasan, perilaku, dan hasil karya manusia dan/atau kelompok
manusia yang dikembangkan melalui proses belajar dan adaptasi terhadap
lingkungannya yang berfungsi sebagai pedoman untuk kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Kebudayaan Nasional Indonesia adalah kebudayaan
elemen bangsa di seluruh Indonesia dan kebudayaan baru yang timbul akibat
interaksi antarkebudayaan untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang sesuai dengan jati diri dan karakter bangsa. Kebudayaan Nasional
Indonesia bertujuan untuk:
a.
meneguhkan
jati diri bangsa;
b.
membangun
karakter bangsa;
c.
memperkuat
persatuan bangsa; dan
d.
meningkatkan
citra bangsa.
Pariwisata
menurut UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan[2] adalah
berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan
yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Kepariwisataan
adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat
multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat,
sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Tujuan
kepariwisataan meliputi:
a.
meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b.
meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c.
menghapus kemiskinan;
d.
mengatasi pengangguran;
e.
melestarikan alam, lingkungan, dan
sumber daya;
f.
memajukan kebudayaan;
g.
mengangkat citra bangsa;
h.
memupuk rasa cinta tanah air;
i.
memperkukuh jati diri dan kesatuan
bangsa; dan
j.
mempererat persahabatan antarbangsa.
Mengembangkan
kepariwisataan berarti memajukan dan meningkatkan kualitas hidup tanpa
meninggalkan identitas yang dimiliki. Kepariwisataan menjadi solusi bagi usaha
peningkatan taraf kehidupan sekaligus melestarikan dan memajukan kebudayaan.
II.
Kondisi
dan Masalah
Pariwisata telah menjadi salah satu leading sector dalam perekonomian
nasional Indonesia. Tahun lalu, ketika perekonomian nasional menghadapi
krisis global, ditandai dengan penerimaan ekspor turun tajam, kontribusi
pariwisata mengalami peningkatan dari 10 persen menjadi 17 persen terhadap
total ekspor barang dan jasa Indonesia. Daya saing pariwisata Indonesia juga terus
membaik terutama untuk kategori budaya (culture and heritage), sumber
daya alam (rich natural resources), dan harga (value for money).[3]
Kepariwisataan secara umum mencakup 5 hal[4]
yang akan berkontribusi pada keberhasilan suatu destinasi wisata secara khusus
dan kepariwisataan secara umum, yakni:
1.
Atraksi. Setiap wisatawan yang melakukan
perjalanan wisata pada hakikatnya termotivasi untuk mengunjungi atraksi-atraksi
yang tersedia di tempat tujuannya berwisata. Inilah modal dasar pengembangan
wisata suatu daerah. Ini jugalah peluang bagi Maluku yang kaya akan wisata alam
dan wisata budaya. Akan tetapi hanya memiliki belumlah cukup. Setiap atraksi
tersebut harus dikemas semenarik mungkin sehingga memiliki keunikan yang lain
daripada yang lain. Misal, Tari Cakalele yang dianggap merupakan salah satu
icon budaya Maluku juga dimiliki oleh provinsi saudara, Maluku Utara. Bagaimana
menyajikan Tari Cakalele yang khas Maluku, inilah tantangan kita.
2.
Akses. Bila telah menetapkan hati untuk
berwisata ke suatu daerah, seorang turis membutuhkan informasi tentang akses
transportasi dan komunikasi di daerah tersebut. Umumnya turis akan memilih
mengunjungi destinasi wisata dengan aksesibilitas yang baik, apalagi bagi
mereka yang ingin tetap terhubung dengan komunitas di daerah asalnya melalui
media online. Inilah tantangan bagi
Maluku dengan luas perairan ± 90 persen dan luas daratan hanya
sekitar 10 persen, untuk bagaimana menyediakan moda transportasi dan jaringan
telekomunikasi yang variatif dan reliable
sepanjang tahun dengan informasi layanan dan tarif yang jelas dan terjangkau.
3. Akomodasi. Sebagai bagian dari infrastruktur
kepariwisataan, akomodasi memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan
kontribusi pariwisata dalam struktur perekonomian Maluku. Destinasi wisata yang
tersebar di seluruh Maluku harus bisa menyediakan akomodasi yang terjangkau
untuk semua level wisatawan dengan ditunjang oleh sumber daya manusia yang handal.
4. Kenyamanan. Salah satu motivasi
seseorang berwisata adalah untuk mendapatkan kenyamanan. Untuk menjadi daerah
tujuan wisata utama kita harus mengkondisikan daerah kita dan penduduk kita
dengan segala infrastruktur yang ada sedemikian hingga wisatawan pasti akan
merasa nyaman berkunjung ke daerah kita.
5. Kesadaran. Bila sudah memiliki atraksi
dengan segala keunikannya, akses yang berkualitas, akomodasi yang memadai, dan
kenyamanan untuk dinikmati para wisatawan, namun tidak ditunjang dengan
kesadaran akan pentingnya kepariwisataan bagi penggerak pertumbuhan ekonomi,
maka semuanya menjadi sia-sia.
Pembangunan kepariwisataan merupakan investasi
jangka panjang yang membutuhkan komitmen dan aksi nyata dari semua pelakunya
dan seluruh masyarakat. Perlu menjadi catatan kita bersama, integrasi
pelestarian kebudayaan Maluku dengan kepariwisataan bukan merupakan suatu isu
baru. Hal tersebut sudah dan sedang terus dilaksanakan oleh para pemangku
kepentingan. Hanya saja usaha tersebut belum maksimal. Mengapa dikatakan belum
maksimal?
a.
Stagnannya
kontribusi sektor pariwisata
Kontribusi
sektor pariwisata dalam struktur Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
diukur melalui kontribusi subsektor hotel dan subsektor restoran pada sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta subsektor jasa hiburan dan rekreasi pada
sektor jasa-jasa[5].
Kontribusi subsektor hotel, subsektor restoran, dan subsektor jasa hiburan dan
rekreasi tersebut bagi PDRB Provinsi Maluku selama 5 tahun terakhir ini relatif
kecil dan stagnan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh grafik berikut ini[6].
Grafik
1. Kontribusi Pariwisata dalam PDRB Maluku (%)
b.
Rendahnya
TPK Hotel
Sejalan dengan digunakannya PDRB dari subsektor
hotel untuk mengukur kontribusi sektor pariwisata dalam struktur PDRB suatu
wilayah, maka data Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel menjadi salah satu
indikator yang digunakan untuk mengukur berkembangnya kepariwisataan di suatu
wilayah.
Grafik
2. TPK Hotel di Maluku, 2009 – 2013 (%)
Data TPK dalam publikasi Maluku Dalam Angka tahun
2010–2014 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS)[7]
memberikan informasi adanya peningkatan secara umum dalam kurun waktu tersebut
dengan peningkatan yang signifikan terjadi pada TPK hotel non bintang. Walaupun
TPK secara umum, TPK hotel bintang, dan hotel non bintang pada tahun 2013 lebih
baik dibandingkan periode-periode sebelumnya, namun dari sisi ekonomi kondisi
tersebut belum ideal. Berikut ini disajikan data TPK hotel bintang di Maluku
selama tahun 2014 untuk menambah referensi tentang kontribusi hotel dalam
pembangunan kepariwisataan.
Grafik
3. TPK Hotel di Maluku, 2014 (%)
Masih rendahnya TPK hotel di Maluku menjadi
tantangan bagi para pelaku pariwisata untuk lebih mengembangkan dan menjual
paket-paket wisata karena akan memberikan kontribusi positif bagi peningkatan
TPK secara khusus dan bagi perekonomian daerah secara umum.
c.
Jumlah
wisatawan asing yang rendah
Selama 5 tahun
terakhir ini, jumlah wisatawan asing yang datang ke Maluku relatif tidak
mengalami pertambahan berarti, bahkan pada tahun 2013 mengalami penurunan
setelah trend meningkat yang terjadi selama periode 2009–2012.
Bila
dibandingkan dengan jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia selama
periode 2009–2012[8],
wisatawan asing yang datang ke Maluku hanya berkisar antara 0,07–0,22 persen
dari seluruh wisatawan.
Grafik
4. Jumlah Wisatawan Asing yang Datang ke Maluku
Rendahnya jumlah wisatawan asing yang datang ke
Maluku menjadi indikator belum maksimalnya pembangunan kepariwisataan di
Maluku. Nampaknya Maluku belum menjadi pilihan terbaik bagi sebagian besar
wisatawan yang berkunjung ke Indonesia, padahal Maluku memiliki kekayaan alam
dan budaya yang berlimpah.
d.
Belum
optimalnya pengembangan situs budaya Maluku
Perincian jumlah wisata budaya menurut
kabupaten/kota dari yang tercantum pada Laporan Kegiatan Bidang Produk dan
Usaha Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Maluku tahun 2013
adalah sebagai berikut:
Tabel
1. Jumlah Wisata Budaya di Maluku Menurut Kabupaten/Kota
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Jumlah
Wisata Budaya
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
1
|
Maluku
Tenggara Barat
|
5
|
2
|
Maluku
Tenggara
|
3
|
3
|
Maluku
Tengah
|
7
|
4
|
Buru
|
-
|
5
|
Kepulauan
Aru
|
7
|
6
|
Seram
Bagian Barat
|
-
|
7
|
Seram
Bagian Timur
|
-
|
8
|
Maluku
Barat Daya
|
2
|
9
|
Buru
Selatan
|
-
|
10
|
Ambon
|
-
|
11
|
Tual
|
2
|
J
u m l a h
|
26
|
Untuk ukuran salah satu provinsi tertua di Indonesia
yang memiliki kebudayaan asli maupun kebudayaan hasil akulturasi dengan
kebudayaan kolonial, jumlah tersebut pada Tabel 1 sejatinya belum mewakili
keadaan sesungguhnya. Bagaimana mungkin tidak terdapat wisata budaya di Kota Ambon
yang notabene adalah ibukota provinsi? Bagaimana juga dengan Kawasan Adat Venaflule
yang ada di Kota Namrole – Kabupaten Buru Selatan[9]?
Sudah hilangkah budaya asli orang Maluku yang alkisah berasal dari Nunusaku di Kabupaten
Seram Bagian Barat?
Belum optimalnya pengembangan situs budaya di Maluku
bisa mengindikasikan banyak hal, seperti sudah memudarnya kebudayaan kita, atau
bahkan wisata budaya kita yang tidak bernilai jual tinggi.
e.
Belum
terintegrasinya wisata budaya di Maluku
Pariwisata di Maluku sedikit banyaknya terkendala oleh
kondisi geografis sebagai daerah kepulauan. Hal tersebut secara langsung
mempengaruhi penentuan pilihan dari seseorang yang ingin berwisata ke Maluku. Inilah
tantangan yang harus segera kita jawab. Pariwisata secara umum maupun wisata
budaya secara khusus harus dirancang dan dikemas sedemikian hingga orang ingin
datang ke Maluku. Di sini diperlukan sinergi antara sarana dan prasarana
transportasi, akomodasi, telekomunikasi, dan lainnya. Contohnya, kita tidak
akan pernah bisa maksimal menjual 7 objek wisata budaya di Kabupaten Kepulauan
Aru ataupun 2 objek wisata budaya di Kabupaten Maluku Barat Daya jika hal
tersebut tidak dikemas dalam suatu informasi yang menarik, transportasi yang
lancar dan terjangkau, akomodasi yang memadai, serta jaringan telekomunikasi
yang steady. Bisa jadi saat ini
objek-objek wisata tersebut sudah mulai menjual, akan tetapi sangat mungkin
hanya di kalangan sendiri.
III.
Solusi
dan Harapan
Pasal 59 dari UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan menyebutkan, “Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan
yang diperoleh dari penyelenggaraan pariwisata untuk kepentingan pelestarian
alam dan budaya.” Regulasi tersebut mengisyaratkan suatu hubungan timbal-balik
antara pariwisata dan kebudayaan. Di satu sisi pariwisata menjadi salah satu
solusi bagi usaha mengembangkan dan melestarikan kebudayaan Maluku, namun di
sisi lain outcome dari
penyelenggaraan pariwisata sekaligus memberikan andil positif bagi pelestarian
budaya. Akan tetapi hal tersebut bukan sesuatu yang bisa dicapai hanya dalam
hitungan hari. Semua pihak terkait perlu melakukan perannya dengan baik dengan
secara berkala melakukan koordinasi dan komunikasi yang intens. Berikut ini
hal-hal yang bisa dilakukan oleh para pelaku pembangunan kepariwisataan di
Maluku terkait upaya mengembangkan dan melestarikan budaya Maluku.
a.
Pemerintah
Daerah
Pemerintah Daerah menjadi pihak yang harus
menginisiasi pembangunan kepariwisataan di Maluku. Hal-hal yang menjadi
tanggung jawab Pemerintah Daerah antara lain:
1.
Menetapkan regulasi yang mengatur
tentang pariwisata.
Pembangunan kepariwisataan harus
dimulai dengan landasan hukum yang jelas dan kuat.
2. Rencana induk pembangunan kepariwisataan
provinsi dan kabupaten/kota harus terintegrasi.
ü Pemerintah
Provinsi Maluku dan Pemerintah Kabupaten/Kota melalui instansi terkait harus
duduk bersama membicarakan dan menyusun rencana induk kepariwisataan yang mengakomodir
semua potensi pariwisata yang ada dan pengembangan ke depannya sebagai “Pariwisata
Maluku” dengan tetap memperhatikan kearifan lokal masing-masing daerah.
ü Walaupun
dalam kenyataannya ada daerah yang memiliki komoditas wisata unggulan dan ada
yang tidak, rencana induk pembangunan kepariwisataan Provinsi Maluku yang
dibangun harus memberi ruang yang memadai untuk pengembangan kepariwisataan di
seluruh wilayah.
3. Melakukan penelitian yang berkelanjutan
untuk pengembangan situs-situs budaya yang ada.
ü Dengan
sebutan provinsi seribu pulau dan juga bumi raja-raja, Provinsi Maluku memiliki
budaya se-majemuk jumlah pulau maupun jumlah raja-raja.
ü Belum
semua kekayaan budaya Maluku ter-eksplorasi dengan baik, apalagi dijual sebagai
obyek wisata unggulan.
ü Perlu
terus dilakukan penelitian dan eksplorasi yang intensif dan berkelanjutan untuk
pengembangan dan pelestarian budaya yang ada.
4. Revitalisasi wisata budaya.
ü Pada
dasarnya usaha mengembangkan kepariwisataan adalah upaya membangun pencitraan (image building).
ü Untuk
menjadi wisata budaya yang menjual, kebudayaan Maluku perlu dikemas sedemikian
hingga mampu bersaing dalam hal menarik wisatawan untuk datang berkunjung.
ü Revitalisasi
wisata budaya di sini berbicara mengenai revitalisasi unsur-unsur kebudayaan
yang meliputi bahasa; kesenian; sistem pengetahuan; nilai dan adat istiadat;
dan cagar budaya[10].
ü Penting
untuk melakukan revitalisasi objek (kebendaan) budaya, tetapi jauh lebih
penting melakukan revitalisasi nilai-nilai budaya dalam masyarakat. Seperti
budaya masohi yang semakin tergerus
oleh virus individualisme.
ü Revitalisasi
nilai budaya yang bisa dilakukan adalah seperti menggalakkan kembali budaya
berpakaian hitam bagi umat Kristen setiap beribadah Minggu dalam bentuk yang
lebih modis tanpa menghilangkan nilai aslinya; atau dengan memberikan ruang
lebih kepada pemberdayaan paduan suling dalam kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan.
5. Secara berkala memutakhirkan daftar
destinasi wisata, khususnya cagar budaya lengkap dengan penjelasan tentang masing-masing
situs budaya tersebut.
ü Berdasarkan
Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 291 Tahun 2009 tentang Penetapan Obyek
dan Lokasi Situs Peninggalan Sejarah dan Purbakala sebagai Benda Cagar Budaya
di Maluku, kita memiliki sebanyak 94 objek cagar budaya.
ü Bila
mencermati kondisi terkini, rasanya benda cagar budaya yang tersebar di seluruh
wilayah Provinsi Maluku sudah melebihi jumlah 94 objek tersebut.
ü Penetapan
obyek dan lokasi situs peninggalan sejarah dan purbakala sebagai benda cagar budaya
di Maluku harus diperbaharui secara berkala. Hal tersebut tentu menimbulkan
konsekuensi seperti semakin besar biaya yang diperlukan. Inilah salah satu
bentuk investasi yang diperlukan dalam pembangunan kepariwisataan.
6.
Mendistribusikan informasi daftar
destinasi wisata budaya lewat media cetak seperti leaflet atau brosur dan
secara berkala didistribusikan titik-titik kedatangan ataupun persinggahan
wisatawan, seperti pintu kedatangan bandara; hotel-hotel; restoran-restoran;
tempat wisata strategis; dan lainnya.
ü Instansi
terkait yang bertanggung jawab menyediakan dan mendistribusikan leaflet dan
brosur pro aktif melakukan pengecekan ke titik-titik kedatangan atau
persinggahan wisatawan.
ü Manajemen
pada titik-titik tersebut pro aktif mendistribusikan leaflet atau brosur kepada
wisatawan dan melakukan koordinasi yang kontinyu dengan instansi terkait untuk
menjamin keberlangsungannya.
7. Memperlengkapi pemandu wisata dengan
informasi tentang wisata budaya yang ada di Maluku.
ü Instansi
terkait perlu mengatur mekanisme agar pemandu wisata juga diperlengkapi dengan
informasi tentang wisata budaya Maluku.
ü Dalam
melakukan tugas sebagai pemandu wisata wajib diselingi dengan promosi wisata
budaya Maluku.
8.
Memperkaya isi website www.tourismmaluku.org
sehingga menjadi pusat informasi dan rujukan tentang pariwisata di seluruh
wilayah Maluku.yang juga terhubung dengan website pariwisata setiap
kabupaten/kota.
ü Salah
satu informasi mendasar yang menjadi pertimbangan utama bagi seorang wisatawan
adalah akses transportasi.
ü Website
www.tourismmaluku.org
bukan hanya harus berisi informasi mengenai tempat wisata tapi harus juga
berisi atau terhubungkan dengan situs yang memberikan informasi lengkap,
akurat, dan terkini tentang moda-moda transportasi di Maluku.
9.
Memaksimalkan fungsi Taman Budaya
sebagai etalase wisata budaya Maluku.
ü Kita
bisa mengadopsi model yang ada di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta
dengan memaksimalkan fungsi Taman Budaya yang ada di Kota Ambon.
ü Pada
kompleks Taman Budaya Ambon bisa dibuat miniatur-miniatur budaya dari semua
wilayah atau kabupaten/kota di Maluku.
10. Internalisasi
nilai-nilai budaya bagi generasi muda yang diintegrasikan dengan mata pelajaran
muatan lokal pada semua jenjangnya.
ü Lingkungan
pendidikan di sekolah menjadi media pembelajaran terbaik dan yang diharapkan
juga sistematis tentang nilai-nilai budaya Maluku.
ü Proses
internalisasi nilai budaya yang telah dilaksanakan dalam bentuk Lomba Bertutur,
Melukis, ataupun Cerdas-Cermat perlu diteruskan dan dikembangkan.
11. Membuka
ruang yang lebih luas untuk pengembangan kuliner tradisional.
ü Salah
satu upaya melestarikan budaya Maluku adalah dengan mempromosikan kuliner khas
Maluku.
ü Pemerintah
melalui instansi terkait harus melakukan pemberdayaan dan pendampingan yang
lebih intensif untuk pengembangan kuliner Maluku.
ü Melakukan
eksplorasi dan sosialiasi tentang bagaimana menyajikan kuliner khas Maluku
dalam bentuk restoran cepat saji tanpa menghilangkan kekhasannya – modern tapi
tetap bernilai etnik.
12. Internalisasi
pentingnya pembangunan kepariwisataan bagi pertumbuhan ekonomi daerah, terutama
bagi pelestarian budaya daerah, untuk semua kalangan pada berbagai kesempatan.
ü Melakukan
seminar-seminar untuk berbagai kalangan tentang pentingnya pembangunan
kepariwisataan.
ü Menanamkan
cinta budaya Maluku melalui berbagai pendekatan sesuai komunitas yang ada, seperti
kebijakan Pemerintah Daerah tentang penggunaan busana Maluku di hari kerja bagi
PNS.
13. Menyelenggarakan
Festival Budaya Maluku yang secara bergantian dipusatkan di situs-situs budaya
yang ada di seluruh wilayah.
ü Kegiatan-kegiatan
kebudayaan yang ada bisa dirangkum menjadi kegiatan Festival Kebudayaan Maluku.
ü Festival
Kebudayaan Maluku perlu diadakan secara rutin dan bergilir di semua kabupaten/kota
di Maluku sehingga memberikan kesempatan bagi semua wilayah untuk dikunjungi
dan mempromosikan dirinya.
14. Membuat
desa budaya sebagai miniatur budaya dari setiap kabupaten/kota.
ü Setiap
kabupaten/kota perlu mendanai dan memfasilitasi pembentukan satu desa budaya
yang bisa mewakili nilai-nilai budaya wilayah tersebut.
ü Untuk
Kota Ambon misalnya, bisa menjadikan Desa Soya di Kecamatan Sirimau sebagai
etalase budaya Kota Ambon.
ü Suatu
desa budaya akan menjadi tempat rehabilitasi nilai-nilai budaya seperti
penggunaan kembali nama Saniri Negeri untuk staf desa; mengembalikan fungsi
kewang dan marinyo seperti semula; melakukan ritual dudu adat di baileu; menghidupkan
bahasa Ambon dalam komunikasi sehari-hari; dan sebagainya.
ü Nilai-nilai
budaya yang direhabilitasi tersebut harus tertulis dan terkomunikasikan kepada
warga desa dan semua pengunjung/wisatawan yang datang.
15. Mengatur
mekanisme pengelolaan feedback dari
wisatawan dan masukan dari masyarakat
ü Pemerintah
melalui instansi terkait perlu mengatur manajemen sedemikian hingga setiap
wisatawan memberikan feedback tentang pariwisata Maluku
ketika akan meninggalkan Maluku.
ü Membuka
kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan masukan yang konstruktif.
ü Informasi
berdasarkan feedback wisatawan dan
masukan dari masyarakat tersebut harus dikelola dan secara kontinyu menjadi
input bagi evaluasi yang dilakukan oleh pelaku-pelaku kepariwisataan yang ada.
16. Berkoordinasi
dengan aparat keamanan, Pemerintah Daerah harus bisa terus menjaga dan menjamin
kondisi keamanan yang stabil dan kondusif.
ü Pada
akhirnya keamanan menjadi prasyarat berkembangnya kepariwisataan suatu wilayah,
terkecuali jika yang ingin dikembangkan adalah pariwisata konflik.
ü Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota harus bisa menjamin keamanan di seluruh wilayah Maluku
dan bertindak tegas terhadap setiap usaha untuk mengganggu stabilitas keamanan
yang ada sedini mungkin.
Pengusaha
Pariwisata
Sebagai salah satu
pilar dalam pembangunan kepariwisataan, pengusaha parwisata mempunyai peran
yang tidak kalah penting. Peran tersebut dapat ditunjukkan melalui aksi:
- Menampilkan warna kebudayaan Maluku yang lebih kental lewat produknya, seperti desain bangunan dan interior yang digunakan.
- Pro aktif berkoordinasi dengan instansi terkait untuk penyediaan informasi tentang pariwisata, seperti penyediaan brosur dan leaflet untuk pengunjung.
- Pro aktif mendistribusikan informasi wisata kepada wisatawan yang datang baik lisan maupun tulisan melalui media cetak yang secara berkala didistribusikan Pemerintah Daerah.
- Pro aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat untuk mempromosikan budaya Maluku.
Masyarakat
Subyek sekaligus objek
dalam pembangunan kepariwisataan adalah manusia atau masyarakat Maluku. Semua
yang diuraikan di atas akan menjadi sia-sia jika masyarakat tidak memberikan
peran aktifnya. Dalam masyarakat-lah nilai-nilai budaya itu dilestarikan,
dikembangkan, dan kemudian ditawarkan sebagai suatu objek wisata budaya.
Berikut ini yang bisa dilakukan masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan,
sekaligus pengembangan budaya:
- Kedatangan bangsa asing sejak abad ke-7 di wilayah Maluku menjadi bukti masyarakat Maluku adalah masyarakat yang terbuka, welcoming the strangers. Ini menjadi modal yang positif bagi pengembangan pariwisata di era sekarang ini.
- Menggunakan setiap kesempatan dan media yang ada untuk terus mengenal budaya Maluku. Misal dengan mengunjungi setiap pameran, pagelaran seni, seminar, dan sejenisnya.
- Mampu mengkomunikasikan nilai-nilai budaya Maluku pada setiap kesempatan yang ada, termasuk kepada wisatawan asing.
- Mengambil bagian dalam proses mewariskan nilai-nilai budaya bagi generasi muda secara praktis, dimulai dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar.
- Turut mengambil bagian dalam setiap program pelestarian dan pengembangan budaya yang diatur oleh Pemerintah melalui instansi terkait, seperti desa budaya.
- Turut berperan serta menjaga dan mengkondisikan lingkungan yang aman dan nyaman untuk dikunjungi oleh wisatawan.
- Berperan aktif memberikan masukan bagi Pemerintah sesuai mekanisme yang diatur untuk pengembangan dan pelestarian kebudayaan bagi pembangunan kepariwisataan Maluku yang semakin berkualitas.
Ibarat sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui,
demikianlah pembangunan kepariwisataan dan usaha melestarikan kebudayaan. Nilai
budaya tetap terjaga, terwariskan dengan baik, dan ada peningkatan kualitas
hidup melalui pertumbuhan ekonomi yang kuat. Pada akhirnya, pembangunan
kepariwisataan yang di dalamnya mencakup pengembangan dan pelestarian
kebudayaan menjadi solusi bagi orang Maluku untuk menjadi masyarakat yang tetap
(semakin) Maluku dalam tampilan yang modern dan dinamis.
Atraksi Bambu Gila |
[1]
Rancangan Undang-Undang tentang Kebudayaan, dalam www.kebudayaan.kemdiknas.go.id.
Diakses tanggal 15 Oktober 2014
[2] UU Nomor
10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, dalam http://www.parekraf.go.id/userfiles/file/4636_1364-UUTentangKepariwisataannet1.pdf.
Diakses tanggal 15 Oktober 2014.
[3] Siaran
Pers, dalam http://www.parekraf.go.id/asp/detil.asp?id=2664.
Diakses tanggal 16 Oktober 2014
[4] Tourism
Western Australia, dalam www.tourism.wa.gov.au/jumpstartguide/totb_5Asoftourism.html.
Diakses tanggal 15 Oktober 2014.
[5] Citra
Yudha Pralina dan Sujali, Keterkaitan Pariwisata Terhadap Pembangunan Manusia
Di Jawa Tengah Tahun 2004-2009, dalam http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/viewFile/8/8.
Diakses tanggal 16 Oktober 2014.
[6] BPS
Provinsi Maluku, Produk Domestik Regional
Bruto Provinsi Maluku Menurut Lapangan Usaha 2013
[7] BPS
Maluku, Maluku Dalam Angka 2010 – 2014.
[8] Badan
Pusat Statistik, Wisatawan Mancanegara yang Datang ke Indonesia Menurut
Kebangsaan, 2000-2012, dalam http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=16¬ab=22.
Diakses tanggal 16 Oktober 2014.
[9] Pauline
Gaspersz. Perjalanan Kedua ke Namrole, Buru Selatan, dalam http://www.paulinegaspersz.com/2014/07/perjalanan-kedua-ke-namrole-buru-selatan.html.
Diakses tanggal 14 Oktober 2014
[10] Rancangan
Undang-Undang tentang Kebudayaan, dalam www.kebudayaan.kemdiknas.go.id.
Diakses tanggal 15 Oktober 2014
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Pembangunan Pariwisata untuk MALUKU yang Semakin MALUKU
BalasHapusSaya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Indonesia yang bisa anda kunjungi di Informasi Seputar Indonesia
Sip! :)
Hapus